Televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar alam dan gambar hidup suara melalui kabel atau ruang 1 Karakteristik televisi menurut Darwanto Sastro Subroto adalah dapat merekam dan menyiarkan peristiwa atau kejadian aktual yang sedang terjadi bersamaan waktunya dengan saat menonton, disamping itu para penonton diseluruh belahan bumi secara bersamaan mendapat informasi yang sama. Hal ini berarti bahwa televisi mampu menghadirkan sesuatu yang aktual dan secara serempak dapat diterima oleh khalayak penontonnya.
Televisi memiliki daya tarik tersendiri, televisi menggabungkan unsur audio (pendengaran) dengan unsur visual (penglihatan) karena menampilkan gambar hidup dan warna. Kedua aspek ini membuat televisi menarik perhatian masyarakat dan menghabiskan sebagain besar waktunya untuk menonton.
Muh. Labib mengutip John Fiske, Marshal Mac Lauhan, dan Jalalludin Rakhmat, mengatakan bahwa "televisi dikonstruksi dan merupakan hasil dari pilihan manusia, keputusan-keputusan budaya-budaya dan tekanan-tekanan sosial. "Dia melihat televisi dari dua sudut pandang, dari sudut pandang isi dan cara penyajiannya. Dari sisi isi pernyataan Marshal Mac Lauhan, bahwa televisi adalah "review mirrorism” artinya televisi merupakan media baru yang mapu mengeksploitasi potensi-potensinya, dalam arti media ini melakukan proses
1 Azhar Arsyad, Media Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h.50.
pergantian terhadap realitas. Ada benarnya dalam istilah Jalaluddin Rahmat disebut "realitas tangan kedua".2
Televisi sebagai media komunikasi untuk penyampaian informasi, pendidikan dan hiburan, adalah salah satu media audio-visual dengan jangkauan yang sangat luas. Kartikasari mengutip pernyataan Sudrajat yang menjelaskan bahwa "pengertian televisi sesungguhnya adalah suatu perlengkapan elektronik yang pada dasarnya adalah sama dengan gambar hidup yang meliputi gambar dan suara" .
Mengingat cakupannya yang terbuka, maka cakupan pemirsanya tidak mengenal usia dan meliputi seluruh lapisan masyarakat. Luas jangkauan dan cakupan pemirsanya, menjadikan media televisi sebagai media pembawa informasi yang besar dan cepat pengaruhnya terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku anggota masyaraka, serta perubahan sistem dan tata nilai yang telah ada.
Media televisi pun dapat menjadi penangkap ampuh yang mampu membuat anak-anak duduk pasif selama berjam-jam setiap hari ia bisa menjadi "pengganti" babby sitter yang andal tanpa perlu digaji. Televisi juga bisa membuat mata anak-anak kelelahan karena kurang istirahat akibat terus-menerus digunakan untuk menonton. Dengan demikian pesawat televisi mampu mengendalikan, jika tidak mampu mengendalikan pesawat televisi, ia akan mengendalikannya.
2 Muh. Labib, Potret Sinetron Indonesia Antara Realitas Sosial Virtual dan Realitas Sosial, (Jakarta: PT Mandar Utama Tiga Books Divission, 2002), cet. ke-1, h. 14.
Tatiek Kartikaari, et al, op cit, h. 30. E. B Surbakti, Awas Tayangan Televisi: Tayangan Misteri dan Kekerasan
Mengancam Anda, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2008), h. 45-50.
B. Efek Komunikasi Massa
Efek adalah perubahan-perubahan yang terjadi di dalam diri audience akibat ke terpaan pesan-pesan media. David Berlo mengklasifikasikan efek atau perubahan dalam ranah pengetahuan, sikap dan perilaku nyata. Perubahan perilaku biasanya didahului oleh perubahan sikap, dan perubahan sikap biasanya didahului oleh perubahan pengetahuan. Efek diketahui melalui tanggapan khalayak (response audience) yang digunakan sebagai umpan balik (feed back). Jadi, umpan balik merupakan sarana untuk mengetahui efek.
