SKRIPSI ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PRINSIP KESEIMBANGAN (INDEMNITEIT) TERHADAP ASURANSI KERUGIAN PADA ASURANSI TAKAFUL (SYARIAH)

SKRIPSI ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PRINSIP KESEIMBANGAN (INDEMNITEIT) TERHADAP ASURANSI KERUGIAN PADA ASURANSI TAKAFUL (SYARIAH)

Sunday, January 31, 2016
(0030-HUKUM) SKRIPSI ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PRINSIP KESEIMBANGAN (INDEMNITEIT) TERHADAP ASURANSI KERUGIAN PADA ASURANSI TAKAFUL (SYARIAH)


BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP-PRINSIP DALAM PERJANJIAN ASURANSI

A. Pengertian Asuransi
Dalam bahasa belanda, istilah asuransi disebut dengan"verzekering" dan "assurcmtie". Sedangkan dalam bahasa Inggris istilah asuransi disebut dengan "insurance" dan "assurance". Dalam bahasa Indonesia disebut dangan istilah asuransi atau petanggungan, namun dalam masyarakat yang lebih dikenal dari dua istilah tersebut adalah asuransi.
Pengertian asuransi menurut H.M.N. Purwosutjipto adalah: " perjanjian timbal balik antara penanggung dengan penutup asuransi, dimana penanggung mengikatkan diri untuk mengganti kerugian dan atau membayar sejumlah uang (santunan) yang ditetapkan pada waktu penutupan perjanjian, kepada penutup auransi atau orang lain yang ditunjuk, pada waktu terjadinya evenemen, sedangkan penutup asuransi mengikatkan diri untuk membayar uang premi" 8).
Dalam ensiklopedia Indonesia disebutkan bahwa asuransi adalah jaminan atau perdagangan yang diberikan oleh penanggung (biasanya kantor asuransi) kepada yang tertanggung untuk resiko kerugian sebagai ditetapkan dalam surat perjanjian (polis) bila terjadi kebakaran, kecurian, kerusakan, dan sebagainya ataupun mengenai kehilangan jiwa(kematian) atau kecelakaan lainnya, dengan yang tertanggung membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung tiap-tiap bulannya9).
Dalam kamus asuransi disebut bahwa pengertian asuransi adalah perlindungan melalui konpensasi sejumlah uang atau pembayaran ganti rugi, yang disediakan berdasarkan kontrak tertulis antara dua pihak bila terjaidi hal-hal yang tidak diharapkan sesuai dengan perjanjian. Asuransi dengan demikian berarti pemindahan risiko yang telah menyebabkan salah satu pihak, atas dasar pertimbangan-pertimbangan tertentu, bersepakat untuk mengganti kerugian yang dialami pihak lain bila sesuatu yang tidak direncanakan dan tidak diharapkan terjadi. Pihak pertama disebut perusahaan asuransi, pihak ke dua disebut yang di asuransikan; kontrak yang disetujuai oleh kedua belah pihak disebut polis asuransi; pertimbangan pertanggungan atau kesediaan untuk menanggung risiko didasrkan atas pembayaran premi; harta milik atau kekayaan yang dijaminkan adalah risiko pertanggungan10).
Asuransi berdasarkan pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang sebagai berikut:
"Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan ,menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena sesuatu peristiwa yang tidak tentu".
Jika diperhatikan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tersebut dapatlah dikatakan bahwa unsur penting yang terdapat didalam rumusan pasal tersebut adanya ganti kerugian. Hal ini terlihat dari kalimat"... suatu kerugian,
kerusakan, kehilangan, keuntungan yang diharapkan..." dimana kesemua itu dapat dinilai dengan uang tidak disebutkan sehingga rumusan pasal tersebut hanya menyangkut bidang asuransi kerugian saja.
Pengertian yang lebih luas tentang Asuransi terdapat dalam Pasal 1 angka lUndang-undang Nomor 2 Tahun 1992 yaitu :
"Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2(dua) pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung meningkatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggungjawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, ysng timbul dari suatu pristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan".
Apabila dibandingkan dengan rumusan Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Rumusan Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 2 tahun 1992 ternyata lebih luas cakupannya karena tidak hanya meliputi bidang asuransi jiwa atau dengan kata lain rumusan pasal ini tidak hanya menyangkut harta kekayaan tetapi juga terdapat jiwa/raga manusia.
Dari beberapa pengertian tentang asuransi tersebut maka dapat dikatakan bahwa asuransi adalah merupakan suatu perjanjian antara 2(dua) belah pihak yakni penanggung dan tertanggung, dimana penanggung mengikatkan diri kepada tertanggug dengan memberikan suatu ganti kerugian kepada tertanggung apabila peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau belum dapat ditentukan waktu akan terjadinya, sedangkan tertanggung juga mengikatkan diri kepada penanggung dengan membayar sejumlah uang premi sebagai jaminan yang diberikan oleh penanggung.
Unsur-unsur yang terdapat dari pengertian asuransi tersebut adalah:
a. Adanya suatu perjanjian
b. Pihak-pihak yang terkait yaitu penanggung dan tertanggung
c. Pemberian ganti kerugian oleh penanggung
d. Pemberiaan uang premi dari tertanggung
e. Adanya suatu pristiwa yang belum tentu terjadi ataupun belum dapat
ditentukan waktu akan terjadinya {onzeker voorval)
B. Perjanjian Asuransi
Perjanjian asuransi (contract of indemnity) berlangsung antara dua pihak yang berkepentingan yaitu antara penanggung ( insurer, underwriter) dengan yang tertanggung (assured). Perjanjian asuransi dibuat di dalam suatu polis pertanggungan (insurance policy), dan hanya penanggung yang menandatangani polis tersebut (perjanjian unilateral), tetapi mengikat kedua belah pihakU).
Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD. Sebagai perjanjian, maka ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian dalam KUHPerdata berlaku juga bagi perjanjian asuransi. Karena perjanjian asuransi merupakan perjanjian khusus, maka disamping ketentuan syarat sah suatu perjanjian, berlaku juga syarat-syarat khusus yang diatur dalam KUHD. Syarat-syarat sah suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal tersebut ada 4(empat) syarat sah suatu perjanjian, yaitu:
1. Kesepakatan
Tertanggung dan Penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi, kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi:
a. benda yang menjadi objek asuransi
b. pengalihan risiko dan pembayaran premi
c. evenemen dan ganti kerugian
d. syarat sah khusus asuransi
e. dibuat secara tertulis yang disebut dengan polis
Pengadaan perjanjian antara tertanggung dan penanggung dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung. Dilakukan secara langsung artinya kedua belah pihak mengadakan perjanjian asuransi tanpa melalui perantara. Dilakukan secara tidak langsung artinya kedua belah pihak mengadakan perjanjian asuransi melalui perantara12).
2. Kewenangan Berbuat (Authority)
Kedua pihak tertanggung dan penanggung wewenang melakukan perbuatan hukum yang diakui oleh undang-undang. Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat subjektif dan ada yang bersifat objektif. Kewenangan subjektif artinya kedua pihak telah dewasa, sehat ingatan,

SKRIPSI HADIAH UNDIAN YANG DIPEROLEH DALAM PERKAWINAN DAN KAITANNYA DENGAN HARTA BERSAMA DI DALAM PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

SKRIPSI HADIAH UNDIAN YANG DIPEROLEH DALAM PERKAWINAN DAN KAITANNYA DENGAN HARTA BERSAMA DI DALAM PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

Sunday, January 31, 2016
( 0029-HUKUM) SKRIPSI HADIAH UNDIAN YANG DIPEROLEH DALAM PERKAWINAN DAN KAITANNYA DENGAN HARTA BERSAMA DI DALAM PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN


BAB II
HUKUM HARTA PERKAWINAN

A. Pengertian Hukum Harta Perkawinan
Ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan memberi pengertian tentang suatu perkawinan. Dari ketentuan pasal ini dapat diketahui ada dua unsur utama dari definisi perkawinan. Pertama, perkawinan adalah merupakan ikatan secara lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri. Kedua, tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Unsur pertama berkaitan dengan bagaimana terciptanya suatu perkawinan dan unsur kedua berkenaan dengan tujuan perkawinan yang berkaitan dengan kesejahteraan perkawinan.
Unsur kedua dari pengertian perkawinan tersebut di atas pada intinya berkenaan dengan tujuan perkawinan untuk menciptakan keluarga sejahtera. Upaya menciptakan keluarga sejahtera ini sesungguhnya berkaitan dengan fungsi keluarga. Secara sosiologi, dalam setiap masyarakat, keluarga adalah suatu struktur kelembagaan yang berkembang melalui upaya masyarakat untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu. Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt fungsi keluarga adalah:
1. Fungsi Pengaturan Seksual. Keluarga adalah lembaga pokok, yang merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasikan kepuasan keinginan seksual.
2. Fungsi Reproduksi Untuk urusan memproduksi anak setiap masyarakat terutama tergantung pada keluarga.
3. Fungsi Sosialisasi Semua masyarakat tergantung terutama pada keluarga bagi sosialisasi anak-anak ke dalam alam dewasa yang dapat berfungsi dengan baik di dalam masyarakat itu.
4. Fungsi Afeksi Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan kasih sayang atau rasa dicintai.
5. Fungsi Penentuan Status Dalam memasuki keluarga seseorang mewarisi suatu rangkaian status. Seseorang diserahi/menerima beberapa status dalam keluarga berdasarkan umur, jenis kelamin, urutan kelahiran dan Iain-lain.
6. Fungsi Perlindungan Dalam setiap masyarakat, keluarga memberikan perlindungan fisik, ekonomis dan psikologis bagi seluruh anggotannya.
7. Fungsi Ekonomis. Keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam sebagaian besar masyarakat primitif. Para anggota keluarga bekerja sama sebagai tim untuk menghasilkan sesuatu.11
Beranjak dari fungsi keluarga tersebut, maka tidak dapat dihindari bahwa kesejahteraan keluarga haruslah menjadi prioritas utama agar terpenuhinya kebutuhan materil dan sprituil. Terkait dengan keluarga sejahtera, pada tahun 1992 diterbitkan undang-undang tentang keluarga sejahtera. Dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera mengatakan:
"Setiap orang sebagai pribadi berhak untuk membentuk keluarga. Setiap Penduduk sebagai anggota keluarga mempunyai hak untuk membangun keluarga sejahtera dengan mempunyai anak yang jumlahnya ideal, atau mengangkat anak atau memberi pendidikan kehidupan berkeluarga kepada anak-anak serta hal lain guna mewujudkan keluarga sejahtera. Mampu mengembangkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram, dan harapan masa depan yang lebih baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin."
Selanjutnya menurut Muhammad Djumhana :
"Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual, dan materil yang layak, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara anggota, dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya, dengan jumlah anak yang ideal untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin."12
Upaya untuk mewujudkan keluarga sejahtera ini menjadi kewajiban dari suatu keluarga yang dibentuk. Apabila dihubungkan antara ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk seterusnya disebut UU Perkawinan, dengan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera maka tidak dapat dipungkiri untuk kelangsungan hidup suatu keluarga dibutuhkan harta kekayaan guna mewujudkan keluarga sejahtera. Kebutuhan akan harta benda dalam keluarga tidak saja untuk pengembangan diri pribadi suami dan atau isteri tetapi juga demi kebutuhan dan kepentingan anak-anak.
Kesejahteraan dalam keluarga merupakan suatu hak yang paling mendasar atau merupakan hak asasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 36 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia yang mengatakan :
"Setiap orang berhak mempunyai hak milik, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain demi pengembangan dirinya, keluarga, bangsa dan masyarakat dengan cara yang tidak melanggar hukum."
Berdasarkan pernyataan di atas, terlihat bahwa kekayaan atau harta benda sangat dibutuhkan dalam suatu perkawinan. Mengingat pentingnya kekayaan yang harus dipunyai oleh suatu keluarga demi kelangsungan keluarga itu sen-diri dan demi terwujudnya suatu keluarga sejahtera, maka keharusan adanya suatu harta perkawinan merupakan hal yang amat diperlukan.
Masalah harta perkawinan merupakan masalah yang sangat besar pengaruhnya dalam kehidupan suami istri, utamanya apabila mereka bercerai, sehingga Hukum Harta Perkawinan itu sudah memainkan peranan yang penting dalam kehidupan keluarga bahkan sewaktu perkawinan masih berjalan mulus.
Untuk itulah, dalam Bab VII Pasal 35 UU Perkawinan diatur tentang Harta Benda Dalam Perkawinan. Ketentuan Pasal 35 UU Perkawinan terdiri dari dua ayat, yaitu :
Ayat (1) menentukan : "Harta benda yang diperoleh selama perka-winan menjadi harta bersama", dan
Ayat (2) menentukan : "Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau waris-an, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain".
Apabila dicermati secara seksama, isi dari ketentuan Pasal 35 UU Perkawinan tersebut di atas selaras dengan ketentuan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Ketentuan pasal yang disebutkan terakhir di dalamnya ditemukan ketentuan tentang hak milik pribadi dan hak milik bersama sebagai hak asasi manusia. Mengingat bahwa hak milik baik secara pribadi maupun secara bersama-sama merupakan hak asasi maka perlu dipertegas luas lingkup hak milik pribadi dan hak milik bersama dalam suatu perkawinan. Karena perkawinan sesungguhnya adalah berkaitan dengan hak milik pribadi suami atau isteri, juga berkaitan dengan hak milik bersama antara suami dan isteri selama dalam perkawinan.
Itulah sebabnya, ayat (1) Pasal 35 UU Perkawinan mengatur tentang harta bersama selama perkawinan dan ayat (2) Pasal 35 UU Perkawinan mengatur tentang harta pribadi dari masing-masing suami atau isteri. Tegasnya hak milik pribadi sebagai hak asasi dan hak milik bersama sebagai hak asasi harus diatur secara tegas tentang luas ruang lingkupnya agar tidak terjadi kerancuan dan benturan hak milik antara keduanya.

SKRIPSI IMPLEMENTASI AGREEMENT ON TRADE RELATED INVESTMENT MEASURES (PERSETUJUAN TENTANG KEBIJAKAN INVESTASI YANG BERKAITAN DENGAN PERDAGANGAN) OLEH PEMERINTAH INDONESIA

SKRIPSI IMPLEMENTASI AGREEMENT ON TRADE RELATED INVESTMENT MEASURES (PERSETUJUAN TENTANG KEBIJAKAN INVESTASI YANG BERKAITAN DENGAN PERDAGANGAN) OLEH PEMERINTAH INDONESIA

Sunday, January 31, 2016
(0028-HUKUM) SKRIPSI IMPLEMENTASI AGREEMENT ON TRADE RELATED INVESTMENT MEASURES (PERSETUJUAN TENTANG KEBIJAKAN INVESTASI YANG BERKAITAN DENGAN PERDAGANGAN) OLEH PEMERINTAH INDONESIA

BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori
1. Pengertian Perdagangan
Perdagangan adalah pekerjaan membeli barang dari suatu tempat atau pada suatu waktu dan menjual barang itu di tempat lain atau pada waktu yang berikut dengan maksud memperoleh keuntungan (C.S.T.Kansil, 1994:1).
Dalam zaman yang modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian dan penjualan itu.
Adapun pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen itu meliputi aneka macam pekerjaan seperti misalnya (C.S.T.Kansil, 1994:2):
a) Pekerjaan orang-perantara sebagai makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya.
b) Pembentukan badan-badan usaha (asosiasi-asosiasi), seperti: Perseroan Terbatas (P.T.), Perseroan Firma (V.O.F.=Fa), Perseroan Komanditer dan sebagainya guna memajukan perdagangan.
c) Pengangkutan untuk kepentingan lalu-lintas niaga baik di darat, di laut maupun di udara.
d) Pertanggungan (asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya si pedagang dapat menutup resiko pengangkutan dengan asuransi.
e) Perantaraan banker untuk membelanjai perdagangan.
f) Mempergunakan surat-perniagaan (wesel, cek, aksep) untuk melakukan pembayaran dengan cara yang mudah dan untuk memperoleh kredit.
2. Bisnis Internasional
Bisnis Internasional merupakan kegiatan bisnis yang dilakukan melewati batas-batas suatu negara. Dalam hal ini suatu Negara ataupun suatu perusahaan yang ada di dalam suatu negara dapat melakukan transaksi bisnis dengan Negara lain. Transaksi bisnis seperti itu merupakan transaksi bisnis internasional. Adapun transaksi bisnis yang dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain sering disebut sebagai Perdagangan Internasional (International Trade). Di lain pihak apabila transaksi bisnis itu dilakukan oleh suatu perusahaan dalam suatu negara dengan perusahaan lain atau orang/individu di negara lain di sebut Pemasaran Internasional atau International Marketing. Pemasaran Internasional inilah yang biasanya diartikan sebagai Bisnis Internasional, meskipun pada hakikatnya ada dua pengertian. Jadi kita dapat membedakan adanya dua buah transaksi Bisnis Internasional, Yaitu (Indriyo Gitosudarmo, 2001:131): a) Perdagangan Internasional (International Trade).
Dalam hal Perdagangan Internasional yang merupakan transaksi antar negara itu biasanya dilakukan dengan cara tradisional yaitu dengan cara ekspor dan impor. Dengan adanya transaksi ekspor dan impor itu maka akan timbullah "Neraca Perdagangan Antar Negara" atau "Balance Of Trade". Neraca Perdagangan ini akan merupakan gambaran perbandingan atau perimbangan antara besarnya ekspor dari suatu negara tertentu dengan besarnya impor yang dilakukannya dari negara yang bersangkutan. Suatu negara dapat memiliki Surplus Neraca Perdagangan atau Defisit Neraca Perdagangannya. Neraca Perdagangan yang surplus menunjukkan keadaan dimana negara tersebut memiliki nilai ekspor yang lebih besar dibandingkan dengan nilai impor yang dilakukan dari negara partner dagangnya itu. Dengan Neraca Perdagangan yang mengalami surplus ini maka apabila keadaan yang lain konstan maka aliran kas masuk ke negara itu akan lebih besar dengan aliran kas keluarnya ke negara partner dagangnya tersebut. Dalam hal Neraca Pembayaran yang mengalami surplus ini sering juga dikatakan bahwa negara ini mengalami Pertambahan Devisa Negara. Sebaliknya apabila negara itu mengalami defisit neraca perdagangannya maka berarti nilai impornya melebihi nilai ekspor yang dapat dilakukannya dengan negara lain tersebut. Dengan demikian maka negara itu akan mengalami defisit neraca pembayarannya dan akan menghadapi Pengurangan Devisa Negara. b) Pemasaran Internasional (InternationalMarketing).
Pemasaran Internasional yang sering juga disebut sebagai Bisnis Internasional (International Business) merupakan keadaan di mana suatu perusahaan dapat terlibat dalam suatu transaksi bisnis dengan negara lain, perusahaan lain ataupun masyarakat umum di luar negeri. Transaksi bisnis internasional semacam ini pada umumnya merupakan upaya untuk memasarkan saja hasil produksinya ke luar negeri atau tidak saja hanya memasarkan tetapi sekaligus memproduksi dan memasarkan hasil produksinya di luar negeri. Dalam hal semacam ini maka pengusaha tersebut akan terbebas dari hambatan perdagangan dan tarif bea masuk karena tidak ada transaksi ekspor impor. Dengan masuk langsung dan melaksanakan kegiatan produksi dan pemasaran di negeri asing itu maka berarti tidak terjadi ekspor impor. Produk yang dipasarkannya itu tidak saja berupa barang akan tetapi dapat pula berupa jasa seperti: keahlian tertentu, jasa pendidikan, keterampilan manejerial dan sebagainya. Transaksi bisnis internasional semacam ini dapat ditempuh dengan berbagai cara, antara lain:
1) Licencing.
2) Franchising.
3) Management Contracting.
4) Marketing in Horne Country by Host Country.
5) Join Venturing.
6) Multinational Corporatian (MNC).
Pengertian perdagangan Internasional dengan Pemasaran Internasional sering dikacaukan atau dianggap sama saja, akan tetapi seperti kita lihat pada uraian di atas ternyata berbeda. Perbedaan utama terletak pada pelakunya di mana Perdagangan Internasional dilakukan oleh negara, sedangkan Pemasaran Internasional adalah merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Perusahaan. Di samping itu pemasaran internasional menuntut kegiatan bisnis yang lebih aktif serta lebih progresif daripada perdagangan internasional.
Suatu negara ataupun suatu perusahaan melakukan transaksi bisnis internasional baik dalam bentuk perdagangan internasional maupun dalam bentuk bisnis internasional pada umumnya memiliki beberapa pertimbangan atau alasan. Pertimbangan tersebut meliputi pertimbangan ekonomis, politis atau sosial budaya bahkan tidak jarang atas dasar pertimbangan militer. Bisnis internasional memang tidak dapat dihindarkan karena sebenarnya tidak ada satupun negara di dunia ini yang dapat mencukupi seluruh kebutuhan negerinya atau masyarakatnya dari barang-barang atau produk yang dihasilkan oleh negara itu sendiri. Tidak ada satu negara pun yang dapat memenuhi 100% swasembada (self- sufficiency). Atau kalau toh ada yang mampu melakukan swasemabada justru secara ekonomis tidak efisien. Hal ini disebabkan karena terjadinya penyebaran yang tidak merata dari sumber daya, baik sumber daya alam modal maupun sumber daya manusia. Ketidakmerataan sumber daya tersebut akan mengakibatkan adanya keunggulan tertentu bagi suatu negara tertentu yang memiliki suatu sumber daya tertentu pula. Sebagai gambaran, Negara Australia merupakan negara yang memiliki daratan yang sangat luas dengan jumlah penduduk yang relatif sangat sedikit, sebaliknya Hongkong atau Taiwan yang memiliki daratan yang sangat sempit dengan penduduk yang sangat padat. Contoh lain lagi negara Timur Tengah yang memiliki sumber minyak bumi yang sangat melimpah sedangkan negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika, Eropa dan lain-lain sangat mendambakan minyak tersebut untuk kebutuhan industrinya. Kesuburan tanah juga tidak akan sama antara negara yang satu dengan negara lain. Ada suatu negeri yang cocok untuk tanaman tertentu sedangkan negara lainnya boleh dikatakan tidak mungkin untuk menanam tanaman yang sangat dibutuhkan bagi masyarakatnya itu. Keadaan inilah yang menuntut dilaksanakannya bisnis ataupun perdagangan internasional. Negara-negara yang pada umumnya menghendaki dan berusaha untuk mencukupi seluruh kebutuhan negerinya ataupun masyarakatnya dari hasil produksinya sendiri adalah negara-negara Komunis. Hal ini disebabkan oleh doktrin politik ekonominya yang komunis tersebut. Di samping negara komunis terdapat pula negara liberal yang berusaha untuk self-suffiency yaitu Israel. Negeri ini karena setiap saat selalu diancam peperangan melawan tetangga-tetangganya yang cukup banyak jumlahnya maka untuk keperluan strategi militer maupun kebutuhan sosial masyarakatnya maka lalu berusaha untuk berswasembada dalam segala bidang. Oleh karena itu maka dapatlah kita lihat beberapa alasan untuk melaksanakan bisnis internasional antara lain berupa (Indriyo Gitosudarmo, 2001:137): (a) Spesialisasi antar bangsa-bangsa
Alasan ini merupakan alasan yang mendasarkan diri pada kenyataan bahwa setiap negara memiliki suatu keunggulan tertentu ketimbang negara lain. Di samping memiliki keunggulan setiap negara juga akan memiliki kelemahan tertentu dibandingkan dengan negara lain. Dalam hubungan dengan keunggulan atau kekuatan tertentu beserta kelemahannya itu maka suatu negara haruslah menentukan pilihan strategis untuk memproduksikan suatu komoditi yang strategis itu, yaitu :
(1) Memanfaatkan semaksimal mungkin kekuatan yang ternyata benar-benar paling unggul sehingga dapat menghasilkannya secara lebih efisien dan paling murah di antara negara-negara yang lain.
(2) Menitikberatkan pada komoditi yang memiliki kelemahan paling kecil di antara negara-negara yang lain.
(3) Mengkonsentrasikan perhatiannya untuk memproduksikan atau menguasai komoditi
atau perdagangan komoditi yang memiliki kekuatan yang tertinggi bagi negerinya.
Ketiga bentuk strategi tersebut berkaitan erat dengan adanya dua buah konsep keunggulan yang dimiliki oleh suatu negara ketimbang negara lain dalam satu ataupun beberapa bidang tertentu yaitu: konsep "keunggulan absolut" atau "absolute advantage" dan "keunggulan komparatif" atau "comparative advantage".
Suatu negara dapat dikatakan memiliki keunggulan absolut apabila negara itu memegang monopoli dalam berproduksi dan perdagangan terhadap produk tersebut. Hal ini akan dapat dicapai kalau tidak ada negara lain yang dapat menghasilkan produk tersebut sehingga negara itu menjadi satu-satunya negara penghasil yang pada umumnya disebabkan karena kondisi alam yang dimilikinya, misalnya hasil tambang, perkebunan, kehutanan, pertanian dan sebagainya. Di samping kondisi alam, keunggulan absolut dapat pula diperoleh dari suatu negara yang mampu untuk memproduksikan suatu komoditi yang paling murah di antara negara-negara lainnya. Keunggulan semacam ini pada umumnya tidak akan dapat berlangsung lama karena kemajuan teknologi akan dengan cepat mengatasi cara produksi yang lebih efisien dan ongkos yang lebih murah.
Konsep keunggulan komparatif ini merupakan konsep yang lebih realistik dan

