SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF

Wednesday, June 08, 2016

(KODE : 0019-ADM NEGARA) : SKRIPSI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF


BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA

1. Landasan Teori
Sebagai titik tolak atau landasan berpikir dalam menyoroti atau memecahkan masalah, maka perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu. Landasan teori perlu ditegaskan agar penelitian mempunyai dasar yang kokoh dan bukan sekedar perbuatan yang sifatnya coba-coba {trial and error), (Sugiyono, 2004:55).
Menurut Hoy & Miskel (dalam Sugiyono, 2004:55) teori adalah seperangkat konsep, asumsi dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan menjelaskan perilaku dalam berbagai organisasi. Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti menyoroti masalah yang dipilihnya. Sehubungan dengan itu, maka berikut akan dijelaskan beberapa pengertian yang disertai pendapat para ahli yang memiliki kaitan dengan pokok bahasan serta hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan penelitian ini yang meliputi konsep kebijakan.

1.1. Konsep Pelaksanaan
Secara sederhana, pelaksanaan bisa juga disebut sebagai implementasi. Majone dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2002), mengemukakan implementasi sebagai evaluasi. Browne dan Wildavsky (dalam Nurdin dan Usman, 2004:70), mengemukakan bahwa implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan. Pengertian implementasi sebagai aktivitas yang saling menyesuaikan juga dikemukakan oleh Mclaughin (dalam Nurdin dan Usman, 2004). Adapun Schubert (dalam Nurdin dan Usman, 2002:70), mengemukakan bahwa implementasi adalah sistem rekayasa.
Pengertian-pengertian di atas memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada aktivitas, adanya aksi, tindakan, atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme mengandung arti bahwa implementasi bukan sekadar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.

1.2. Pengertian Partisipasi Masyarakat
Pengertian partisipasi selalu dikaitkan atau bersinonim dengan peran serta. Seorang ilmuan yang bernama Keith Davis mengemukakan definisinya tentang partisipasi yang dikutif oleh R.A. Santoso Sastropoetro (1988:13) sebagai berikut:
"Partisipasi dapat didefmisikan sebagai keterlibatan mental atau pikiran atau moral atau perasaan di dalam situasi kelompok yang mendorong untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan."
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka partisipasi itu tidak berdasarkan keterlibatan secara fisik dalam pekerjaannya tetapi menyangkut keterlibatan diri seseorang sehingga akan menimbulkan tanggung jawab dan sumbangan yang besar terdapat kelompok.
Sejalan dengan pendapat di atas, Gordon W. Allport (Santoso Sastropoetro, 1988:12) menyatakan bahwa: 
"Seseorang yang berpartisipasi sebenarnya mengalami keterlibatan dirinya/egonya yang sifatnya lebih daripada keterlibatan dalam pekerjaan atau tugas saja, dengan keterlibatan dirinya berarti keterlibatan pikiran dan perasaannya."
Berdasarkan pernyataan tersebut di atas, maka ada tiga buah unsur penting dalam partisipasi yaitu:
1. Partisipasi merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, lebih dari semata-mata atau hanya keterlibatan secara jasmaniah.
2. Ketersediaan memberi sesuatu sumbangan kepada usaha mencapai tujuan kelompok, ini berarti terdapat rasa senang, kesukarelaan untuk membantu kelompok.
3. Dalam partisipasi hams ada tanggung jawab, unsur tanggung jawab ini merupakan segi yang menonjol dari rasa menjadi anggota.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa partisipasi menyangkut keterlibatan diri/ego dan tidak semata-mata keterlibatan fisik dalam pekerjaan atau tugas saja, dan ketiga unsur partisipasi tersebut di dalam realitanya tidak akan terpisahkan satu sama lain, tetapi akan saling menunjang.
Dalam realitasnya, terutama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, istilah partisipasi ini sering dikaitkan dengan usaha di dalam mendukung program pembangunan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Santoso S. Hamidjoyo (1988:67), bahwa partisipasi mengandung tiga pengertian, yaitu:
1. Partisipasi berarti turut memikul beban pembangunan.
2. Menerima kembali hasil pembangunan dan bertanggung jawab terhadapnya.
3. Partisipasi berarti terwujudnya kreativitasnya dan oto aktifitas.
Dari ketiga hal tersebut di atas, jelas bahwa masalah partisipasi ini sangat urgen, lebih-lebih dalam pelaksanaan pembangunan, oleh karena itu partisipasi aktif segenap lapisan dalam pembangunan harus semakin luas dan merata, baikdalam memikul beban pembangunan maupun di dalam menerima hasil pembangunan.
Dari beberapa kajian literatur tentang partisipasi masyarakat di negara-negara berkembang menunjukkan bahwa konsep partisipasi diinterpretasikan secara luas. Oakley (1991:1-10) mengartikan partisipasi ke dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Partisipasi sebagai bentuk kontribusi, yaitu interpretasi dominan dari partisipasi dalam pembangunan di dunia ketiga adalah melihatnya sebagai suatu keterlibatan secara sukarela atau bentuk kontribusi lainnya dari masyarakat desa menetapkan sebelumnya program dan proyek pembangunan.
2. Partisipasi sebagai organisasi, meskipun diwarnai dengan perdebatan yang panjang di antara para praktisi dan teoritisi mengenai organisasi sebagai instrumen yang fundamental bagi partisipasi, namun dapat dikemukakan bahwa perbedaan organisasi dan partisipasi terletak pada hakekat bentuk
organisasional sebagai sarana bagi partisipasi, seperti organisasi-organisasi yang biasa dibentuk atau organisasi yang muncul dan dibentuk sebagai hasil dari adanya proses partisipasi. Selanjutnya dalam melaksanakan partisipasi masyarakat dapat melakukannya melalui beberapa dimensi, yaitu:
a. Sumbangan pikiran (ide atau gagasan).
b. Sumbangan mated (dana, barang, alat).
c. Sumbangan tenaga (bekerj a atau member kerj a).
d. Memanfaatkan/ melaksanakan pelayanan pembangunan.
3. Partisipasi sebagai pemberdayaan, partisipasi merupakan latihan pemberdayaan bagi masyarakat desa, meskipun sulit didefinisikan. Akan tetapi, pemberdayaan merupakan upaya untuk mengembangkan keterampilan dan kemampuan masyarakat desa untuk memutuskan dan ikut terlibat dalam pembangunan.
Menurut Soetrisno (1995: 221-222) bahwa secara umum, ada dua jenis defmisi partisipasi yang beredar di masyarakat, yaitu:
1. Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap rencana/proyek yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana.
Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat dalam defmisi ini pun diukur dengan kemauan rakyat ikut menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan pembangunan.
2. Partisipasi rakyat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Ukuran tinggi dan rendahnya partisipasi rakyat dalam pembangunan tidak hanya dengan kemauan rakyat untuk menanggung biaya pembangunan, 
tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menetukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayahnya. Ukuran lain yang dapat digunakan adalah ada tidaknya kemauan rakyat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil proyek itu.
Defmisi rnana yang dipakai akan sangat menetukan keberhasilan dalam mengembangkan dan memasyarakatkan sistem pembangunan wilayah yang partisipatif. Dalam sosiologi defmisi pertama merupakan suatu bentuk lain dari mobilisasi rakyat dalam pembangunan. Terkait dengan hal tersebut, maka partisipasi masyarakat menjadi elemen yang penting dalam pengembangan masyarakat. Menurut Adi (2001:208), partisipasi masyarakat atau keterlibatan warga dalam pembangunan dapat dilihat dalam 4 (empat) tahap, yaitu:
1. Tahap Assesment
Dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan sumberdaya yang dimiliki. Untuk ini, masyarakat dilibatkan secara aktif melihat permasalahan yang sedang terjadi, sehingga hal tersebut merupakan pandangan mereka sendiri.
2. Tahap Alternative Program atau Kegiatan
Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan beberapa alternatif program.
3. Tahap Pelaksanaan(Implementasi) Program atau Kegiatan
Dilakukan dengan melaksanakan program yang sudah direncanakan dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaannya di lapangan.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »