SKRIPSI STUDI TENTANG PENERAPAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) PENJASORKES DI SEKOLAH DASAR NEGERI SE KEC X

Wednesday, January 20, 2016
(0003-PENDOLRA) SKRIPSI STUDI TENTANG PENERAPAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP) PENJASORKES DI SEKOLAH DASAR NEGERI SE KEC X


BAB II
LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Penjasorkes di Sekolah Dasar
a. Program penjasorkes di sekolah dasar
Pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (penjasorkes) adalah salah satu mata pelajaran yang mempunyai kedudukan sama seperti mata pelajaran lainnya dalam dunia pendidikan dan dilaksanakan disemua jenis sekolah. Penjasorkes adalah proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, permainan, dan atau olahraga yang terpilih untuk mencapai tujuan pendidikan pada umumnya. Meskipun orientasi pembinaan tertuju pada aspek jasmani, namun demikian seluruh skenario adegan pergaulan yang bersifat mendidik juga tertuju pada aspek pengembangan kognitif dan afektif juga psikomotor sehingga pendidikan jasmani merupakan intervensi sistematik yang bersifat total, mencakup pengembangan aspek fisik, mental, emosional, social,dan moral spiritual (KDI Keolahragaan, 2000:12). Sedangkan menurut Cholik Mutohir, (2001:27) pendidikan jasmani adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar dan sistematik melalui berbagai kegiatan jasmani untuk memperoleh pertumbuhan jasmani, kesehatan, dan kecerdasan dan perkembangan watak serta kepribadian yang harmonis dalam rangka membentuk manusia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan pancasila.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, terlihat betapa luasnya cakupan penjasorkes dan tugas guru penjasorkes dalam melaksanakan pengabdiannya. Hal ini disebabkan penjaorskes lebih memusatkan kepada peserta didik dan menekankan pada aspek pendidikan kegiatan jasmani dalam membantu tercapainya tujuan pendidikan secara keseluruhan.
Pengalaman-pengalaman gerak dapat mendorong motivasi dan membantu pengembangan konsep diri (self-concept) yang positif. Keduanya merupakan faktor pendukung dalam lingkungan belajar. Aktifitas fisik memberikan sumbangan perilaku-perilaku kognitif. Selanjutnya mereka mengemukakan bahwa agar mencapai potensi perkembangan maksimum penekanannya harus diarahkan pada nilai-nilai, interaksi sosial, konsep diri dan pada saat tahun-tahun atau masa perkembangan. Aktifitas fisik memberikan sumbangan pada pengembangan perilaku afektif, seperti (1) kesenangan; (2) konsep diri; (3) sosialisasi; (4) sikap-sikap positif; dan (5) disiplin diri.
Selain seorang guru harus memahami hakekat dan tujuan pendidikan jasmani di sekolah dasar, seorang guru juga harus memahami filosofi nya. Tanpa partisipasi aktif anak dalam proses belajar mengajar pendidikan jasmani, maka tujuan pengajaran (kurikulum) tidak akan tercapai, karena kunci utama dalam pemgelolaan pengajaran pendidikan jasmani terletak pada keterampilan atau partisipasi aktif anak melalui aktivitas yang diberikan oleh guru. Partisipasi aktif yang dimaksud adalah suatu kondisi atau keadaan partisipasi dimana jumlah siswa sebanyak mungkin secara keseluruhan terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang berkesinambungan atau pengalaman-pengalaman belajar yang direncanakan dan diberikan oleh guru. Dalam hal ini guru harus memahami dan menyadari waktu yang dialokasikan untuk pelajaran pendidikan jasmani harus benar-benar dimanfaatkan sesuai dengan rencana dan tujuan yang ingin dicapai.