SKRIPSI PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN DI KANTOR IMIGRASI  DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

SKRIPSI PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN DI KANTOR IMIGRASI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

Sunday, January 31, 2016
(0027-HUKUM) SKRIPSI PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN DI KANTOR IMIGRASI  DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN


BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori 
1. Tinjauan tentang Penegakan hukum
Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan kandungan hukum ini bersifat abstrak. Penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum secara konkret merupakan berlakunya hukum positif dalam praktek sebagaimana seharusnya dipatuhi. Oleh karena itu memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan menemukan hukum secara nyata dalam mempertahankan dan menjamin dipatuhi nya hukum materiil dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal penegakan hukum merupakan proses yang melibatkan banyak hal. Pada dasarnya ada 5 (lima) hal yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu:
a. faktor hukumnya sendiri.
b. faktor penegak hukum yaitu pihak-pihak yang membentuk atau menerapkan hukum tersebut.
c. faktor saran atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d. faktor masyarakat yaitu lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan.
e. faktor kebudayaan yaitu sebagai hasil karya cipta, rasa dan karsa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.
Penegakan hukum dalam negara dilakukan secara preventif dan represif. Penegakan secara preventif dimaksudkan untuk mencegah agar tidak dilakukannya pelanggaran hukum oleh warga masyarakat dan tugas ini pada umumnya diberikan pada badan-badan eksekutif atau kepolisian. Sedangkan penegakkan hukum represif dilakukan apabila usaha preventif telah dilakukan tapi ternyata masih juga ada pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum harus ditegakkan secara represif oleh aparat-aparat penegak hukum yang diberi wewenang yustisionil. Penegakan hukum represif pada tingkat operasional didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara struktural terpisah satu sama lain, namun tetap berada dalam kerangka penegakkan hukum. Pada tahap pertama, penegak kan hukum represif diawali dari lembaga Kepolisian, berikutnya Kejaksaan kemudian diteruskan ke lembaga Pengadilan dan berakhir pada Lembaga Permasyarakatan.
Penegakan hukum yang berkeadilan tidak lepas dari landasan etis dan moral. Penegasan ini bukanlah tidak beralasan, selama kurun waktu empat dasawarsa, bangsa Indonesia hidup dalam ketakutan, ketidakpastian hukum dan hidup dalam tekanan. Apa yang sesungguhnya dialami tidak lain adalah pencabikan moral bangsa sebagai akibat dari kegagalan bangsa ini dalam menata manajemen pemerintahannya yang berlandaskan hukum.
Penegakan hukum adalah suatu proses yang rumit dan panjang karena di dalamnya terdapat subjek hukum yang mempersepsikan hukum menurut kepentingan masing-masing. Faktor moral sangat berperan dalam menentukan corak hukum suatu bangsa. Hukum dibuat tanpa landasan moral, dapat dipastikan tujuan hukum yang berkeadilan tidak mungkin akan terwujud.
2. Tinjauan Tentang Pidana
a. Pengertian Pidana
Istilah "hukuman" yang merupakan istilah umum serta mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat mempunyai arti yang bersifat konotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tapi juga istilah sehari-hari di bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya. Oleh karena itu "pidana" merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan cirri-ciri atau sifat-sifat yang khas. Untuk memberikan gambaran yang lebih luas, berikut ini
dikemukakan beberapa pendapat, seperti berikut ini:
1) Soedarto
Yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja diberikan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
2) Roeslan Saleh
Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja dikenakan pada pembuat delik oleh negara.
Dari definisi di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pidana mengandung unsur atau ciri-ciri sebagai berikut:
1) pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak
menyenangkan.
2) pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang).
3) pidana itu dikenakan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.
b. Jenis-Jenis Pidana
1) menurut hukum pidana positif (KUHP dan di luar KUHP).
Jenis pidana menurut KUHP, terbagi dalam dua jenis :
a) Pidana Pokok
(1) pidana mati
(2) pidana penjara
(3) pidana kurungan
(4) pidana denda
(5) pidana tutupan
b) Pidana tambahan
(1) pencabutan hak-hak tertentu
(2) perampasan hak-hak tertentu
(3) pengumuman putusan hakim
Disamping jenis sanksi yang berupa pidana, dalam hukum pidana positif dikenal dikenal juga sanksi yang berupa tindakan, dan tercantum dalam :
a) Pasal 44 ayat 2 KUHP
Penempatan di Rumah Sakit Jiwa bagi orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit.
b) Pasal 25 KUHP
Bagi anak yang melakukan tindak pidana sebelum berumur 16 tahun, hakim dapat mengenakan tindakan berupa:
(1) mengembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharannya.
(2) memerintahkan agar anak tersebut dikembalikan pada pemerintah.
(3) penempatan di tempat kerja negara bagi pengangguran yang malas bekerja dan tidak mempunyai mata pencaharian, serta mengganggu ketertiban umum dengan melakukan pengemisan, bergelandangan atau perbuatan sosial.
(4) tindakan tata tertib dalam hal tindak pidana ekonomi.
2) Menurut Konsep Rancangan KUHP tahun 1972.
Pembagian jenis pidananya antara lain : a) Pidana Pokok
(1) pidana mati
(2) pidana pemasyarakatan
(a) Pidana permasyarakatan istimewa (untuk yang melakukan tindak pidana karena terdorong oleh maksud
yang patut dihormati)
(b) Pidana permasyarakatan khusus (untuk yang melakukan tindak pidana karena kebiasaan)
(c) Pidana permasyarakatan biasa (untuk yang melakukan tindak pidana karena kesempatan)
(3) Pidana pembimbingan
(a) pidana pengawasan
(b) pidana penentuan tempat tinggal
(c) pidana latihan kerj a
(d) pi dana kerj a b akti
(4) Pidana perserikatan
(i) pidana perserikatan (ii) pembayaran uang j aminan (iii) penyitaan keuntungan dari tindak pidana (iv) perbaikan akibat-akibat dari tindak pidana b) Pidana tambahan
(1) Pencabutan hak-hak tertentu
(2) Penempatan barang tertentu
(3) Pengumuman keputusan hakim
(4) Pengenaan kewajiban ganti rugi
(5) pengenaan kewajiban agama
(6) pengenaan kewajiban adat
3. Tinjauan Tentang Keimigrasian
a. Pengertian keimigrasian
Istilah imigrasi berasal dari bahasa latin immigratio (kata benda) atau immigrare (kata kerj a) yang sebenarnya terdiri dari dua buah kata yaitu Im yang memiliki arti ke dalam dan migratio yang memiliki arti kedatangan.
Menurut Poerwadarminta imigrasi merupakan pemindahan (orang atau penduduk) dari suatu negara masuk ke negara lain untuk menetap (Poerwadarminta, 1985:376).
Menurut Hassan Shadily dan Pringgodigdo dalam ensiklopedi umum imigrasi adalah gerakan rakyat memasuki daerah baru yang biasanya jauh letaknya serta perpindahan itu yang memainkan peran
penting dalam pengisian penduduk dunia dan atau perpindahan dari negara asing untuk menetap dan atau menjadi warga negara dari negara yang didatangi.
Biasanya perpindahan penduduk itu terjadi secara sukarela dan atas ijin penguasa negeri yang didatangi dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sebelumnya. Istilah imigrasi secara umum diartikan sebagai gerak manusia dari suatu tempat ke tempat lain untuk membentuk dan membangun suatu peradaban di tempat tersebut.
Isitlah imigrasi jika dikaitkan dengan kemajuan bidang transportasi dunia dewasa ini mengalami sedikit pergeseran arti dalam arti perpindahan orang atau penduduk tidak hanya perpindahan untuk waktu yang singkat. Menurut Mohammad Arif "Pengertian arti istilah imigrasi yang paling tepat adalah perjalanan orang atau penduduk dari suatu egara ke negara lain untuk berbagai keperluan seperti berwisata, berusaha, kunjungan keluarga, dan lain-lain" (Mohammad Arif, 1997:2).
Menurut Undang-Undang No 9 tahun 1992 dalam pasal 1 tentang ketentuan umum menjelaskan bahwa Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah negara Republik Indonesia. Lalu lintas orang yang dimaksud tersebut berlaku baik bagi orang asing maupun Warga Negara Indonesia (WNI) yang melakukan perjalan ke luar negeri dan kembali ke Indonesia.
Pengawasan orang asing yang dimaksud dari pengertian diatas berlaku bagi setiap warga negara asing yang berasa di wilayah negara Republik Indonesia, baik ditinjau dari aspek keberadaanya maupun aspek kegiatannya, dalam arti apakah orang asing tersebut telah mematuhi atau menaati ketentuan peraturan yang berlaku selama di wilayah negara Republik Indonesia menyangkut kedua aspek tersebut. b. Keimigrasian indonesia
Di Indonesia pemeriksaan keimigrasian telah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Pada saat itu ada badan pemerintah kolonial Belanda bernama Immigratie Dienst yang bertugas menangani masalah keimigrasian untuk seluruh kawasan Hindia Belanda. Undang-Undang no