Membicarakan efek media khususnya televisi, juga memerlukan pembedaan yang jelas antara yang dimaksud sebagai efek segera (immediate effect) ataukah efek yang baru kelihatan kemudian (deleyed effect). Efek yang segera merupakan akibat langsung yang terjadi sesudah seseorang mengkonsumsi media massa.
Tentu saja membatasi efek hanya selama berkaitan dengan pesan media, akan mengesampingkan banyak sekali pengaruh media massa. Kita cenderung melihat efek media massa, baik yang berkaitan dengan pesan maupun media itu sendiri. Menurut Steven M. Chaffee, ini pendekatan pertama dalam melihat efek media massa. Pendekatan kedua ialah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa. Berupa penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap, dan perubahan perilaku, atau dengan istilah lain, perubahan kognitif,
5 Wiryanto, Teori Komunikasi Massa, (Jakarta: Garsindo, 2000), h. 9.
6 Zulkarimein Nasution, Sosiologi Komunikasi Massa, (Pusat Penerbitan Universitas
Terbuka), h. 73.
afektif, dan behavioral. Pendekatan ketiga meninjau satuan observasi yang dikenal efek komunikasi massa-indivisu, kelompok, organisasi, masyarakat, atau bangsa.
Dalam penelitian ini, pendekatan yang peneliti gunakan adalah pendekatan kedua dengan melihat jenis perubahan yang terjadi pada khalayak komunikasi massa. Yaitu apakah tayangan Opera Van Java memengaruhi kognitif (penerimaan informasi), efektifnya (perasaan), sehingga mempengaruhi behavioral (sikap atau perilaku) siswa-siswi kelas x (sepuluh) SMA Triguna, Ciputat.
C. Hypodermic Needle Theory
Efek komunikasi massa telah lama diperbincangkan dalam khasanah kajian Ilmu Komunikasi. Bahkan, efek ini di kaji secara ilmiah oleh para pemikir atau ilmuan komunikasi. Salah satunya yang membahas tentang efek media adalah Wilbur Schraam. Schraam mencetuskan teori Jarum Hipodermik (hypodermic needle theory) dalam istilah indonesia teori ini di kenal dengan teori peluru atau teori tolak peluru. Teori ini mengasumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan di anggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Pesan-pesan komunikasi massa yang di sampaikan kepada khalayak yang heterogen dapat di terima secara langsung tanpa memiliki filter sama sekali. Artinya, komunikan sangat terbius oleh suntikan pesan yang di sampaikan media massa. Suntikan pesan ini masuk ke dalam saraf dan otak serta melakukan tindakan sesuai dengan pesan komunikasi massa tersebut. Pendapat Schramm di dukung
Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya), cet. ke-21, h. 218.
oleh Paul Lazarzfeld dan Raymond Bauer .8 Meski ada beberapa pakar yang menolaknya, seperti Stewart Hall. Mereka pakar yang menganggap penerima pesan sebagai khalayak yang aktif menentukan makna dari pesan yang disampaikan.
Media di Indonesia tampaknya memang menganut teori yang satu ini. Dimana dalam kasus Tayangan Kekerasan semua media memiliki tayangan jenis ini dengan nama yang berbeda. Bukan hanya tayangan kekerasan berita yang di tampilkan seperti Patroli, Sergap, Sidik dan Buser. Namun, tayangan kekerasan lainnya yang dibalut i oleh humor seperti Opera Van Java (OVJ).
Media massa punya pengaruh terhadap khalayak ramai, yang langsung, segera, dan sangat kuat. Model ini didukung oleh perkembangan Mass Society di Amerika Serikat 1930-1940, yaitu kecenderungan masyarakat mengikuti pesan dalam media massa seperti dalam berpakaian, pola pembicaraan, tingkah laku dan nilai-nilai sosial.
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dapat memberikan pengaruh dalam kehidupan manusia baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sebagaimana yang dikatakan M. Bahri Ghazali dalam bukunya dakwah komunikatif, "laju perkembangan zaman memacu tingkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi semakin canggih, tidak terkecuali teknologi