SKRIPSI PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN DI KANTOR IMIGRASI DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

Sunday, January 31, 2016
(0027-HUKUM) SKRIPSI PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENANGKALAN DI KANTOR IMIGRASI  DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN


BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori 
1. Tinjauan tentang Penegakan hukum
Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan kandungan hukum ini bersifat abstrak. Penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum secara konkret merupakan berlakunya hukum positif dalam praktek sebagaimana seharusnya dipatuhi. Oleh karena itu memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan menemukan hukum secara nyata dalam mempertahankan dan menjamin dipatuhi nya hukum materiil dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal penegakan hukum merupakan proses yang melibatkan banyak hal. Pada dasarnya ada 5 (lima) hal yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu:
a. faktor hukumnya sendiri.
b. faktor penegak hukum yaitu pihak-pihak yang membentuk atau menerapkan hukum tersebut.
c. faktor saran atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
d. faktor masyarakat yaitu lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan.
e. faktor kebudayaan yaitu sebagai hasil karya cipta, rasa dan karsa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup.
Penegakan hukum dalam negara dilakukan secara preventif dan represif. Penegakan secara preventif dimaksudkan untuk mencegah agar tidak dilakukannya pelanggaran hukum oleh warga masyarakat dan tugas ini pada umumnya diberikan pada badan-badan eksekutif atau kepolisian. Sedangkan penegakkan hukum represif dilakukan apabila usaha preventif telah dilakukan tapi ternyata masih juga ada pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum harus ditegakkan secara represif oleh aparat-aparat penegak hukum yang diberi wewenang yustisionil. Penegakan hukum represif pada tingkat operasional didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara struktural terpisah satu sama lain, namun tetap berada dalam kerangka penegakkan hukum. Pada tahap pertama, penegak kan hukum represif diawali dari lembaga Kepolisian, berikutnya Kejaksaan kemudian diteruskan ke lembaga Pengadilan dan berakhir pada Lembaga Permasyarakatan.
Penegakan hukum yang berkeadilan tidak lepas dari landasan etis dan moral. Penegasan ini bukanlah tidak beralasan, selama kurun waktu empat dasawarsa, bangsa Indonesia hidup dalam ketakutan, ketidakpastian hukum dan hidup dalam tekanan. Apa yang sesungguhnya dialami tidak lain adalah pencabikan moral bangsa sebagai akibat dari kegagalan bangsa ini dalam menata manajemen pemerintahannya yang berlandaskan hukum.
Penegakan hukum adalah suatu proses yang rumit dan panjang karena di dalamnya terdapat subjek hukum yang mempersepsikan hukum menurut kepentingan masing-masing. Faktor moral sangat berperan dalam menentukan corak hukum suatu bangsa. Hukum dibuat tanpa landasan moral, dapat dipastikan tujuan hukum yang berkeadilan tidak mungkin akan terwujud.
2. Tinjauan Tentang Pidana
a. Pengertian Pidana
Istilah "hukuman" yang merupakan istilah umum serta mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat mempunyai arti yang bersifat konotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tapi juga istilah sehari-hari di bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya. Oleh karena itu "pidana" merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan cirri-ciri atau sifat-sifat yang khas. Untuk memberikan gambaran yang lebih luas, berikut ini
dikemukakan beberapa pendapat, seperti berikut ini:
1) Soedarto
Yang dimaksud dengan pidana adalah penderitaan yang sengaja diberikan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
2) Roeslan Saleh
Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja dikenakan pada pembuat delik oleh negara.
Dari definisi di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa pidana mengandung unsur atau ciri-ciri sebagai berikut:
1) pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak
menyenangkan.
2) pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang).
3) pidana itu dikenakan pada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang.
b. Jenis-Jenis Pidana
1) menurut hukum pidana positif (KUHP dan di luar KUHP).
Jenis pidana menurut KUHP, terbagi dalam dua jenis :
a) Pidana Pokok
(1) pidana mati
(2) pidana penjara
(3) pidana kurungan
(4) pidana denda
(5) pidana tutupan
b) Pidana tambahan