SKRIPSI PEMBATALAN PERKAWINAN DI PENGADILAN AGAMA

SKRIPSI PEMBATALAN PERKAWINAN DI PENGADILAN AGAMA

Sunday, January 31, 2016
(0026-HUKUM) SKRIPSI PEMBATALAN PERKAWINAN DI PENGADILAN AGAMA

BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka teori
1. Tinjauan Tentang Perkawinan 
a. Pengertian Perkawinan
1) Pengertian Perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 1 UU Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Ikatan lahir adalah hubungan formal yang dapat dilihat, dibentuk menurut undang-undang, mengikat kedua pihak dan pihak lain dalam masyarakat. Ikatan batin adalah hubungan tidak formal, tidak tampak langsung, merupakan ikatan psikologis, tanpa paksaan, berdasarkan cinta kasih suami istri, ada kemauan bersama yang sungguh-sungguh, yang mengikat kedua pihak saja
Seorang perempuan dan seorang laki-laki harus ada kata sepakat untuk melakukan perkawinan. Hal ini berarti bahwa setelah ada kesepakatan, maka kedua pihak saling berjanji akan mentaati peraturan-peraturan hukum yang berlaku mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-masing pihak selama dan sesudah hidup bersama itu berlangsung, serta mengenai kedudukan dalam masyarakat dari anak-anak turunannya (R. Wirjono Prodjodikoro, 1981: 8).
2) Pengertian Perkawinan menurut Hukum Islam
Dalam Hukum Islam, perkawinan adalah "akad" (perikatan) antara wali calon istri dengan calon suami. Akad harus diucapkan oleh wali berupa ijab kemudian kabul oleh calon suami di hadapan dua orang saksi yang memenuhi syarat. Jika tidak, maka perkawinan tidak sah, sebagaimana hadits riwayat Ahmad, "Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil". Kata "wali" bukan hanya "bapak" tetapi termasuk "datuk" (embah), saudara pria, anak pria, saudara bapak yang pria (paman), anak pria dari paman, kesemuanya menurut garis keturunan pria (patrilineal) yang beragama Islam (Hilman Hadikusuma, 1990: 11).
3) Pengertian Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam
Berdasarkan Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam, perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perinatah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Kompilasi Hukum Islam merupakan pegangan bagi Hakim Pengadilan Agama dalam memriksa dan memutus perkara-perkara perkawinan, kewarisan dan perwakafan bagi orang yang beragama Islam.
4) Pengertian Perkawinan menurut Hukum Adat
Perkawinan dalam arti "perikatan adat", ialah perkawinan yang berakibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan. Perkawinan sekaligus sebagai perikatan kekerabatan dan ketetanggaan (Hilman Hadikusuma, 1990: 8).
b. Rukun dan Syarat Perkawinan
Syarat adalah segala hal yang harus dipenuhi berdasarkan peraturan undang-undang. Sedangkan syarat perkawinan adalah segala hal mengenai perkawinan yang harus dipenuhi berdasarkan peraturan undang-undang, sebelum perkawinan dilangsungkan (Abdulkadir Muhammad, 2000: 76).
Berdasarkan Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam, orang yang beragama Islam harus memenuhi rukun perkawinan. Rukun yang dimaksud tersebut yaitu calon istri, calon suami, wali nikah, dua orang saksi, ijab dan kabul. Berdasarkan ketentuan hukum Islam, ditambah dengan adanya keridhoan (kesukaan) dari pihak calon istri dan mahar/maskawin.
Calon istri dan calon suami, masing-masing harus bebas dalam menyatakan pesetujuannya. Apabila calon istri dan calon suami sudah bersepakat, maka kesepakatan itu mengikat di antara keduanya.
Wali berarti orang yang berhak mengawinkan. Orang yang dapat menjadi wali menurut susunannya ialah :
1) Ayah
2) Ayanya ayah atau kakek/datuk
3) Saudara lelaki yang seibu dan seayah
4) Anak saudara laki-laki yang seibu dan seayah
5) Anak saudara laki-laki yang seayah
6) Saudara laki-laki dari ayah yang seibu dan seayah
7) Saudara laki-laki dari ayah yang seayah
8) Anak laki-laki dari saudara laki-laki dari ayah
9) Anak laki-laki dari saudara laki-laki dari ayah yang seibu dan seayah
10) Anak laki-laki dari saudara laki-laki dari ayah yang seayah

Apabila orang-orang tersebut tidak mampu menjadi wali atau menolak tanpa sebab serta alasan-alasan yang jelas, seorang penghulu dapat bertindak sebagai wali hakim (Lili Rasjidi, 1982: 109).
Wali nikah bagi calon istri harus dipenuhi. Jika tidak ada maka perkawinan dapat batal demi hukum. Wali nikah terdiri atas : (a) wali nasab, dimana hak perwaliannya didasarkan karena adanya hubungan darah atau keluarga calon istri, bisa orang tua kandungnya atau saudara terdekat ; (b) wali hakim, dimana hak perwaliannya timbul karena ditunjuk oleh pejabat yang berwenang, yang diberi hak dan kewenangan untuk bertindak sebagai wali nikah apabila tidak ada wali nasab atau karena sebab lain.
Saksi harus dua orang pada saat perkawinan. Saksi-saksi harus beragama Islam, merdeka, bukan budak, adil, dan berkelakuan baik.
Ijab, yaitu penyerahan mempelai wanita oleh wakilnya kepada mempelai pria. Sedangkan kabul ialah penerimaan mempelai wanita oleh mempelai pria.
Calon istri menerima calon suami berdasarkan keridhoan (suka). Dasarnya adalah hadits Bukhari, "Seorang janda atau perempuan yang telah bercerai tidak boleh dikawinkan sampai diperoleh persetujuan daripadanya; seorang gadis juga tidak boleh dikawinkan sebelum ada persetujuan daripadanya" (Soetojo Prawirohamidjojo, 1988: 31).
Mahar/maskawin, yaitu pemberian dari mempelai pria kepada mempelai wanita dan menjadi milik mempelai wanita itu sendiri dan bukan walinya. Dasar hukum yang mewajibkan adanya mahar terdapat dalam Al-Qur'an Surah An-Nisaa' ayat 4 :
Artinya, "Dan berikanlah maskawin ( mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati" (Departemen Agama Republik Indonesia, 2002: 77).
Berdasarkan UU Perkawinan, syarat perkawinan adalah hal-hal yang harus dipenuhi jika akan melangsungkan perkawinan, yaitu:
1) Ada persetujuan dari kedua belah pihak
Menurut ketentuan Pasal 6 ayat (1) UU Perkawinan, perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. Artinya kedua calon mempelai sepakat untuk melangsungkan perkawinan, tanpa ada paksaan dari pihak manapun juga.
2) Pria sudah berumur 19 tahun, wanita 16 tahun
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan, perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Batas umur ini ditetapkan maksudnya untuk menjaga kesehatan suami istri dan keturunan (Abdulkadir Muhammad, 2000: 77).
3) Izin orang tua/pengadilan jika belum berumur 21 tahun
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 ayat (2) UU Perkawinan, untuk melangsungkan perkawinan, seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua, karena mereka belum dewasa menurut hukum. Jika salah satu orang tua meninggal, izin cukup dari orang tua yang masih hidup. Jika yang meninggal keduanya, izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau

 SKRIPSI PEMBERITAAN TINDAK KRIMINAL DIKAITKAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA PELAKU TINDAK PIDANA

SKRIPSI PEMBERITAAN TINDAK KRIMINAL DIKAITKAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA PELAKU TINDAK PIDANA

Sunday, January 31, 2016
(0025-HUKUM) SKRIPSI PEMBERITAAN TINDAK KRIMINAL DIKAITKAN DENGAN HAK ASASI MANUSIA PELAKU TINDAK PIDANA

BAB II 
PANDANGAN HAM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA

A. HAM dan Pengaturannya di Indonesia 
1. Pengertian HAM
Hak Asasi Manusia menjadi bahasan penting setelah Perang Dunia II dan pada waktu pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1945. Istilah HAM menggantikan istilah Natural Rights. Hal ini karena konsep hukum alam yang berkaitan dengan hak-hak alam menjadi suatu kontroversial. Hak asasi manusia yang dipahami sebagai Natural Rights merupakan suatu kebutuhan dari realitas sosial yang bersifat universal. Dalam perkembangannya telah mengalami perubahan-perubahan mendasar sejalan dengan kenyakinan dan praktik-praktik sosial di lingkungan kehidupan masyarakat luas.21
Praktik memanusiakan manusia itu menjadi tanggung jawab utama negara melalui peraturan perundang-undangan yang dibuatnya. Tugas negara ini sama artinya dengan mengimplementasikan perlindungan hak asasi manusia melalui hukum, artinya di dalam hukum itu terumus ketentuan yang memerintahkan perlindungan hak asasi manusia.
Berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.22
Menurut Mahfud MD, hak asasi manusia itu diartikan sebagai hak yang melekat pada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, dan hak tersebut dibawa manusia sejak lahir ke muka bumi sehingga hak tersebut bersifat fitri (kodrati), bukan merupakan pemberian manusia atau negara.23
2. Pengaturan HAM dalam Peraturan Perundang-Undangan a. Dalam Pembukaan UUD 1945
Pernyataan-pernyataan yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sarat dengan pernyataan (deklarasi) dan pengakuan yang menjunjung tinggi harkat, martabat dan nilai-nilai kemanusiaan yang sangat luhur dan sangat asasi. Antara lain ditegaskan hak setiap bangsa (termasuk individual) akan kemerdekaan, berkehidupan yang bebas, tertib dan damai, hak membangung bangsa mencapai kemakmuran dan kesejahteraan, berkedaulatan, bermusyawarah/ berperwakilan, berkebangsaan, berprikemanusiaan, berkeadilan dan berkeyakinan ke-Tuhan-nan Yang Maha Esa.24
Pernyataan-pernyataan yang padat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, jelas mengandung jiwa dan semangat yang tidakjauh berbeda dengan Universal Declaration Of Human Rights (UDHR) yang diterima dalam sidang umum PBB pada tanggal 10 Desember 1948. kesamaan-kesamaan tersebut antara lain terlihat dalam hal-hal sebagai berikut:25
a) Pernyataan di dalam alinea pertama Pembukaan UUD 1945 :
"Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia hams dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusiaan dan prikeadilan". Bahwa identik dengan pernyataan di dalam alinea pertama "preambule" UDHR yang berbunyi: "Whereas recognition of the inherent dignity and of the equal and inalienable rights of all members of the human family is the foundation of freedom, justice and peace in the world'. Dan juga dengan Pasal 1 UDHR yang berbunyi: "All human beings are born free and equal in dignity and rights. They are endowed with reason and conscience and should act towards one another in a spirit of brotherhood'.
b) Pernyataan pada alinea pertama Pembukaan UUD 1945 yang dihubungkan dengan pernyataan atau proklamasi "kemerdekaan" dan "keinginan luhur untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas" di dalam alinea ketiga, identik pula dengan pernyataan di dalam Pasal 15 (1) UDHR, bahwa "Everyone has the right to a nationality".
c) Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 menyatakan berbagai tujuan dibentuknya negara Indonesia, yaitu :
(1) "untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia" ;
(2) "untuk memajukan kesejahteraan umum" ;
(3) "untuk mencerdaskan kehidupan bangsa" ;
(4) "ikut dalam ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial".
Di dalam pernyataan tujuan-tujuan tersebut, jelas terkandung di dalamnya juga hak sebagaimana dinyatakan di dalam UDHR sebagai berikut:
a) Pasal 22 : "Everyone as a members of society, has the right to social security'';
b) Pasal 25 : "Everyone has the tight to a standard of living adequate for the health and well being of himself and of his family, including food, clothing, hausing and medical care and necessary social services, and the
right to security in the event of unemployment, sickness, disability, widowhood, old age or other lack of livelihood in circumstances beyond his controF ;
c) Pasal 26 : "Everyone has the right to education'" ;
d) Pasal 28 : "Everyone is entitled to a social and international order in which the right and freedoms" ;
e) Alinea keempat "Prembule" : "Whereas it si essential to promote the development of friendly relation between nations".
b. Di Dalam Batang Tubuh UUD 1945
Walaupun tidak secara menyeluruh dan terperinci seperti UDHR, namun di dalam batang tubuh UUD 1945 juga dijumpai pasal-pasal yang dapat diselaraskan dengan hak asasi yang tercantum dalam UDHR. Antara lain dapat dikembangkan sebagai berikut:26
a) Ketentuan Pasal 1 (2), bahwa "kedaulatan ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat", identik dengan Pasal 21 (l)UDHR:
"Everyone has the right to take part of the government of his country, directly or thr ought freely chosen representative".
b) Juga Pasal 3, bahwa MPR yang menetapkan UUD dan Garis-Garis Besar Haluan Negara, identik dengan Pasal 21(1) UDHR di atas.
c) Pasal-pasal yang berhubungan dengan kewenangan DPR (antara lain Pasal
5 (1), Pasal 11, 20, 21, 22, dan hak warga Negara yang sama di bidang pemerintan (Pasal 27), identik pula dengan Pasal 21 (1) UDHR di atas.
d) Ketentuan Pasal 27 (1) UUD, bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya, identik dengan UDHR :
(1) Pasal 6 {recognition as a person before the law) ;
(2) Pasal 7 {equal protection of the law) ;
(3) Pasal 21 ayat (2) {equal access to public service in one's country) ;
(4) Pasal 1 {equal in dignity and rights) ;
(5) Pasal 2 {entitled to all rights and freedoms without distinction).
(6) Pasal 27 ayat (2) UUD, bahwa tiap warga negara "berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan", identik dengan ketentuan UDHR, antara lain :
(a) Pasal 23 (1) : the right to work and free choice of employment;
(b) Pasal 23 (2) : the right to equal work ;
(c) Pasal 25 (1) : the right to a standard of living.
(7) Pasal 28 UUD yang menjamin "kemerdekaan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pikiran, identik dengan ketentuan UDHR :
(a) Pasal 18 : the right to freedom of thought;
(b) Pasal 19 : the right to freedom of opinion and expression.
(8) Pasal 19 ayat (2) UUD yang menjamin kemerdekaan memeluk agama dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu, identik dengan ketentuan UDHR Pasal 18 : the right to freedom of thought, conscience
and religion (includes freedom to manifest his religion or belief in teaching, practice, worship and observance.
(9) Pasal 30 ayat (2) UUD, bahwa "tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara", identik dengan Pasal 26 (1)
UDHR yaitu "the right to government of his country".
(10) Pasal 31(1) UUD menjamin hak warga negara untuk mendapat pengajaran (pendidikan), identik dengan Pasal 26 (1) UDHR yaitu "the right to education".
(11) Pasal 32 UUD, bahwa "pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia", mengandung di dalamnya hak warga negara