b. Tujuan Penjasorkes
Tujuan penjasorkes harus berorientasi pada setiap anak. Pendekatan pemecahan masalah (problem solving) merupakan cara yang baik apabila digunakan dalam pembelajaran penjasorkes. Karena pendekatan ini dapat meningkatkan partisipasi yang maksimal, memberikan keleluasaan gerak yang memadai dan meningkatkan kemungkinan keberhasilan. Pendekatan pemecahan masalah juga membantu membentuk anak yang memiliki kepercayaan diri sehingga memacu anak mencapai prestasi yang maksimal.
Seorang guru juga harus memberikan pemahaman mengenai potensi diri anak. Seringkali anak diberikan pandangan dirinya yang berkaitan dengan potensi gerak mereka. Kelas pada penjasorkes dirancang untuk membantu anak akan keluasan atau kesempatan potensi gerak anak yang memfungsikan atau melakukannya dilapangkan dan mengembangkan pemahaman sikap yang baik dan sehat. Sikap itu sangat penting, karena keselamatan dan partisipasi dalam kehidupan yang akan datang juga tergantung atau dipengaruhi dari sikap ini.
Kreativitas merupakan unsur baik sebagai individu maupun kelompok. Melalui pengajaran penjasorkes anak ditantang untuk mengeksplorasi berbagai hal mengenai problem dan mencari solusi ganda (multiple). Anak yang didorong untuk berfikir dan menemukan permutasi (merubah urutan) dan kombinasi faktor-faktor yang telah diketahui seperti kecepatan, mutu, dan irama. Guru dapat memperkirakan tingkat kesukaran yang menyebabkan anak untuk berfikir dan mampu membimbing dan membantu anak melalui setiap kesulitan dengan pertanyaan atau tantangan bukan jawaban yang monoton. Diharapkan dengan membantu anak mengembangkan konsep diri yang positif, konsep yang benar mengenai potensi gerak diri sendiri, pemahaman prinsip gerak dan pemahaman untuk berkreasi. Guru akan memberikan wahana yang diperlukan anak agar mengembangkan pemahaman dunia gerak yang menyeluruh.
Tujuan pendidikan jasmani :
1. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan degan aktivitas jasmani, perkembangan estetika, dan perkembangan sosial.
2. Mengembangkan kepercayaan diri dan kemampuan untuk menguasai keterampilan gerak dasar yang akan mendorong partisipasinya dalam berbagai aktivitas jasmani.
3. Memperoleh dan mempertahankan derajat kebugaran jasmani yang optimal untuk melaksanakan tugas sehari-hari secara efisien dan terkendali.
4. Mengembangkan nilai-nilai pribadi melalui partisipasi dalam aktivitas jasmani baik secara kelompok maupun secara perorangan.
5. Berpartisipasi dalam aktivitas jasmani yang dapat mengembangkan keterampilan sosoial yang memungkinkan siswa berfungsi secara efektif dalam hubungan antar orang.
6. Menikmati kesenangan dan keriangan melalui aktivitas jasmani, termasuk permainan olahraga.


