SKRIPSI PENGEMBANGAN FITRAH MANUSIA DALAM PANDANGAN PENDIDIKAN ISLAM

Friday, May 20, 2016

(KODE : 0018-PAI) : SKRIPSI PENGEMBANGAN FITRAH MANUSIA DALAM PANDANGAN PENDIDIKAN ISLAM


BAB II 
KAJIAN PUSTAKA

A. Sekilas Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Secara etimologi pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan istilah tarbiyah, ta'lim, ta'dib,da.n riyadhah. Masing-masing istilah tersebut memiliki keunikan makna tersendiri ketika sebagian atau semuanya disebut secara bersamaan. Namun, kesemuanya akan memiliki makna yang sama jika disebut salah satunya, sebab salah satu istilah itu sebenarnya mewakili istilah yang lainnya. Atas dasar itu, dalam bebrapa buku pendidikan Islam, semua istilah itu digunakan secara bergantian dalam mewakili peristilahan pendidikan Islam.
a. Tarbiyah
Dalam leksikologi Al-Qur'an dan As-Sunnah tidak ditemukan istilah al-tarbiyah, namun terdapat beberapa istilah kunci yang seakar dengannya, yaitu :
1. al-rabb, rabbayani, murabbi, yurbi dan rabbani. Dalam mu'jam bahasa Arab, kata al-tarbiyah memiliki tiga akar kebahasan, yaitu: sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. (QS. Ar-Ruum: 39)
Artinya ayat tersebut yaitu, pendidikan (tarbiyah) merupakan proses menumbuhkan dan mengembangkan apa yang ada pada diri peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual.
2. Rabba, yurbi, tarbiyah: yang memiliki makna tumbuh (nasya'a) dan menjadi besar atau dewasa (tara'ra'a). Artinya, pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha untuk menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik sacara fisik, psikis, sosila maupun spiritual.
3. Rabba, yarubbu, tarbiyah: yang memiliki makna memperbaiki (ashlaha), menguasai urusan, memilihara dan merawat, memperindah, memberi makan, mengasuh, tuan, memiliki, mengatur dan menjaga kelestarian maupun eksistensinya. Artinya, pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha untuk memilihara, mengasuh, merawat, memperbaiki dan mengatur kehidupan peserta didik, agar ia dapat survice lebih baik dalam kehidupannya.
Jika istilah tarbiyah diambil dari fi'il madhi-nysi (rabbayani) maka ia memiliki arti memproduksi, mengasuh, menanggung, memberi makan, menumbuhkan, mengembangkan, memilihara, membesarkan, dan menjinakkan. Pemahaman tersebut diambil dari tiga ayat dalam Al-Qur'an. Dalam QS. Al-Isra' ayat 24 disebutkan: 
Artinya:
"Sebagaimana mendidikku sewaktu kecil". (QS. Al-Isra': 24)
Ayat ini menunjukkan pengasuhan dan pendidikan orang tua kepada anak-anaknya, yang tidak saja mendidik pada domain jasmani, tetapi juga domain rohani. Sedangkan dalam QS. Asy-Syu'ara ayat 18.
Artinya:
"bukankan kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami". (QS. Asy-Syu'ara: 18)
Ayat ini menunjukkan pengasuhan Fir'un terhadap Nabi Musa sewaktu kecil, yang mana pengasuhan itu hanya sebatas pada domain jasmani, tanpa melibatkan domain rohani. Sementara dalam QS. al-Baqarah ayat 276 yang berbunyi:
Artinya:
"Allah menghapus sistem riba dan mengembangkan sistem sedekah". (QS. Al-Baqarah: 276)
Ayat ini berkenaan dengan makna 'menumbuhkembangkan' dalam pengertian tarbiyah, seperti Allah menumbuhkembangkan sedekah dan menghapus riba.
Menurut Fahr al-Razi, istilah rabbayani tidak hanya mencakup ranah kognitif, tapi juga afektif. Sementara Syed Quthub menafsirkan istilah tersebut sebagai pemeliharaan jasmani anak dan menumbuhkan kematangan mentalnya. Dua pendapat ini memberikan gambaran bahwa istilah tarbiyah mencakup tiga domain pendidikan, yaitu kognitif (cipta), afektif (rasa) dan psikomotorik (karsa) dan dua aspek pendidikan, yaitu jasmani dan rohani.
Istilah tarbiyah dapat juga diartikan dengan "proses transformasi ilmu pengetahuan dari pendidik (rabbani) kepada peserta didik, agar ia memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam memahami dan menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketakwaan, budi pekerti, dan kepribadian yang luhur." Sebagai proses, tarbiyah menuntut adanya penjenjangan dalam transformasi ilmu pengetahuan, mulai dari pengetahuan yang dasar menuju pada pengetahuan yang sulit.
Dalam pengertian tarbiyah ini, terdapat lima kata kunci yang dapat dianalisis, yaitu:
1. Menyampaikan (al-tabligh). Pendidikan dipandang sebagai usaha penyampaian, pemindahan, dan transformasi dari orang yang tahu (pendidik) pada orang yang tidak tahu (peserta didik) dan dari orang dewasa pada orang yang belum dewasa.
2. Sesuatu (al-syay'). Maksud dari 'sesuatu' di sini adalah kebudayaan, baik material maupun nonmaterial (ilmu pengetahuan, seni, estetik, etika dan Iain-lain) yang harus diketahui dan
diinternalisasikan oleh peserta didik.
3. Sampai pada batas kesempurnaan (ila kamalihi). Maksudnya adalah bahwa proses pendidikan itu berlangsung terus-menerus tanpa henti, sehingga peserta didik memperoleh kesempurnaan,
baik dalam pembentukan karakter dengan nilai-nilai tertentu maupun memiliki kompetensi tertentu dengan ilmu pengetahuan.
4. Tahap demi tahap (syay' fa syay'). Maksudnya, transformasi ilmu pengetahuan dan nilai dilakukan dengan berjenjang menurut tingkat kedewasaan peserta didik, baik secara biologis, psikologis,
sosial, maupun spiritual.
5. Sebatas pada kesanggupannya (bi hasbi isti'dadihi). Maksudnya, dalam proses transformasi pengetahuan dan nilai itu harus mengetahui tingkat peserta didik, baik dari sisi usia, kondisi fisik,
psikis, sosial, ekonomi dan sebagainya agar dalam pendidikan (tarbiyah) itu ia tidak mengalami kesulitan. 
Asumsi pengertian ini, sebagaimana yang diinsyaratkan dalam QS. al-Nahl ayat 78, yang berbunyi:
Artinya:
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS. al-Nahl: 78)
Maksud dari ayat ini adalah bahwa manusia dilahirkan oleh ibunya dengan tidak mengetahui apa-apa. Lalu Allah SWT. memberikan potensi pendengaran (sam'a), penglihatan (abshar) dan hati nurani (af'idah) kepada manusia, agar ia mampu menangkap, mencerna, menganalisis, dan mengetahui apa yang datang dari luar. Malalui potensi ini, Adam as., yang menjadi bapak seluruh manusia, mampu menerima pengajaran semua asma' (nama-nama atau konsep) dari Allah SWT. Dengan asumsi tersebut, maka tugas pendidik dalam pendidikan Islam adalah transformasi kebudayaan kepada peserta didik, agar ia mampu memahami, menginternalisasikan, dan menyampaikan kepada generasi berikutnya.
Kelemahan pengertian ini adalah bahwa dalam kegiatan pendidikan, pendidik seolah-olah mengabaikan kecenderungan dan potensi peserta didik yang unik. Pendidik sangat dominan dan bersemangat dalam melakukan kegiatan pendidikan, tanpa memedulikan apakah yang dilakukan itu memiliki relevansi terhadap pengembangan potensi peserta didiknya di masa depan.
Mushthafa al-Maraghi membagi aktivitas al-tarbiyah dengan dua macam, yaitu:
1. Tarbiyah khalqiyyah: yaitu pendidikan yang berkaitan dengan pertumbuhan jasmani manusia, agar dapat dijadikan sebagai sarana dalam pengembangan rohaninya.
2. Tarbiyah diniyyah tahdzibiyyah: yaitu pendidikan yang berkaitan dengan pembinaan dan pengembangan akhlak dan agama manusia, untuk kelestarian rohaninya.
Pemetaan dalam pengertian tarbiyah ini menunjukkan bahwa pendidikan Islam tidak sekedar menitikberatkan pada kebutuhan jasmani, tetapi diperlukan juga pengembangan kebutuhan psikis, sosial, etika, dan agama untuk kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Hal ini mengandung arti bahwa pengembangan kreativitas peserta didik tidak boleh bertentangan dengan etika ilahiyah yang telah ditetapkan di dalam kitab suci.
Dalam klasifikasi yang berbeda , Ismail Haqi al-Barusawi membagi tarbiyah pada aspek sasarannya, yaitu:
1. Kepada manusia, sebagai makhluk yang memiliki potensi rohani, maka tarbiyah diartikan dengan proses pemberian nafsu dengan berbagai kenikmatan, pemeliharaan hati nurani dengan berbagai