SKRIPSI PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI PASAR MODAL MELALUI PRINSIP MENGENAL NASABAH ( KNOW YOUR CUSTOMER PRINCIPLES ) BERDASARKAN KEPUTUSAN KETUA BAPEPAM

SKRIPSI PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI PASAR MODAL MELALUI PRINSIP MENGENAL NASABAH ( KNOW YOUR CUSTOMER PRINCIPLES ) BERDASARKAN KEPUTUSAN KETUA BAPEPAM

Sunday, January 31, 2016
(0024-HUKUM) SKRIPSI PENCEGAHAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI PASAR MODAL MELALUI PRINSIP MENGENAL NASABAH ( KNOW YOUR CUSTOMER PRINCIPLES ) BERDASARKAN KEPUTUSAN KETUA BAPEPAM

BAB II 
PRINSIP MENGENAL NASABAH DI PASAR MODAL

A. Pengertian Prinsip Mengenal Nasabah
Sebagai salah satu entry bagi masuknya uang hasil tindak kejahatan, pasar modal hams mengurangi resiko digunakannya sebagai sarana pencucian uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi dan memelihara profil nasabah serta melaporkan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan ( suspicious transactions ) yang dilakukan oleh pihak yang menggunakan jasa penyedia jasa keuangan di pasar modal.26.
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau yang lebih dikenal dengan istilah Know Your Customer Principle (KYC principle) yang adalah merupakan prinsip ke-15 dari 25 Core Principles for Effective Banking Supervision dan Basel Committe. Pada awalnya Know Your Customer Principle ( KYC Principle ) yang pertama sekali diterapkan hanya pada lembaga keuangan perbankan saja, dimana Know Your Customer Principle ( KYC Principle ) digunakan untuk mencermati dan mengetahahui identitas nasabah serta memantau kegiatan transaksi nasabah,
26 Adrian Sutedi, TindakPidana Pencucian Uang,Op.Cit, hal 147
Sebagai salah satu entry bagi masuknya uang hasil tindak kejahatan, bank atau perusahaan jasa keuangan lain harus mengurangi resiko digunakannya sebagai sarana pencucian uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi dan memelihara profil nasabah serta melaporkan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan (suspicious transactions) yang dilakukan oleh pihak yang menggunakan jasa bank atau perusahaan jasa keuangan lain. dan termasuk juga melakukan pelaporan jika ternyata terdapat suatu transaksi yang diduga mencurigakan.27
Namun saat ini Prinsip Mengenal Nasabah tau yang dikenal Know Your Customer Principle ( KYC Principle ) tidak hanya diterapkan untuk Lembaga Keuangan Bank, dimana Prinsip Mengenal Nasabah sekarang mulai diterapkan pada Lembaga Keuangan Non Bank termasuk di dalamnya adalah penyedia jasa keuangan di Pasar Modal.
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep- 313/ BL/ 2007 yang telah diperbaharui oleh Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor Kep- 476/ BL/ 2009 Peraturan V.D.10 huruf k menyebutkan bahwa:
"Prinsip Mengenal Nasabah adalah prinsip yang diterapkan Penyedia Jasa Keuangan di bidang Pasar Modal, untuk mengetahui latar belakang dan identitas Nasabah, memantau rekening Efek dan transaksi Nasabah, serta melaporkan transaksi keuangan mencurigakan, dan transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang, termasuk transaksi keuangan yang terkait dengan Pendanaan Kegiatan Terorisme."28
Dalam penerapan Prinsip Mengenal Nasabah ini, penyedia jasa keuangan di Pasar Modal wajib melakukan hal-hal sebagai berikut yaitu :
a. Membentuk unit kerja atau menugaskan anggota direksi atau pejabat setingkat bawah direksi yang menangani penerapan Prinsip Mengenal Nasabah;
b. Menetapkan kebijakan dan prosedur tertulis tentang: 27 Nindyo Pramono,Bunga Rampai Hukum Bisnis Aktual (Bandung:PT.CITRA ADITYA BAKTI,2006),hal219.
1) Penerimaan, identifikasi, dan verifikasi Nasabah;
2) Pemantauan rekening Efek dan transaksi Nasabah, pengki nian data Nasabah, dan ketatausahaan dokumen;
3) Manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah; dan
4) Pelaporan dalam rangka pemenuhan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tindak pidana pencucian uang khususnya pelaporan mengenai transaksi keuangan mencurigakan dan transaksi keuangan yang
dilakukan secara tunai termasuk transaksi keuangan yang terkait dengan Pendanaan Kegiatan Terorisme, yang dituangkan dalam Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah;
c. Menyampaikan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada Bapepam dan LK; dan
d Menyampaikan setiap perubahan atas Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada Bapepam dan LK paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak ditetapkannya perubahan tersebut.29
Dalam hal Manajer Investasi menunjuk Agen Penjual Efek Reksa Dana
maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Kontrak kerjasama penjualan Efek Reksa Dana antara Manajer Investasi dan Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib memuat ketentuan mengenai penerapan Prinsip Mengenal Nasabah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib menerapkan kebijakan Prinsip Mengenal Nasabah yang ditetapkan oleh dan di bawah koordinasi Manajer Investasi;
c. Manajer Investasi wajib bertanggungjawab atas penerapan Prinsip Mengenal Nasabah yang dilakukan melalui Agen Penjual Efek Reksa Dana terhadap Nasabah Reksa Dana;
d. Manajer Investasi wajib memiliki prosedur uji kelayakan dan pengawasan terhadap Agen Penjual Efek Reksa Dana dalam penerapan Prinsip Mengenal Nasabah serta menerapkan prosedur dimaksud; dan
e. Agen Penjual Efek Reksa Dana wajib memberikan informasi data Nasabah kepada Manajer Investasi dengan ketentuan bahwa seluruh data Nasabah hanya dapat digunakan untuk kepentingan aktivitas Reksa Dana yang
bersangkutan. 30
B. Latar Belakang Lahirnya Prinsip Mengenal Nasabah
Pada awalnya Prinsip Mengenal Nasabah atau Know Your Customer Principle dipopulerkan oleh Basel Comittee on Banking Supervision Consultative Document: Customer Due Dilligence for Banks yang merupakan prinsip ke-15 dari 25 Core Principles for Effective Banking Supervision dan Basel Committe.
Prinsip Mengenal Nasabah semakin populer di kalangan perbankan, tidak lepas dari adanya krisis perbankan sekitar tahun 1997 yang lalu yang sampai sekarang belum kunjung berakhir.31 Prinsip Mengenal Nasabah sendiri mulai diberlakukan pada Penyedia Jasa Keuangan di Pasar Modal sejak tahun 2007 sesuai dengan dikeluarkannya Keputusan Ketua Bapepam No 313/BL/2007 Yang diterbitkan pada 28 Agustus 2007. Lalu pada tahun 2009 lahirlah Keputusan Ketua Bapepam No. 476/BL/2009 yang kemudian mengganti Keputusan Ketua Bapepam No.313/BL/2007 tersebut.
Apabila melihat ke belakang, lahirnya Prinsip Mengenal Nasabah di Indonesia sekitar tanggal 18 Juni tahun 2002 dimana Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PB1/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah. Latar belakang bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tersebut adalah karena semakin berkembangnya kegiatan usaha perbankan sehingga bank dihadapkan pada berbagai resiko, baik resiko operasional, hukum, terkonsentrasinya transaksi, maupun resiko reputasi. Ketidakcukupan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dapat memperbesar resiko yang dihadapi bank. Juga dapat mengakibatkan kerugian keuangan yang signifikan bagi bank, baik di sisi aktiva maupun pasiva.32
Menurut Keputusan Ketua Bapepam No. 476/BL/2009 , pada Peraturan V.D.10 Prinsip Mengenal Nasabah adalah prinsip yang diterapkan Penyedia Jasa Keuangan di bidang Pasar Modal, untuk mengetahui latar belakang dan identitas Nasabah, memantau rekening Efek dan transaksi Nasabah, serta melaporkan

SKRIPSI PERAN PENYIDIK DALAM PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

SKRIPSI PERAN PENYIDIK DALAM PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

Sunday, January 31, 2016
(0023-HUKUM) SKRIPSI PERAN PENYIDIK DALAM PENERAPAN DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