2. Interaksi Pembelajaran
a. Pendekatan pembelajaran
Pendekatan pembelajaran merupakan salah satu komponen pembelajaran yang menentukan situasi belajar yang akan berlangsung. Pendekatan pembelajaran adalah cara yang dilakukan untuk menyelesaikan persoalan pembelajaran secara menyeluruh. Cara ini akan tampak dalam suatu urutan aktivitas yang dipilih dari berbagai alternative, dan direncanakan secara sistematis. Pilihan pendekatan pembelajaran akan menentukan variasi metode, media, dan pola pengelompokan subjek belajar. Pada akhirnya pilihan pendekatan berpengaruh pula pada cara evaluasi.
Banyak model pendekatan pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan, diantaranya menurut Suwarna, M. Pd.,dkk bahwa terdapat tiga model utama yaitu : (1) model pendekatan induktif, (2) model pendekatan deduktif, dan (3) model pendekatan proses. Pemilihan model pendekatan harus relevan dengan tujuan, dan harus tampak baik dalam perencanaan pembelajaran maupun situasi pembelajaran di kelas, di laboratorium, maupun di lapangan. Apapun model pendekatan yang digunakan dalan suatu proses pembelajaran pada akhirnya semua siswa harus mampu memperoleh pengertian tentang konsep keilmuan yang dipelajari
1. Model pendekatan induktif
Ciri utama model pendekatan induktif dalam pengolahan informasi adalah menggunakan data untuk membangun konsep atau untuk memperoleh pengertian. Dalam strategi ini guru mempresentasikan data. Berdasarkan data tersebut guru mengajak siswa untuk membangun konsep atau pengertian. Dalam perencanaan strategi indiktif guru harus memikirkan data apa yang akan ditampilkan untuk memperoleh konsep tertentu. Selain itu guru juga harjs memikirkan bagaimana aktifitas yang akan terjadi di kelas tersebut.
Langkah umum implementasi strategi induktif adalah :
1) Presenting examples. Aktivitas ini ditandai dengan adanya data atau contoh yang disampaikan guru dan diamati langsung oleh siswa. Penyampaian data ini dapat menggunakan berbagai cara, misalnya kasus, data sekunder, grafik, gambar, VCD, demonstrasi atau peragaan, dan lain-lain. Berdasarkan data tersebut guru melakukan interaksi dengan siswa dengan berbagai cara agar siswa termotivasi untuk menarik pengertian atau konsep.
2) Closure. Fase ini berfungsi untuk mengklarifikasi konsep dari data atau contoh yang telah disampaikan terdahulu dan telah dibahas bersama siswa. Mungkin selama diskusi pada fase presenting examples siswa memberikan kontribusi yang tidak berkaitan sama sekali dengan konsep yang dibahas. Oleh karenanya dalam model induktif, fase ini sangat penting, sebab jika fase tersebut tidak dilalui maka siswa akan merasa tidak pasti dengan hasil aktivitasnya.
3) Additional examples. Fase ini merupakan langkah akhir dari seluruh kegiatan model induktif. Pada fase ini guru mengajak siswa untuk menambahkan atau mencari data atau contoh lain yang terkait dengan masalah yang dibahas. Fungsinya adalah :
a) Menguatkan konsep yang telah ditemukan terdahulu,
b) Sebagai tes terhadap pengertian yang telah diperoleh,
c) Sebagai tambahan informasi bagi guru untuk mengukur pengertian siswa tentang konsep yang telah diperoleh.
2. Model pendekatan proses (process approach)
Model ini juga merupakan pengembangan dari model induktif, dan dikenal dengan nama model TABA. Langkah perencanaan dengan menggunakan model TABA adalah :
a) Mengidentifikasi tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran terutama ditekankan pada pengembangan keterampilan proses. Siswa dilibatkan secara aktif untuk membuat generalisasi melalui serangkaian proses sepertimencari data, mengurutkan data, mengelompokkan, dan seterusnya.
b) Membuat table data pengamatan
Tabel ini diperlukan agar data yang diperoleh siswa dapat ditabulasi dengan baik.
Implementasi model TABA dalam proses pembelajaran, baik di kelas maupun di laboratorium, dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a) Listing (membuat daftar gejala atau fakta). Proses ini dimaksudkan untuk kesempatan kepada siswa untuk melakukan pengamatan.
b) Grouping (mengelompokkan). Proses ini dimaksudkan agar siswa dapat membuat suatu kategori untuk mengelompokkan gejala atau objek.
c) Labeling (memberi nama atau label) berdasarkan kategori dalam pengelompokan. Siswa diharapkan dapat memberikan label atau nama pada kelompok data atau objek.
d) Data collecting (koleksi data). Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam table pengamatan yang telah disiapkan. Tabel ini selanjutnya dijadikan sebagai sumber informasi untuk proses yang berikutnya.