(1) pencabutan hak-hak tertentu
(2) perampasan hak-hak tertentu
(3) pengumuman putusan hakim
Disamping jenis sanksi yang berupa pidana, dalam hukum pidana positif dikenal dikenal juga sanksi yang berupa tindakan, dan tercantum dalam :
a) Pasal 44 ayat 2 KUHP
Penempatan di Rumah Sakit Jiwa bagi orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan karena jiwanya cacat dalam tumbuhnya atau terganggu karena penyakit.
b) Pasal 25 KUHP
Bagi anak yang melakukan tindak pidana sebelum berumur 16 tahun, hakim dapat mengenakan tindakan berupa:
(1) mengembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharannya.
(2) memerintahkan agar anak tersebut dikembalikan pada pemerintah.
(3) penempatan di tempat kerja negara bagi pengangguran yang malas bekerja dan tidak mempunyai mata pencaharian, serta mengganggu ketertiban umum dengan melakukan pengemisan, bergelandangan atau perbuatan sosial.
(4) tindakan tata tertib dalam hal tindak pidana ekonomi.
2) Menurut Konsep Rancangan KUHP tahun 1972.
Pembagian jenis pidananya antara lain : a) Pidana Pokok
(1) pidana mati
(2) pidana pemasyarakatan
(a) Pidana permasyarakatan istimewa (untuk yang melakukan tindak pidana karena terdorong oleh maksud
yang patut dihormati)
(b) Pidana permasyarakatan khusus (untuk yang melakukan tindak pidana karena kebiasaan)
(c) Pidana permasyarakatan biasa (untuk yang melakukan tindak pidana karena kesempatan)
(3) Pidana pembimbingan
(a) pidana pengawasan
(b) pidana penentuan tempat tinggal
(c) pidana latihan kerj a
(d) pi dana kerj a b akti
(4) Pidana perserikatan
(i) pidana perserikatan (ii) pembayaran uang j aminan (iii) penyitaan keuntungan dari tindak pidana (iv) perbaikan akibat-akibat dari tindak pidana b) Pidana tambahan
(1) Pencabutan hak-hak tertentu
(2) Penempatan barang tertentu
(3) Pengumuman keputusan hakim
(4) Pengenaan kewajiban ganti rugi
(5) pengenaan kewajiban agama
(6) pengenaan kewajiban adat
3. Tinjauan Tentang Keimigrasian
a. Pengertian keimigrasian
Istilah imigrasi berasal dari bahasa latin immigratio (kata benda) atau immigrare (kata kerj a) yang sebenarnya terdiri dari dua buah kata yaitu Im yang memiliki arti ke dalam dan migratio yang memiliki arti kedatangan.
Menurut Poerwadarminta imigrasi merupakan pemindahan (orang atau penduduk) dari suatu negara masuk ke negara lain untuk menetap (Poerwadarminta, 1985:376).
Menurut Hassan Shadily dan Pringgodigdo dalam ensiklopedi umum imigrasi adalah gerakan rakyat memasuki daerah baru yang biasanya jauh letaknya serta perpindahan itu yang memainkan peran
penting dalam pengisian penduduk dunia dan atau perpindahan dari negara asing untuk menetap dan atau menjadi warga negara dari negara yang didatangi.
Biasanya perpindahan penduduk itu terjadi secara sukarela dan atas ijin penguasa negeri yang didatangi dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sebelumnya. Istilah imigrasi secara umum diartikan sebagai gerak manusia dari suatu tempat ke tempat lain untuk membentuk dan membangun suatu peradaban di tempat tersebut.
Isitlah imigrasi jika dikaitkan dengan kemajuan bidang transportasi dunia dewasa ini mengalami sedikit pergeseran arti dalam arti perpindahan orang atau penduduk tidak hanya perpindahan untuk waktu yang singkat. Menurut Mohammad Arif "Pengertian arti istilah imigrasi yang paling tepat adalah perjalanan orang atau penduduk dari suatu egara ke negara lain untuk berbagai keperluan seperti berwisata, berusaha, kunjungan keluarga, dan lain-lain" (Mohammad Arif, 1997:2).
Menurut Undang-Undang No 9 tahun 1992 dalam pasal 1 tentang ketentuan umum menjelaskan bahwa Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah negara Republik Indonesia. Lalu lintas orang yang dimaksud tersebut berlaku baik bagi orang asing maupun Warga Negara Indonesia (WNI) yang melakukan perjalan ke luar negeri dan kembali ke Indonesia.
Pengawasan orang asing yang dimaksud dari pengertian diatas berlaku bagi setiap warga negara asing yang berasa di wilayah negara Republik Indonesia, baik ditinjau dari aspek keberadaanya maupun aspek kegiatannya, dalam arti apakah orang asing tersebut telah mematuhi atau menaati ketentuan peraturan yang berlaku selama di wilayah negara Republik Indonesia menyangkut kedua aspek tersebut. b. Keimigrasian indonesia
Di Indonesia pemeriksaan keimigrasian telah ada sejak jaman penjajahan Belanda. Pada saat itu ada badan pemerintah kolonial Belanda bernama Immigratie Dienst yang bertugas menangani masalah keimigrasian untuk seluruh kawasan Hindia Belanda. Undang-Undang no

Artikel Terkait

Previous
Next Post »