BAB II
DIVERSI SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM

A. Latar Belakang Pelaksanaan Divesi
Terminologi internasional yang digunakan untuk menyebut anak yang melakukan pelanggaran hukum adalah "Anak yang Berhadapan dengan Hukum". Sejak disadari bahwa anak juga melakukan pelanggaran hukum, perdebatan tentang bagaimana cara yang terbaik untuk menghadapinya, terus menerus berlangsung. Diversi adalah proses yang telah diakui secara internasional sebagai cara terbaik dan paling efektif dalam menangani anak yang berhadapan dengan hukum. Intervensi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum sangat luas dan beragam, tetapi kebanyakan lebih menekankan pada penahanan dan penghukuman, tanpa peduli betapa ringan nya pelanggaran tersebut atau betapa mudanya usia anak tersebut. Penelitian telah menunjukkan bahwa sekitar 80% dari anak-anak yang diketahui Polisi melakukan pelanggaran hukum hanya akan melakukannya satu kali itu saja, jadi penggunaan sumber-sumber sistem peradilan yang 'menakutkan' untuk menangani anak-anak ini sesungguhnya sangat tidak berdasar, kecuali benar-benar diperlukan.57
Selain itu didapati bahwa jumlah kekerasan terhadap anak pada tahun 2009 meningkat mencapai 1.998 kasus. Selain kuantitas, jenis dan variasi kekerasan pun cenderung berkembang. Sekjen Komnas Anak Arist Merdeka Sirait mengatakan: 58
"Yang paling dominan adalah jenis kekerasan seksual seperti pencabulan, perkosaan, sodomi, dan incast yang mencapai 62,7 persen. Sedangkan sisanya berupa pencurian, narkoba, kekerasan, dan sejenisnya, Tingginya kasus anak sebagai korban maupun pelaku kejahatan telah membuat jumlah anak yang berhadapan dengan hukum terus meningkat. Dan hampir semua kasus tersebut berujung pada pemidanaan dan penjara dengan jumlah sekitar 5.308 anak".
Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan kriminal sangat dipengaruhi beberapa faktor lain di luar diri anak seperti pergaulan, pendidikan, teman bermain dan sebagainya. Untuk melakukan perlindungan terhadap anak dari pengaruh proses formal sistem peradilan pidana maka timbul pemikiran manusia atau para ahli hukum dan kemanusiaan untuk membuat aturan formal tindakan mengeluarkan {remove) seorang anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindak pidana dari proses peradilan pidana dengan memberikan alternatif lain yang dianggap lebih baik untuk anak. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka lahirlah konsep diversion yang dalam istilah bahasa Indonesia disebut diversi atau pengalihan.59
Pelaksanaan diversi dilatarbelakangi keinginan menghindari efek negatif terhadap jiwa dan perkembangan anak oleh keterlibatannya dengan sistem peradilan pidana. Pelaksanaan diversi oleh aparat penegak hukum didasari oleh kewenangan aparat penegak hukum yang disebut discretion atau 'diskresi'.60
Diskresi61 adalah wewenang dari aparat penegak hukum yang menangani kasus tindak pidana untuk mengambil tindakan meneruskan perkara atau menghentikan perkara, mengambil tindakan tertentu sesuai dengan kebijakannya.62 Tujuan dari diversi adalah untuk mendapatkan cara menangani pelanggaran hukum di luar pengadilan atau sistem peradilan yang formal. Ada kesamaan antara tujuan diskresi dan diversi.
Dalam praktek penanganan anak yang berhadapan dengan hukum pada tingkat kepolisian sebagai pelaku maupun baik bagai saksi/korban tidak mempedomani peraturan-peraturan tentang anak seperti:63
1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1974 tentang Kesejahteraan Anak;
2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak;
3. Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
4. Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Polri;
5. Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anesota Polri.
6. Lahirnya kewenangan diskresi pada kepolisian didasarkan pada Undang-Undang No.2
tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Replik Indonesia, Pasal 18 ayat (1) dan (2) yang berbunyi :
Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan
tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. (2) Pelaksanaan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu
dengan memperhatikan peraturan perundangundangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Sehingga Polri dinilai tidak/belum professional dan proportional karena belum memperlihatkan sensitivitas terhadap dampak psikologis yang timbul akibat proses hukum serta belum berorientasi pada kepentingan terbaik anak sebagai prioritas pertimbangan dan acuan dalam mengambil keputusan ketika menangani kasus anak yang berhadapan dengan hukum, yang ditandai masih ditemukannya praktek-praktek:
1. Terhadap anak sebagai pelaku, ditemukan praktek mencukur rambut kepala anak dengan tidak memperhatikan kepatutan dan estetika, mengambil uang/ barang milik anak padahal uang/barang tersebut tidak berhubungan dengan perkara, menyuruh anak membersihkan Kantor Polisi, atau mencuci mobil, memberi hukuman fisik, menelanjangi, aniaya, membentak, menempatkan anak dalam satu kamar dengan tahanan dewasa, mempublikasikan anak kepada media, dll.64
2. Terhadap anak sebagai korban, tidak digunakan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai pasal pokok yang menjadi dasar dalam menegakkan hak-hak anak sebagai korban serta masih mempublikasikan gambar anak, identitas anak beserta keluarganya.65
3. Masih cenderung menyelesaikan perkara anak sebagai pelaku dengan menggunakan sistem hukum formal dan masih sangat miskin kreativitas dalam mencari alternatif penyelesaian permasalahan anak
di luar hukum formal/ pengadilan. Sebagai tambahan, Menurut Suryani Guntari (Staff Advokasi pada Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) pada proses penyidikan yang dilakukan pada tingkat kepolisian masih ditemukannya kekerasan yang dilakukan terhadap anak yang melakukan tindak pidana, seperti pemaksaan dan intimidasi agar anak mengakui perbuatannya. Bahkan pada saat pemeriksaan anak tidak didampingi oleh orang dewasa, seperti orang tuanya. 66
Hal ini sesuai dengan penuturan salah seorang pelaku berinisial "SRS" bemsia 14 (empat belas tahun) pada saat kejadian bekerja di salah satu door smeer yang ada di Medan Tuntungan yang dituduhkan melakukan pencurian dengan pemberatan atas sebuah sepeda motor di daerah Medan Tuntungan, yang sampai saat ini masih ditahan.
"Hari itu, 16 November 2009 setelah selesai mencuci sepeda motor jenis Yamaha Jupiter MX Warna Hitam di salah satu door smeer di daerah medan tuntungan, saya bermaksud mengantarkannya kepada pemiliknya, namun ketika tiba di rumah pemilik kendaraan tersebut, pintu rumahnya tertutup dan pemiliknya tidak ada di rumah. Jadi karena takut meninggalkannya, maka saya membawa sepeda motor tersebut berkeliling di daerah tersebut. Namun kira-kira pukul 19.00 wib tiba-tiba saya di tangkap oleh dua orang berbaju biasa yang pada saat itu mengaku sebagai polisi, pada saat pemeriksaan saya dipaksa, serta ditampar agar mengatakan bahwa saya mencuri".67
Menurut konsep diversi dan restorative justice dalam penanganan kasus anak di Kepolisan yang berhadapan dengan hukum, yang dikeluarkan oleh Kabareskrim Polri disebutkan, karena sifat avonturir anak, pemberian hukuman terhadap anak bukan semata-mata untuk menghukum tetapi mendidik kembali dan memperbaki kembali. Menghindarkan anak dari eksplolasi dan kekerasan, akan lebih baik apabila diversi dan apabila dihukum maka tidak efektif.68
Konsep diversi juga didasarkan pada kenyataan proses peradilan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana lebih banyak menimbulkan bahaya daripada kebaikan. Alasan dasarnya yaitu pengadilan akan

SKRIPSI PERANAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

SKRIPSI PERANAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Sunday, January 31, 2016
 (0022-HUKUM) SKRIPSI PERANAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK) DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB 2 
TINJAUAN UMUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

2.1. Tindak Pidana Pencucian Uang Secara Umum 
2.1.1. Pengertian Pencucian Uang
Istilah money laundering dalam Bahasa Indonesia dapat diterjemahkan secara harfiah sebagai pencucian uang atau sesuai dengan suatu konsep yang telah dikenal di Indonesia sebagai "pemutihan uang". Terjemahan yang kedua tidaklah begitu tepat karena dalam konsep hukum di Indonesia:
"pemutihan (uang)" tidak selalu harus bersifat melawan hukum, karena dapat dilakukan atas anjuran pemerintah, seperti dalam anjuran untuk menyimpan uang di bank-bank sebagai deposito tanpa akan ditanyakan asal-usul uang tersebut.21
Money laundering secara umum dapat dirumuskan:
suatu proses dengan mana seseorang menyembunyikan penghasilannya yang berasal dari sumber ilegal dan kemudian menyamarkan penghasilan tersebut agar tampak legal (money laundering is the process by which one conceals the existence of it illegals sources, or it illegal application of the income and than disguises that income, to make it appear legimate). Dengan perkataan lain perumusan tersebut berarti suatu proses yang merubah uang haram (dirty money) atau uang yang diperoleh dari aktivitas ilegal menjadi uang halal (legimate money).22
Adapun beberapa definisi mengenai pencucian uang antara lain:
1. Term used deccribe investment of other tansfer of money flowing from racket steering, drugs transaction, and other illegal sources into legitimate channels so that original sources canot be traced.23
2. To exchange or to invest money in such away as to conceal that it come from illegal or improper sources.24
3. Sarah N. Welling mengemukakan bahwa: Money laundering is the process by which one conceals the exsistance, illegal sources, or illegal aplication of come, and than disguises that income to make it appear legitimate.
4. David Fraser mengemukakan bahwa: Money laundering is quite simply the process through which "dirty" money (proceeds of crime), is washed through "clean " or legitimate sources and enterprises so that the "bad guys" may more safely enjoy their ill' gotten gains.26
5. Pamela H. Bucy mengemukakan bahwa:
Money laundering is the concealment of the existance, nature or illegal source of illicit funds in such manner that the fund will appear legitimate if discovered.27
6. To launder money that has been illegally obtained means to send it abroad to a foreign bank, so that when it is brought back into the country nobody knows that it was illegally obtained.28
7.  To exchange or invest money in such a way as to conceal that it
come from an illegal or improper source.
Berdasarkan pengertian asing tersebut konsep yang paling dasar dari "pencucian uang", yaitu memakai fasilitas perbankan di dalam dan luar negeri. Untuk Indonesia yang menganut kebijakan "bebas lalu lintas devisa" cara ini sangat mudah digunakan.
Bentuk ini kegiatan melawan hukum tersebut dapat dilakukan melalui transaksi perbankan, lembaga keuangan non-bank, money changer, bursa saham atau penanaman modal di perusahaan-perusahaan yang sah lainnya. Dorongan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan tabungan nasional dan investasi modal dari dalam dan luar negeri akan memudahkan cara pencucian uang.30
Pencucian uang dipergunakan sebagai istilah yang menggambarkan investasi uang atau transaksi uang secara lain, yang berasal dari kegiatan kejahatan terorganisir, transaksi tidak sah di bidang narkotika, dan sumber-sumber tidak sah lainnya, dengan tujuan investasi atau transaksi agar uang tersebut melalui saluran-saluran sah, sehingga sumber asli (asal) tidak dapat dilacak kembali (penghapusan jejak untuk menelusuri sumber asal uang tidak sah).31
Pencucian uang dapat juga dilakukan oleh seseorang yang dengan sengaja menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menyembunyikan atau menyamarkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama orang lain.32 Selain itu, seseorang dapat dikatakan melalui pencucian uang apabila menerima atau menguasai penempatan,
mentransferkan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, dan penukaran harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.33
Berdasarkan uraian-uraian pengertian pencucian uang tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tindak pidana pencucian uang (money laundering) adalah suatu rangkaian kegiatan memproses harta kekayaan yang berasal dari suatu kejahatan dengan maksud menyembunyikan dan menyamarkan atau menghilangkan jejak sumber harta kekayaan ke dalam sistem keuangan sehingga setelah keluar dari sistem keuangan tersebut menjadi harta kekayaan yang sah, merupakan perbuatan yang dilarang oleh suatu auran hukum (kejahatan), larangan mana disertai ancama (sanksi) berupa pidana tertentu bagi barangsiapa yang melakukan.
2.1.2. Sejarah Pencucian Uang
Masalah pencucian uang atau money laundering sebenarnya telah lama dikenal, yaitu semenjak tahun 1930. Istilah tersebut merujuk kepada tindakan mafia yang memproses hasil kejahatannya untuk dicampur dengan bisnis yang sah. Tindakan ini bertujuan agar uang kotor tersebut menjadi bersih atau nampak sebagai uang sah.34
Istilah money laundering berasal dari kegiatan para mafia yang membeli perusahaan-perusahaan pencucian pakaian (laundromat) sebagai tempat menginvestasikan atau mencampurkan hasil kejahatan mereka yang sangat besar dari hasil pemerasan, penjualan ilegal minuman keras, perjudian dan pelacuran.35
Perusahaan ini dibeli oleh para mafia dan kriminal di Amerika Serikat dengan dana yang mereka peroleh dari hasil kejahatannya. Selanjutnya perusahaan laundry ini mereka pergunakan untuk menyembunyikan uang yang mereka hasilkan dari hasil kejahatan dan transaksi illegal sehinga tampak seolah- olah berasal dari sumber yang halal.36 Seandainya yang dipilih oleh para mafia pada waktu itu bukan bisnis laundry barangkali yang akan muncul juga bukan istilah money laundering. Apabila dilihat dari tujuannya, maka proses tersebut dimaksudkan untuk mengubah atau menyamarkan hasil kejahatan, sehingga bisa menggunakan istilah washing atau bahkan whitening. Hal ini karena memang uang itu dicuci atau diputihkan, tetapi ternyata tidak, yang digunakan adalah istilah money laundering.
Berkenaan dengan sejarah istilah money laundering, Jefry Robinson mengemukakan sebagai berikut:
The lifeblood of drug dealers, fraudsters, smugglers, kidnappers, arms dealers, terrorist, extortionist, and tax evaders, myth has it that the term was coined by Al Capone, who like his arc rival George 'Bugs' Moran, used a string of coined operated Laundromats scatted around Chicago to disguise his revenue from gambling, prostitution, racketeering and violation of the Prohibition laws.
Pencucian uang atau money laundering sebagai sebutan sebenarnya belum lama dipakai. Penggunaan istilah money laundering pertama kali dipergunakan di surat kabar dikaitkan dengan pemberitaan skandal Watergate di Amerika Serikat pada tahun 1973. Penggunaan istilah tersebut dalam konteks pengadilan atau hukum muncul untuk pertama kalinya pada tahun 1982 dalam perkara US vs $4,255,625.39(82) 551 F Supp.314. Sejak saat itu, istilah tersebut telah diterima dan dipergunakan secara luas di seluruh dunia.38
2.1.3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pencucian Uang
Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan perseorangan maupun perusahaan dalam batas wilayah negara maupun melintasi batas wilayah negara lain semakin meningkat. Kejahatan dimaksud berupa drug trafficking/sales,

