SKRIPSI PENERAPAN BATAS-BATAS ANTARA WANPRESTASI DENGAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM SUATU PERIKATAN

Sunday, April 03, 2016
HUKUM (0034) SKRIPSI  PENERAPAN BATAS-BATAS ANTARA WANPRESTASI DENGAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DALAM SUATU PERIKATAN


BAB II 
TINJAUAN UMUM TERHADAP WANPRESTASI


Menurut ketentuan pasal 1233 KUH Perdata, perikatan bersumber dari perjanjian dan undang-undang. Dari kedua hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa salah satu sumber perikatan yang terpenting adalah perjanjian sebab dengan melalui perjanjian pihak-pihak dapat membuat segala macam perikatan. Hal ini sesuai dengan asas kebebasan berkontrak yang terkandung dalam Buku III KUH Perdata pasal 1320.
Dalam setiap perjanjian dikenal istilah prestasi. Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan sesuai dengan isi dari perikatan tersebut. Apabila debitur tidak memenuhi prestasi sebagaimana yang telah ditentukan dalam perjanjian tersebut, maka ia dapat dikatakan wanprestasi.
A. Pengertian Wanprestasi
Dalam Bahasa Belanda istilah wanprestasi adalah "wanprestatie" yang artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena Undang-Undang.
Tidak terpenuhinya suatu kewajiban itu dapat disebabkan oleh dua kemungkinan, yaitu :
1. Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaannya maupun karenakelalaian:
2. Karena keadaan memaksa (force majeur), hal ini terjadi diluar kemampuandebitur.
Pengertian wanprestasi ini sendiri belum mendapatkan keseragaman, masih terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga tidak terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah mana yang hendak dipergunakan. Istilah mengenai wanprestasi ini terdapat beberapa istilah yaitu : ingkar janji, cidera janji, melanggar janji dan lain sebagainya.
Dalam membicarakan "wanprestasi", tidak bisa terlepas dari masalah "pernyataan lalai" (ingebrekke stelling) dan "kelalaian" (verzuim). Adapun pengertian umum mengenai wanprestasi ini adalah pelaksanaan kewajiban yang tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Kalau begitu seorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi, apabila dia telah lalai sehingga terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan prestasi tidak menurut sepatutnya/selayaknya.
"Menurut Marhainis Abdulhay, pengertian wanprestasi adalah apabila pihak-pihak yang seharusnya berprestasi tidak memenuhi prestasinya."17
B. Sebab-Sebab Wanprestasi
Seperti diketahui dalam setiap persetujuan tidak selamanya pihak debitur dapat memenuhi prestasi seperti yang diperjanjikan. Keadaan wanprestasi ini tidak selalu bahwa tidak dapat memenuhi sama sekali prestasi yang diperjanjikannya, melainkan dapat juga dalam seorang debitur tidak tepat
waktunya dalam memenuhi prestasinya, akan tetapi tidak dengan baik sebagaimana dikehendaki oleh pihak kreditur.
Dari uraian di atas, maka dapat dikatakan wanprestasi meliputi 3 hal,yaitu:
1. Tidak memenuhi prestasi sama sekali;
2. Memenuhi prestasi tetapi tidak tepat waktunya;
3. Memenuhi prestasi tetapi tidak dengan baik.
Alasan mengapa seorang debitur tidak memenuhi kewajiban seperti yang diperjanjikan dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu :
a. Adanya kesalahan pada diri si debitur;
b. Adanya keadaan memaksa.
ad.a. Adanya kesalahan pada diri si debitur
Pada keadaan ini debitur tidak melaksanakan kewajibannya bukanlah disebabkan oleh hal-hal yang berada di luar kekuasaannya, sehingga debitur yang dalam keadaan tidak membayar ini dikatakan cedera janji (wanprestasi).Lain halnya pada perjanjian yang prestasinya untuk tidak berbuat sesuatu, misalnya untuk tidak membangun tembok yang tingginya lebih dari dua meter, maka begitu debitur membangun tembok yang tingginya lebih dari dua meter sejak itu berada dalam keadaan wanprestasi. Dalam perjanjian, yang wanprestasinya untuk memberikan sesuatu atau untuk berbuat sesuatu yang tidak menetapkan kapan debitur harus memenuhi prestasi itu, maka untuk pemenuhan prestasi tersebut debitur harus terlebih dahulu diberikan tegoran (sommatie/Ingebrekestelling) agar memenuhi prestasi. Kalau prestasi dalam perjanjian tersebut dapat seketika dipenuhi misalnya penyerahan barang yang dijual dan barang yang akan iserahkan sudah ada, maka prestasi itu dapat dituntut supaya dipenuhi seketika. Akan tetapi jika prestasi dalam perjanjian itu tidak dipenuhi seketika, maka kepada debitur diberikan waktu yang pantas untuk memenuhi prestasi tersebut (sommatie/Ingebrekestelling) terhadap debitur agar jika debitur tidak memenuhi tegoran dapat dikatakan wanprestasi, diatur dalam pasal 1238 KUH Perdata yang ada pada pokoknya menentukan bahwa tegoran itu harus dengan surat perintah atau akta sejenis.
