SKRIPSI PERILAKU BUANG AIR BESAR PADA IBU RUMAH TANGGA YANG TIDAK MEMILIKI JAMBAN KELUARGA

Monday, January 25, 2016
(0003-FKM) SKRIPSI PERILAKU BUANG AIR BESAR PADA IBU RUMAH TANGGA YANG TIDAK MEMILIKI JAMBAN KELUARGA

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam sistem kesehatan nasional disebutkan bahwa tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal (Depkes, 2001). Menurut H.L Blum (1974), derajat kesehatan dipengaruhi oleh empat macam faktor yaitu faktor keturunan, faktor pelayanan kesehatan, faktor perilaku dan faktor lingkungan (Notoatmodjo, 2003). Dari keempat faktor tersebut, faktor perilaku merupakan faktor yang mempunyai pengaruh dan peranan paling besar terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, perilaku sehat merupakan prasyarat utama untuk meningkatkan derajat kesehatan dan produktivitas sumber day a manusia (Widaryoto, 2003).
Pembangunan kesehatan di Indonesia diarahkan untuk mencapai visi Indonesia Sehat 2010, yaitu masa depan dimana bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan sehat, penduduknya berperilaku hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata, sehingga memiliki derajat kesehatan yang optimal. Dengan visi ini, pembangunan kesehatan dilandaskan kepada paradigma sehat. Paradigma yang akan mengarahkan pembangunan kesehatan untuk lebih mengutamakan upaya-upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit atau masalah kesehatan (preventif), tanpa mengenyampingkan upaya-upaya penanggulangan atau penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehalibitatif). Promkes merupakan pembangunan pilar utama dari visi Indonesia Sehat 2010, yaitu pilar perilaku sehat. Disebut pilar utama oleh karena dengan berdirinya pilar ini, maka pilar kedua, yaitu lingkungan sehat dan pilar ketiga yaitu pelayanan kesehatan akan ikut berkembang menuju derajat kesehatan yang optimal (Kurnia, 2005).
Perkembangan cepat di era globalisasi, serta adanya transisi demografi dan epidemiologi penyakit, menjadikan masalah penyakit akibat perilaku dan perubahan gaya hidup cenderung semakin kompleks. Sehingga perbaikannya tidak hanya dilakukan pada aspek pelayanan kesehatan, lingkungan dan merekayasa kependudukan dan faktor keturunan, tetapi perlu juga memerhatikan faktor perilaku. Faktor perilaku beresiko seperti adanya kondisi lingkungan yang tidak kondusif terhadap kesehatan merupakan faktor risiko bersama terjadinya penyakit menular dan tidak menular tertentu. Mengingat dampak dan perilaku terhadap derajat kesehatan cukup besar, yang secara teoritis mempunyai andil 30-35 %, maka diperlukan berbagai upaya untuk mengubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat. Salah satu upaya yang dilaksanakan pemerintah adalah melalui program PHBS (Pusat Promkes, 2003).
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) 2007 mengumpulkan 10 indikator tunggal Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang terdiri dari enam indikator individu dan empat indikator rumah tangga. Indikator individu meliputi pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, bayi 0-6 mendapat ASI eksklusif, kepemilikan/Ketersediaan jaminan Pemeliharaan kesehatan, penduduk tidak merokok, penduduk cukup beraktifitas fisik dan penduduk cukup mengkonsumsi sayur dan buah. Indikator Rumah Tangga meliputi rumah tangga memiliki akses terhadap air bersih, akses jamban sehat, kesesuaian luas lantai dengan jumlah penghuni (>8m2/orang) dan rumah tangga dengan lantai rumah bukan tanah.
Secara nasional, penduduk yang telah memenuhi kriteria PHBS baik sebesar 38,7%. Terdapat lima propinsi dengan pencapaian di atas angka nasional yaitu DI Yogyakarta (58,2%), Bali (51,7%), Kalimantan Timur (49,8%), Jawa Tengah (47%), dan Sulawesi Utara (46,9%). Sedangkan propinsi dengan pencapaian PHBS rendah berturut-turut adalah Papua (24,4%), Nusa Tenggara Timur (26,8%), Gorontalo (27,8%), Riau (28,1%) dan Sumatera Barat (28,2%) (RISKESDAS, 2007).