SKRIPSI PERANAN VISUM ET REFERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

SKRIPSI PERANAN VISUM ET REFERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

Sunday, January 31, 2016
(0021-HUKUM) SKRIPSI PERANAN VISUM ET REFERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

BAB II
TINJAUAN MENGENAI TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN, TINDAK
PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN, DAN
TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN.

A. TINDAK PIDANA PENGANI AYAAN 
1. Pengertian Penganiayaan
Penganiayaan adalah istilah yang digunakan KUHP untuk tindak pidana terhadap tubuh. Namun KUHP sendiri tidak memuat arti penganiayaan tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti penganiayaan adalah: "Perlakuan yang sewenang-wenang".
Pengertian yang dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut adalah pengertian dalam arti luas, yakni yang termasuk menyangkut "perasaan" atau "batiniah". Sedangkan penganiayaan yang dimaksud dalam Hukum Pidana adalah menyangkut tubuh manusia.
Meskipun pengertian penganiayaan tidak ada dimuat dalam KUHP, namun kita dapat melihat pengertian penganiayaan menurut pendapat sarjana, Doktrin, dan penjelasan Menteri Kehakiman.
Menurut Mr. M.H. Tirtaamidjaja, Pengertian penganiayaan adalah sebagai berikut: "Menganiaya ialah dengan sengaja menyebabkan sakit atau luka pada orang lain. Akan tetapi perbuatan yang menyebabkan sakit atau luka pada orang lain, tidak dapat dianggap sebagai penganiayaan kalau perbuatan itu dilakukan untuk menambah keselamatan badan."12
Sedangkan menurut Penjelasan Menteri Kehakiman pada waktu pembentukan Pasal 351 KUHP dirumuskan, antara lain:
1) Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk memberikan penderitaan badan kepada orang lain, atau
2) setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merugikan kesehatan badan orang lain.13
Sementara dalam ilmu pengetahuan hukum pidana atau doktrin, penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain.
Berdasarkan doktrin diatas bahwa setiap perbuatan yang dengan sengaja menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh merupakan penganiayaan yang terhadap pelakunya diancam pidana. Padahal dalam kehidupan sehari-hari cukup banyak perbuatan yang dengan sengaja menimbulkan rasa sakit ataupun luka tubuh yang terhadap pelakunya tidak semestinya diancam dengan pidana. Sebagai contoh dapat dikemukakan:
1. Seorang guru yang memukul muridnya karena tidak mengerjakan tugas ii. Seorang dokter yang melukai tubuh pasien dalam operasi.
Bertolak dari adanya kelemahan yang cukup mendasar tersebut, dalam perkembangannya muncul yurisprudensai yang mencoba menyempurnakan Arrest Hooge Raad tanggal 10 Februari 1902, yang secara substansial menyatakan:
Jika menimbulkan luka atau sakit pada tubuh bukan menjadi tujuan, melainkan suatu sarana belaka untuk mencapai suatu tujuan yang patut, maka tidaklah ada penganiayaan. Contohnya dalam batas-batas yang diperlukan seorang guru atau orang tua memukul seorang anak.14
Berdasarkan yurisprudensi ini tersimpul pendapat, bahwa tidak setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh merupakan penganiayaan.
Berdasarkan Arrest Hooge Raad dan doktrin diatas, maka menurut Adami Chazawi penganiayaan dapat diartikan sebagai: "Suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja yang ditujukan untuk menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh orang lain, yang akibat mana semata-mata merupakan tujuan si petindak" 15
2. Unsur-unsur Penganiayaan
Berdasarkan pengertian tindak pidana penganiayaan diatas maka rumusan penganiayaan memuat unsur-unsur sebagai berikut: d. Unsur kesengajaan;
b. Unsur perbuatan;
c. Unsur akibat perbuatan (yang dituju) yaitu:
i. rasa sakit, tidak enak pada tubuh; ii. luka tubuh;
d. Akibat mana menjadi satu-satunya tujuan si pelaku
Untuk lebih memperjelas tindak pidana penganiayaan sebagaimana terurai diatas, berikut ini akan diuraikan makna dari masing-masing unsur tersebut.
a. unsur kesengajaan
Dalam tindak pidana penganiayaan unsur kesengajaan hams diartikan sebagai sebagai kesengajaan sebagai maksud. Berbeda dengan tindak pidana lain seperti pembunuhan, unsur kesengajaan harus ditafsirkan secara luas yaitu meliputi kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai kepastian dan kesengajaan sebagai kemungkinan.
Dengan penafsiran bahwa unsur kesengajaan dalam tindak pidana penganiayaan ditafsir sebagai kesengajaan sebagai maksud (opzet alsa ogmerk), maka seorang baru dapat dikatakan melakukan tindak pidana penganiayaan, apabila orang itu mempunyai maksud menimbulkan akibat berupa rasa sakit atau luka pada tubuh. Jadi, dalam hal ini maksud orang itu haruslah ditujukan pada perbuatan dan rasa sakit atau luka pada tubuh.
Walaupun secara prinsip kesengajaan dalam tindak pidana penganiayaan harus ditafsirkan sebagai kesengajaan sebagai maksud, namun dalam hal-hal tertentu kesengajaan dalam penganiayaan juga dapat ditafsirkan sebagai kesengajaan sebagai kemungkinan.16 Hal ini pernah dilakukan Hooge Raad dalam arrestnya tanggal 15 Januari 1934, yang menyatakan:
Kenyataan bahwa orang telah melakukan suatu tindak pidana yang besar kemungkinan dapat menimbulkan perasaan sangat sakit pada orang lain itu merupakan suatu penganiayaan. Tidak menjadi soal bahwa dalam kasus ini opzet pelaku telah tidak ditujukan untuk menimbulkan perasaan sangat sakit seperti itu melainkan telah ditujukan kepada perbuatan untuk melepaskan diri dari penangkapan oleh seorang pegawai polisi.17
Bertolak dari Arrest Hoge Raad diatas tersimpul, bahwa kemungkinan terhadap terjadinya rasa sakit yang semestinya dipertimbangkan oleh pelaku tetapi tidak dilakukannya sehingga karena perbuatan yang dilakukannya itu menimbulkan rasa sakit, telah ditafsirkan sebagai penganiayaan. Dalam hal ini sekalipun pelaku tidak mempunyai maksud untuk menimbulkan rasa sakit dalam perbuatannya, tetapi ia tetap dianggap melakukan penganiayaan atas pertimbangan, bahwa mestinya ia sadar bahwa perbuatan yang dilakuaknnya itu sangat mungkin menimbulkan rasa sakit.
Namun demikian penganiayaan itu bisa ditafsirkan sebagai kesengajaan dengan sadar akan kemungkinan, tetapi penafsiran tersebut juga terbatas pada adanya kesengajaan sebagai kemungkinan terhadap akibat. Artinya dimungkinkan penafsiran secara luas terhadap unsur kesengajaan itu yaitu kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai kemungkinan bahkan kesengajaan sebagai kepastian, hanya dimungkinkan terhadap akibatnya. Sementara terhadap perbuatan itu haruslah merupakan tujuan pelaku.
b. unsur perbuatan
Yang dimaksud dengan perbuatan dalam penganiayaan adalah perbuatan dalam arti positif Artinya perbuatan tersebut haruslah merupakan aktivitas atau kegiatan dari manusia dengan menggunakan (sebagian) anggota tubuhnya sekalipun sekecil apapun perbuatan itu. Selain bersifat positif, unsur perbuatan dalam tindak pidana penganiayaan juga bersifat abstrak. Artinya penganiayaan itu bisa dalam berbagai bentuk perbuatan seperti memukul, mencubit, mengiris, membacok, dan sebagainya.
c. unsur akibat yang berupa rasa sakit dan luka tubuh
Rasa sakit dalam konteks penganiayaan mengandung arti sebagai terjadinya atau timbulnya rasa sakit, rasa perih, tidak enak atau penderitaan.
Sementara yang dimaksud dengan luka adalah adanya perubahan dari tubuh, atau terjadinya perubahan rupa tubuh sehingga menjadi berbeda dari keadaan tubuh sebelum terjadinya penganiayaan. Perubahan rupa itu misalnya lecet-lecet pada kulit, putusnya jari tangan, bengkak-bengkak pada anggota tubuh dan sebagainya.
Unsur akibat - baik berupa rasa sakit atau luka - dengan unsur perbuatan harus ada hubungan kausal. Artinya harus dapat dibuktikan, bahwa akibat yang berupa rasa sakit atau luka itu merupakan akibat langsung dari perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Tanpa adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan akibat ini, maka tidak akan dapat dibuktikan adanya tindak pidana penganiayaan.
d. akibat mana yang menjadi tujuan satu-satunya
Unsur ini mengandung pengertian, bahwa dalam tindak pidana penganiayaan akibat berupa dasa sakit atau luka pada tubuh itu haruslah merupakan tujuan satu-satunya dari pelaku. Artinya pelaku memang menghendaki timbulnya rasa sakit atau luka dari perbuatan (penganiayaan) yang dilakukannya. Jadi, untuk adanya penganiayaan harus dibuktikan bahwa rasa sakit atau luka pada tubuh itu menjadi tujuan dari pelaku.
Apabila akibat yang berupa rasa sakit atatu luka itu bukan menjadi tujuan dari pelaku tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain yang patut, maka dalam hal ini tidak terjadi penganiayaan.