e)  Generalizing. Fase ini merupakan fase analisis data. Berdasarkan data ini siwa dapat membuat grafik yang menggambarkan hubungan antar variable, dan dapat menerapkan prinsip-prinsip perhitungan statistik_baik parametric maupun non parametrik sehingga diperoleh gambaran tentang persoalan yang dipelajari.
f) Explaining. Pada fase ini siswa diharapkan dapat menjelaskan atau membahas lebih dalam tentang persoalan yang dipelajari.
g)  Predicting. Setelah melihat berbagai kemungkinan dari proses explaining, dan memperhatikan kecenderungan data, siswa diharapkan mampu membuat dugaan untuk kemudian dibuktikan kebenarannya.
h) Closure. Setelah semua proses dilalui, pelajaran diakhiri dengan membuat kesimpulan berdasarkan data.
3. Model pendekatan deduktif
Model pembelajaran deduktif ditandai dengan pemaparan konsep, definisi dan istilah-istilah pada bagian awal pembelajaran. Model ini dilandasi suatu pemikiran bahwa prases pembelajaran akan berlangsung dengan baik bila siswa telah mengetahui wilayah persoalannya dan konsep dasarnya. Model ini cenderung berorientasi pada perolehan materi atau konsep.
Perencanaan model deduktif meliputi identifikasi tujuan pembelajaran dan penyiapan konsep berikut contoh-contohnya. Adapun implementasinya meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
a) Presentation of the abstraction. Guru mempresentasikan definisi konsep atau generalisasi yang dituliskan di papan tulis atau menggunakan OHP.
b) Clarification of term. Pada fase ini guru menjelaskan arti istilah yang terkait dengan konsep atau sub konsep yang telah dijelaskan. Fase ini sangat penting untuk mengenalkan kata kunci yang terkait dengan konsep yang telah dijelaskan.
c) Presentation of examples. Pada fase ini guru menerangkan contoh yang menguatkan konsep, sehingga siswa dapat memperoleh gambaran pengertian tentang konsep yang telah dijelaskan.
d) Students generate examples. Pada fase ini siswa diberi kesempatan untuk mencari contoh lain yang mungkin dimiliki dari pengalamannya. Hal ini diperlukan agar siswa memahami konsep yang diperolehnya.
Menurut Prof. Dr. S. Nasution, M.A. menjelaskan tentang pendekatan pembelajaran yang lain, yaitu pendekatan audio-tutorial. Pendekatan ini berdasarkan belajar secara individual. Anak-anak dapat belajar menurut kecepatan masing-masing dengan bahan pelajaran yang tidak uniform dengan yang lain dan memungkinkan pendalaman bagi individu menurut tujuan masing-masing.
Inti pendekatan ini adalah belajar sendiri oleh murid dalam booth, semacam bilik yang kecil (audio-tutorial booth atau self-instructional learning carrel), yang dilengkapi dengan audio-tape yang mengarahkan siswa kepada berbagai kegiatan-kegiatan belajar, alat audio-visual, mungkin juga eksperimen yang harus dilakukan. Pelajaran yang disajikan melalui audio-tape itu tidak sekadar merupakan pelajaran akan tetapi berisi program kegiatan yang diurutkan menurut langkah-langkah yang menjamin hasil yang sebaik-baiknya. Kegiatan-kegiatan itu dapat berupakan pelajaran melalui rekaman, bacaan atau bahan lain yang serasi, melakukan berbagai percobaan, atau melihat film. Kamar belajar ini biasanya terbuka hampir sepanjang hari, sehingga dapat digunakan oleh siswa menurut waktu yang sesuai dengan jadwal masing-masing. Disamping alat dan bahan audio itu selalu sedia seorang tenaga pengajar untuk memberi bantuan sebagai tutor.
Sistem audio-tutorial ini dirasa menarik oleh siswa antara lain karena mereka merasa turut bertanggung jawab atas pendidikannya sendiri. Untuk itu mereka harus menyusun jadwal kegiatan sendiri dan mereka merasa turut aktif dalam membina dirinya sendiri.

b. Metode pembelajaran
Mengajar merupakan kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar bagi peserta didik. Dalam mengajar, guru tidak hanya sekedar menerangkan dan menyampaikan sejumlah materi pelajaran kepada peserta didik, namun guru hendaknya selalu memberikan rangsangan dan dorongan agar pada diri siswa terjadi proses belajar. Oleh sebab itu, setiap guru perlu menguasai berbagai metode mengajar dan dapat mengelola kelas secara baik sehingga mampu menciptakan iklim yang kondusif.
Dalam setiap kegiatan mengajar, pada dasarnya meliputi tiga kegiatan, yaitu kegiatan sebelum pembelajaran, kegiatan pelaksanaan pembelajaran, dan kegiatan sesudah pembelajaran. Agar kegiatan belajar mengajar dapat berjalan efektif, maka guru harus mampu memilih metode mengajar yang paling sesuai. Proses pembelajaran akan efektif jika berlangsung dalam situasi dan kondisi yang kondusif, hangat, menarik, menyenangkan, dan wajar. Oleh karena itu guru perlu memahami berbagai metode

Artikel Terkait

Previous
Next Post »