Salah satu contoh perilaku sehat dalam PHBS, adalah menggunakan jamban keluarga untuk membuang kotoran atau tinja manusia. Dengan menggunakan jamban keluarga dalam pembuangan kotoran atau tinja manusia, maka akan melindungi keluarga dan juga masyarakat dari ancaman penyakit menular berbasis lingkungan seperti diare, penyakit kulit dan kecacingan, dimana penyakit berbasis lingkungan tersebut merupakan salah satu penyebab cukup tingginya angka kesakitan dan kematian di Indonesia. Hal ini terkait erat dengan kondisi lingkungan yang belum memadai (Depkes RI, 2004).
Di Indonesia, penduduk pedesaan yang menggunakan air bersih baru mencapai 67,3%. Dari angka tersebut hanya separuhnya (51,4%) yang memenuhi syarat bakteriologis. Sedangkan penduduk yang menggunakan jamban sehat (WC) hanya 54%. Itulah sebabnya penyakit diare sebagai salah satu penyakit yang ditularkan melalui air masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dengan angka kesakitan 374 per 1000 penduduk. Selain itu diare merupakan penyebab kematian nomor 2 pada Balita dan nomor 3 bagi bayi serta nomor 5 bagi semua umur.
Penggunaan jamban di berbagai daerah di Indonesia masih menggunakan pembuangan air yang tidak sehat. Hal tersebut terlihat dari hasil penelitian yang dilaksanakan antara lain oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dimana data yang tercatat pada penduduk yang menggunakan jamban pada tahun 2002 memperlihatkan rumah tangga (RT) yang memakai jamban leher angsa di daerah perkotaan sebesar 79,14% dan tinggal di pedesaan sebesar 42,16%, yang menggunakan jamban plengsengan, di daerah perkotaan sebesar 11,41% dan di daerah pedesaan sebesar 11,23%. Sedangkan yang menggunakan jamban cemplung di daerah perkotaan sebesar 1,96% dan di daerah pedesaan sebesar 10,56%. Bila dilihat secara keseluruhan (perkotaan dan perdesaan), RT yang memakai jamban leher angsa sebesar 61,64%, jamban cemplung 21,01%, jamban plengsengan 11,32%, dan yang tidak memakai jamban 6,03% (Depkes RI, 2004).
Menurut BPS tahun 2002, RT di Indonesia menggunakan tempat penampungan akhir kotoran manusia atau tinja yang memenuhi syarat kesehatan masih relatif rendah, tempat penampungan akhir kotoran atau tinja yang digunakan berupa tangki septik, kolam atau sawah, sungai atau danau, lobang tanah, pantai atau tanah terbuka dan yang lainnya. Rumah tangga yang sudah menggunakan tangki septik sebesar 39, 65%, dimana di daerah perkotaan sebesar 63,07% dan di daerah pedesaan sebesar 5,79%, sungai atau danau sebesar 22,93%, lobang tanah sebesar 23,83%, pantai atau tanah terbuka sebesar 5,55% dan lainnya sebesar 2,25% (Depkes RI, 2004).
Jamban sebagai fasilitas sanitasi dasar baru dimiliki oleh 54,87% keluarga di Jawa Barat, kondisinya pun belum semuanya memenuhi syarat, antara lain jarak yang tidak terlalu dekat dengan sumber air, bentuk jamban, serta konstruksi fisik yang baik. Saat ini masih banyak ditemui jamban tanpa saluran sanitasi yang baik. Kebanyakan penduduk di Jawa Barat menyalurkan tinja ke ruang terbuka, seperti sungai, drainase/got, atau ke septic tank yang tidak aman (Rin, 2009).