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SEKOLAH DASAR (SD) TENTANG SANITASI DASAR DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)

SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SEKOLAH DASAR (SD) TENTANG SANITASI DASAR DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)

Wednesday, January 27, 2016
( 0027-FKM) SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP SISWA SEKOLAH DASAR (SD) TENTANG SANITASI DASAR DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)

BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sanitasi Dasar
Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitikberatkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. (Azwar,1995).
Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah dan saluran pembuangan air limbah. 2.1.1. Penyediaan Air Bersih
Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia sepanjang masa. Air mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan. Apabila tidak diperhatikan maka air yang dipergunakan masyarakat dapat mengganggu kesehatan manusia. untuk mendapatkan air yang baik, sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari hasil kegiatan manusia, baik limbah dari kegiatan industri dan kegiatan lainnya (Wardhana, 2004).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 416/MenKes/Per/IX/1990, yang di maksud air bersih adalah air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah di masak. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan.
Sarana sanitasi air adalah bangunan beserta peralatan dan perlengkapannya yang menghasilkan, menyediakan dan membagi-bagikan air bersih untuk masyarakat. Jenis sarana air bersih ada beberapa macam yaitu PAM, sumur gali, sumur pompa tangan dangkal dan sumur pompa tangan dalam , tempat penampungan air hujan, penampungan mata air, dan perpipaan. Sirkulasi air, pemanfaatan air, serta sifat-sifat air memungkinkan terjadinya pengaruh air terhadap kesehatan. Secara khusus, pengaruh air terhadap kesehatan dapat bersifat langsung maupun tidak langsung (Slamet, 2002). 1 .Manfaat Air
Pemanfaatan air untuk berbagai keperluan adalah (Usman D, 2000):
1. Untuk keperluan air minum.
2. Untuk kebutuhan rumah tangga I (cuci pakaian, cuci alat dapur, dan Iain- lain).
3. Untuk kebutuhan rumah tangga II (gelontor, siram-siram halaman)
4. Untuk konservasi sumber baku PAM.
5. Taman Rekreasi (tempat-tempat pemandian, tempat cuci tangan).
6. Pusat perbelanjaan (khususnya untuk kebutuhan yang dikaitkan dengan proses kegiatan bahan-bahan/ minuman, WC dan Iain-lain).
7. Perindustrian I (untuk bahan baku yang langsung dikaitkan dalam proses membuat makanan, minuman seperti the botol, coca cola, perusahaan roti dan Iain-lain).
8. Pertanian/ irigasi
9. Perikanan.
2. Syarat Air Bersih
Pemenuhan kebutuhan akan air bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas (Depkes RI, 2005).
a. Syarat Kuantitatif
Syarat kuantitatif adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar.
Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter, taman 11,8 liter, cuci kendaraan 21,8 liter, wudhu 16,2 liter, Iain-lain 33,3 liter (Slamet, 2007).
b. Syarat Kualitatif
Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, radioaktivitas, dan mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2007). 1. Parameter Fisik
Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak keruh atau jernih, dan dengan suhu sebaiknya di bawah suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman, dan jumlah zat padat terlarut (TDS) yang rendah.
a) Bau
Air yang berbau selain tidak estetis juga tidak akan disukai oleh masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air.
b) Rasa
Air yang bersih biasanya tidak memberi rasa/tawar. Air yang tidak tawar dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan.
c) Warna
Air sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetis dan untuk mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna. Warna dapat disebabkan adanya tannin dan asam humat yang terdapat secara alamiah di air rawa, berwarna kuning muda, menyerupai urin, oleh karenanya orang tidak mau menggunakannya. Selain itu, zat organik ini bila terkena khlor dapat membentuk senyawa-senyawa khloroform yang beracun. Warna pun dapat berasal dari buangan industri.
d) Kekeruhan
Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun yang organik. Zat anorganik biasanya berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga merupakan sumber kekeruhan.
e) Suhu
Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan, menghambat reaksi-reaksi biokimia di dalam saluran/pipa, mikroorganisme pathogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum air dapat menghilangkan dahaga.
f) Jumlah Zat Padat Terlarut
Jumlah zat padat terlarut (TDS) biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik, dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadaran akan naik pula. Selanjutnya efek TDS ataupun kesadahan terhadap kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah tersebut.
2. Parameter Mikrobiologis
Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus bebas dari bakteri pathogen. Bakteri golongan coli tidak merupakan bakteri golongan pathogen, namun bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri pathogen.
3. Parameter Radioaktifitas
Dari segi parameter radioaktivitas, apapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi.
4. Parameter Kimia
Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain air raksa (Hg), alumunium (Al), Arsen (As), barium (Ba), besi (Fe), Flourida (F), Kalsium (Ca), derajat keasaman (pH), dan zat kimia lainnya. Air sebaiknya tidak asam dan tidak basa (Netral) untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air. pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5 - 9. 3. Pengaruh air bagi Kesehatan
Air dalam keadaan manusia, selain memberikan manfaat yang menguntungkan dapat juga memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan. air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media penularan penyakit karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut (Slamet, 2002).
Penyakit yang dapat ditularkan melalui air : (Kusnoputranto, 2000)
1. Water Borne Disease
Water Borne Disease Adalah penyakit yang di tularkan langsung melalui air minum, dimana air minum tersebut mengandung kuman pathogen dan terminum oleh manusia maka dapat menimbulkan penyakit. Penyakit- penyakit tersebut antara lain adalah penyakit cholera, Thypoid, Hepatitis infektiosa, Dysentri dan Gastroentritis.
2. Water Washed Disease
Water Washed Disease Adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air untuk pemeliharaan hygiene perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat terutama alat dapur dan alat makan. Dengan terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang cukup maka penularan penyakit-penyakit tertentu pada manusia dapat dikurangi. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh cara penularan, diantaranya adalah penyakit infeksi saluran pencernaan. Salah satu penyakit infeksi saluran pencernaan adalah diare, penularannya bersifat fecal-oral.
3. Water Based Disease
Water Based Disease Adalah penyakit yang ditularkan oleh bibit penyakit yang sebagian besar siklus hidupnya di air seperti Schistosomiasis. Larva schistoma hidup di dalam keong air. Setelah waktunya larva ini akan mengubah bentuk menjadi carcaria dan menembus kulit (kaki) manusia yang berada di dalam air tersebut.
4. Water Related Insect Vectors
Water Related Insect Vectors Adalah penyakit yang di tularkan melalui vektor yang hidupnya tergantung pada air misalnya malaria, demam berdarah, filariasis, yellow fever dan sebagainya. 2.1.2. Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)
Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faces), air seni (urine) dan CO2 sebagai hasil dari proses pernafasan. Pembuangan Kotoran manusia dalam ilmu kesehatan lingkungan dimaksudkan hanya tempat pembuangan tinja dan urine, pada umumnya disebut latrine, jamban atau kakus (Notoatmodjo, 2003).
Penyediaan sarana jamban merupakan bagian dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya. Ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan pembuangan kotoran yang tidak saniter akan dapat mencemari lingkungan terutama tanah dan sumber air.
Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain ; thypus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang dan pita), schistosomiasis dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban tersebut sehat jika memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut: (DepKes RI, 1998) 1. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban
2. Tidak mengotori air permukaan disekitarnya
3. Tidak mengotori air tanah disekitarnya
4. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama Mat dan kecoa dan binatang lainnya
5. Tidak menimbulkan bau
6. Mudah digunakan dan dipelihara
7. Desainnya sederhana
8. Murah
2.1.3. Pembuangan Air Limbah
Air limbah atau air kotoran adalah air yang tidak bersih dan mengandung berbagai zat yang bersifat membahayakan kehidupan manusia atau hewan dan lazimnya muncul karena hasil perbuatan manusia termasuk industrialisasi (Azwar,1995).
Dalam kehidupan sehari-hari pengelolaan air limbah dilakukan dengan cara menyalurkan air limbah tersebut jauh dari tempat tinggal tanpa diolah sebelumnya. Air buangan yang dibuang tidak saniter dapat menjadi media perkembangbiakan mikroorganisme pathogen, larva nyamuk ataupun serangga yang dapat menjadi media transmisi penyakit.
A. Sarana pembuangan limbah
Sarana pembuangan air limbah yang sehat hams memenuhi persyaratan teknis sebagai berikut (DepKes RI, 1993) :
1. Tidak mencemari sumber air bersih
2. Tidak menimbulkan genangan air yang menjadi sarang serangga/nyamuk
3. Tidak menimbulkan bau
4. Tidak menimbulkan becek, kelembaban dan pandangan yang tidak menyenangkan
B. Dampak dari Pencemaran Limbah
Pengelolaan air buangan yang tidak baik akan berakibat buruk terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Beberapa akibatnya yaitu (Kusnoputranto, 2000) :
1. Akibat Terhadap Lingkungan
Air buangan limbah dapat menjadi sumber pengotoran, sehingga bila tidak dikelola dengan baik akan dapat menimbulkan pencemaran terhadap air permukaan, tanah atau lingkungan hidup dan terkadang dapat dapat menimbulkan bau serta pemandangan yang tidak menyenangkan.
2. Akibat Terhadap Kesehatan Masyarakat
Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air buangan dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat. Air buangan dapat menjadi media tempat berkembangbiaknya mikroorganisme pathogen, larva nyamuk ataupun serangga lainnya dan juga dapat menjadi media transmisi penyakit seperti cholera, thypus dan lainnya.
2.1.4. Pengelolaan Sampah
Para ahli kesehatan masyarakat menyebutkan sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi ataupun sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2003).
Pengelolaan sampah adalah meliputi penyimpanan, pengumpulan dan pemusnahan sampah yang dilakukan sedemikian rupa sehingga sampah tidak mengganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup (Notoatmodjo, 2003). a) Penyimpanan sampah
Penyimpanan sampah adalah tempat sampah sementara sebelum sampah tersebut dikumpulkan, untuk kemudian diangkut serta dibuang (dimusnakan) dan untuk itu perlu disediakan tempat yang berbeda untuk macam dan jenis sampah tertentu.maksud dari pemisahan dan penyimpanan disini ialah untuk memudahkan pemusnahannya. Syarat-syarat tempat sampah antara lain :
i. Konstruksinya kuat agar tidak mudah bocor, untuk mencegah berseraknya
sampah ii. Mempunyai tutup,mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan, sangat
dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan
iii. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh satu orang.
b) Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah menjadi tanggung jawab dari masing-masing rumah tangga atau institusi yang menghasilkan sampah. oleh sebab itu setiap rumah tangga atau institusi hams mengadakan tempat khusus untuk mengumpulkan sampah, kemudian dari masing-masing tempat pengumpulan sampah tersebut harus diangkut ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) dan selanjutnya ke Tempat Penampungan Akhir (TPA).
Mekanisme sistem atau cara pengangkutannya untuk daerah perkotaan adalah tanggung jawab pemerintah daerah setempat, yang didukung oleh partisipan masyarakat produksi sampah, khusunya dalam hal pendanaan. Sedangkan untuk daerah perdesaan pada umumnya sampah dapat dikelola oleh masing-masing keluarga tanpa memerlukan TPS maupun TPA. Sampahnya umumnya dibakar atau dijadikan pupuk.
c) Pemusnahan Sampah
Pemusnahan atau pengelolaan sampah dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain :
1. Ditanam {landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang diatas tanah kemudian sampah dimasukan dan ditimbun dengan sampah.
2. Dibakar {incenarator) yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di dalam tengku pembakaran.