kasih sayang, bimbingan jiwa dengan hukum-hukum syariah, pengarahan hati nurani dengan berbagai etika kehidupan, dan penerangan rahasia hati dengan hakikat pelita.
2. Kepada alam semesta, yang tidak memiliki potensi rohani, maka tarbiyah diartikan dengan pemeliharaan dan pemenuhan segala yang dibutuhkan serta menjaga sebab-sebab yang menjadikan eksistensinya.
Jika diamati secara lebih intens, tampak istilah tarbiyah yang telah sekian abad dipergunakan memperoleh porsi sorotan lebih tajam disbanding sorotan yang pada istilah ta'lim, dan ta'dib. Hal tersebut dapat dimaklumi, karena istilah tarbiyah itulah yang dikembangkan mayoritas ahli dimana-mana dan sepanjang sejarah. Tetapi, yang lebih menarik untuk disimak adalah bagaimana argumentasi pokok yang mengklaim istilah tarbiyah sebagai lebih relevan dalam menggambarkan konsep dan aktivitas pendidikan Islam. Prof. Dr. Muhammad Athuyyah al-Abrasyi (t.t: 18-15) 
dan ta'liim dari segi makna istilah maupun aplikasinya memiliki perbedaan mendasar, mengingat dari segi makna istilah tarbiyah berarti mendidik, sementara ta'liim berarti mengajar, dua istilah yang secara subtansial tidak bisa disamakan. Kata ta'lim yang berakal dari kata 'allama terulang dalam al-Qur'an sebanyak lebih dari 840 kali dan digunakan untuk arti yang bermacam-macam. Terkadang digunakan oleh Tuhan untuk menjelaskan pengetahuan-Nya yang diberikan kepada sekalian manusia. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur'an yang berbunyi:
Artinya:
(Ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu kami berfirman: "Pukullah batu itu dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku Telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing) makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. (QS. al-Baqarah: 60)
Dari informasi ini terlihat bahwa kata ta'lim di dalam al-Qur'an mengacu pada adanya sesuatu yang berupa pengetahuan yang diberikan kepada seseorang yang menjadi sifat intelektualnya. Sedangkan kata tarbiyah lebih mengacu pada bimbingan, pemeliharaan, arahan, penjagaan dan sifatnya pembentukan kepribadian.
Ta'lim merupakan kata benda buatan (mashdar) yang berasal dari akar kata 'allama. Sebagian para ahli menterjemahkan istilah tarbiyah dengan pendidikan, sedangkan ta'lim diterjemahkan dengan pengajaran. Kalimat allamahu al-'ilm memiliki arti mengajarkan ilmu kepadanya. Pendidikan (tarbiyah) tidak saja tertumpu pada domain kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik, sementara pengajaran (ta'lim) lebih mengarah pada aspek kognitif, seperti pengajaran mata pelajaran matematika.
Muhammad Rasyid Ridha mengartikan ta'lim dengan: "proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu." Pengertian ini didasarkan atas firman Allah SWT. dalam QS. al-Baqarah ay at 31 tentang allama Tuhan kepada Nabi Adam as. Proses transmisi itu dilakukan secara bertahap sebagaimana Nabi Adam menyaksikan dan menganalisis asma' (nama-nama) yang diajarkan oleh Allah kepadanya. Firman Allah SWT. dalam QS. al-Baqarah ayat 31 yang berbunyi:
Artinya:
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar. (QS. al-Baqarah: 31)
Dalam QS. al-Baqarah ayat 151 disebutkan: "Dan mengajarkan (yu'allima) kepadamu Al-Kitab dan al-Hikmah (as-Sunnah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui." Ayat ini menunjukkan perintah Allah SWT. kepada rasul-Nya untuk mengajarkan (ta'lim) al-Kitab dan as-Sunnah kepada umatnya. Menurut Muhaimin,34 pengajaran pada ayat ini mencakupi teoritis dan praktis, sehingga peserta didik memperoleh kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal-hal yang mendatangkan manfaat dan menampik kemudaratan. Pengajaran ini juga mencakup ilmu pengetahuan dan al-hikmah (kebijakan).

Artikel Terkait

Previous
Next Post »