Yang dimaksud surat perintah dalam pasal 1238 KUH Perdata tersebut adalah peringatan resmi oleh juru sita sejenis dalam suatu tulisan biasa (bukan resmi), surat maupun telegram yang tujuannya sama yakni untuk memberikan peringatan kepada debitur agar memenuhi prestasi dalam seketika dalam tempo tertentu.
Terhadap hal ini Subekti mengatakan : "Sekarang sudah lazim ditafsirkan suatu peringatan bagi atau tegoran boleh juga dilakukan secara lisan, asal cukup tegas menyatakan desakan siberpiutang supaya berprestasi dilakukan dengan seketika".18
Jadi jelasnya yang dimaksud dengan ingebrekestelling atau sommatie adalah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur, menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu harus ditagih terlebih dahulu.Oleh karena itu Ingebrekestelling itu berfiingsi sebagai upaya hukum untuk menentukan saat kapan mulai terjadinya wanprestasi. Sebagai upaya hukum Ingebrekestelling itu baru diperlukan dalam hal seorang kreditur akan menuntut penggantian kerugian atau dalam hal kreditur minta pemutusan perikatan. (sommatie/Ingebrekestellingen) tidak diperlukan, yaitu dalam hal :
1) Keadaan debitur sama sekali tidak dapat memenuhi prestasinya;
2) Keadaan debitur mengakui kesalahan;
3) Keadaan ditentukan oleh undang-undang.
Ad.b. Adanya keadaan memaksa (overmacht/force majeur)
Overmacht atau force majeur adalah suatu keadaan yang dapat menyebabkan seseorang debitur tidak dapat memenuhi prestasinya kepada kreditur, dimana keadaan itu timbul diluar kekuasaan si berhutang dan keadaan yang timbul itu juga berupa suatu keadaan yang tidak dapat diketahui pada waktu
perjanjian dibuat19. Keadaan overmacht/force majeur mengakibatkan hal-hal sebagai berikut:
1) Kreditur tidak dapat meminta pemenuhan prestasi dari debitur;
2) Debitur tidak dapat dinyatakan lalai dan oleh karenanya debitur tidak dapatdituntut untuk mengganti kerugian;
3) Resiko tidak beralih kepada debitur.
KUH Perdata tidak memberitakan rumusan apa yang dimaksud dengan overmacht atau force majeur, pasal-pasal 1244 KUH Perdata, 1245 KUH Perdata,1444 KUH Perdata, hanyalah menerangkan bahwa apabila seseorang tidak dapat memenuhi suatu perikatan atau melakukan pelanggaran hukum oleh karena keadaan memaksa (overmacht atau force majeur), maka orang tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya.
Walaupun perngertian force majeur tidak dirumuskan dalam pasal undang-undang tetapi dengan memakai makna yang terkandung dalam pasal-pasal KUH Perdata yang mengatur tentang force majeur tersebut, dapat disimpulkan bahwa overmacht atau force majeur adalah suatu keadaan sedemikian rupa karena keadaan mana suatu perikatan terpaksa tidak dapat dipenuhi sebagaimana mestinya dan peraturan hukum terpaksa tidak diindahkan sebagaimana mestinya.
Keadaan memaksa lazimnya dapat dibedakan atas force majeur yang bersifat tetap (absolut) dan force majeur yang bersifat relatif.
"Dahulu para sarjana selalu mengartikan overmacht (keadaan memaksa) sebagai sesuatu yang bersifat mutlak, dalam keadaan mana suatu perikatan tidak dapat dipenuhi oleh siapapun dan bagaimanapun juga. Pikiran tertuju kepada bencana-bencana alam atau kecelakaan yang begitu hebat sehingga menyebabkan orang tidak bisa berbuat apa-apa, tetapi lambat laun pengertian bahwa overmacht tidak selamanya bersifat mutlak.
Force majeur yang bersifat tetap (absolut) adalah suatu keadaan dimana prestasi yang telah diperjanjikan sama sekali tidak dapat dipenuhi, contoh klasik yang sering dikemukakan para sarjana adalah seseorang menjual sesekor kuda, tetapi ketika kuda tersebut dibawa untuk diserahkan kepada pembeli, ditengah

Artikel Terkait

Previous
Next Post »