Di Kabupaten Garut, menurut data profil Kabupaten Garut, cakupan jamban keluarga tahun 2007 masih di bawah target yaitu sebesar 53,31 %, sedangkan target yang ada 60%. Jumlah Kepala keluarga yang diperilksa sebanyak 474306, dan yang memiliki jamban keluarga sebesar 412647 kepala keluarga. Jumlah jamban sehat sebesar 314979 dengan presentase 76,33 %. Belum mencapainya target pemilikan jamban keluarga, dikarenakan masyarakat belum memilih memanfaatkan jamban untuk buang air bersih.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan data Puskesmas Sukamulya Kecamatan Sukaresmi tahun , Kabupaten Garut tahun 2008, yaitu masih rendahnya kepemilikan jamban, dengan presentase sebesar 39,37 %. Seperti yang kita ketahui, kepemilikan jamban adalah salah satu faktor dari Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat(PHBS). Karena rendahnya kepemilikan jamban, menyebabkan pula rendahnya penggunaan jamban keluarga di Kecamatan Sukaresmi , hanya 5,44 % dari 8984 kepala keluarga (KK) yang menggunakan jamban. Karena masih banyaknya perilaku buang air besar pada Ibu rumah tangga di sungai dan di kolam atau balong, penulis tertarik untuk mengupas lebih dalam tentang studi kualitatif mengenai perilaku buang air besar pada Ibu rumah tangga yang tidak memiliki jamban keluarga di Kecamatan Sukaresmi, dilihat dari faktor predisposisi antara lain pengetahuan ibu rumah tangga mengenai manfaat jamban dan sikap ibu rumah tangga terhadap perilaku buang air besar bagi yang tidak mempunyai jamban keluarga, faktor pemungkin seperti sosial ekonomi keluarga, ketersediaan sarana air bersih di rumah tangga, jarak jamban serta lahan di dalam rumah untuk jamban keluarga dan faktor penguat seperti Penyuluhan penggunaan jamban oleh petugas Puskesmas dan pengaruh tokoh agama .
1.2 Pertanyaan Penelitian
Berikut pertanyaan yang akan digunakan dalam memperoleh data mengenai studi kualitatif perilaku buang air besar pada ibu rumah tangga yang tidak memiliki jamban keluarga di Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Garut 2009:
a. Bagaimana gambaran tentang perilaku buang air besar pada ibu rumah tangga yang tidak memiliki jamban ?
b. Bagaimana gambaran pengetahuan mengenai manfaat jamban dan sikap ibu rumah tangga terhadap perilaku buang air besar ?
c. Bagaimana gambaran sosial ekonomi, ketersediaan sarana air bersih di rumah tangga, jarak jamban serta lahan di dalam rumah untuk jamban keluarga ?
d. Bagaimana gambaran penyuluhan penggunaan jamban oleh petugas Puskesmas?
e. Bagaimana gambaran pengaruh tokoh agama ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui secara umum gambaran studi kualitatif perilaku buang air besar pada ibu umah tangga yang tidak memiliki jamban keluarga di Kecamatan Sukaresmi , Kabupaten Garut tahun 2009.
1.3.2 Tujuan Khusus
Berikut tujuan khusus yang akan digunakan dalam memperoleh data studi kualitatif perilaku buang air besar pada ibu rumah tangga yang tidak memiliki jamban keluarga di Kecamatan Sukaresmi , Kabupaten Garut tahun 2009 :
a. Diketahuinya gambaran perilaku buang air besar pada ibu rumah tangga yang tidak memiliki jamban keluarga.
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan mengenai mengenai manfaat jamban dan sikap terhadap perilaku buang air besar pada ibu rumah tangga .
c. Diketahuinya gambaran sosial ekonomi, ketersediaan sarana air bersih di rumah tangga, jarak jamban serta lahan di dalam rumah.
d. Diketahuinya gambaran mengenai penyuluhan kepemilikan jamban dari Puskesmas.
e. Diketahuinya gambaran mengenai pengaruh tokoh agama
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian kualitatif mengenai perilaku buang air besar pada ibu umah tangga yang tidak memiliki jamban keluarga di Kecamatan Sukaresmi , Kabupaten Garut tahun 2009 dengan metode wawancara mendalam. Responden adalah para ibu rumah tangga yang tidak memiliki jamban keluarga di Kecamatan Sukaresmi, Kabupaten Garut.
1.5 Manfaat Penelitian
a. Dinas Kesehatan Kabaupaten Garut
Memberikan informasi mengenai perilaku buang air besar pada ibu rumah tangga yang tidak mempunyai jamban, sehingga dapat digunakan sebagai data dalam membantu melakukan promosi kesehatan dalam meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
b. Puskesmas Sukamulya
Sebagai informasi untuk meningkatkan PHBS di Kecamatan Sukaresmi. Dan selain itu informasi yang diperoleh diharapkan dapat membantu program kerja bidang Promosi Kesehatan di Puskesmas Sukamulya
c. Bagi peneliti Lain
Diharapkan hasil penelitin ini, dapat manambah data mengenai perilaku buang air besar pada ibu rumah tangga yang tidak mempunyai jamban keluarga.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »