(KODE : 0012-PAI) : SKRIPSI PENGARUH KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN TERHADAP PRESTASI SISWA
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
1. Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum berasal dari bahasa Yunani, curiculum, dan bahasa Prancis cuurier, artinya to run atau berlari. Dalam bahasa Inggris, curriculum berarti rencana pelajaran. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kurikulum berarti perangkat pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan.
Istilah kurikulum pada awalnya dipakai dalam dunia olahraga dengan istilah curriculae, yaitu suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari atau kereta dalam perlombaan, dari awal sampai akhir. Dari dunia olahraga istilah kurikulum masuk ke dunia pendidikan yang berarti sejumlah mata kuliah di perguruan tinggi.
Dalam kamus Webstar tahun 1955 kurikulum diartikan sejumlah mata pelajaran di sekolah atau mata kuliah di perguruan tinggi yang harus ditempuh untuk mencapai suatu ijazah. Dalam kamus ini kurikulum juga diartikan keseluruhan pelajaran yang disajikan oleh suatu lembaga pendidikan.
Dengan demikian secara etimologis, kurikulum adalah rencana pelajaran di sekolah atau di perguruan tinggi.
Para pakar pendidikan mengartikan kurikulum dengan pengertian yang berbeda.
Alice Miel dalam bukunya changing the curriculum : a social process (1946) menyatakan bahwa, kurikulum adalah segala pengalaman dan pengaruh yang bercorak pendidikan yang diperoleh anak di sekolah, kurikulum mencakup pengetahuan kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, apresiasi, cita-cita, norma-norma, pribadi guru, kepala sekolah dan seluruh pegawai sekolah.
J. Galen Saylor dan William M. Alexander dalam bukunya Curriculum Planning for Better Teaching and Learning (1956), menyatakan bahwa, segala usaha sekolah untuk mempengaruhi anak belajar, apakah dalam ruangan kelas, di halaman atau di luar sekolah, termasuk kurikulum. Kurikulum juga termasuk kegiatan ekstrakurikuler.
Harold B. Albertycs dalam bukunya Reorganizing the High School Curiculum (1965) menyatakan bahwa kurikulum adalah semua kegiatan baik di dalam kelas maupun di luar kelas yang berada dibawah tanggung jawab kepala sekolah.
William B. Ragan dalam bukunya Modern Elementary Curriculum (1966) menyatakan bahwa kurikulum meliputi seluruh program dan kehidupan dalam sekolah, yakni segala pengalaman anak di bawah tanggung jawab kepala sekolah, kurikulum tidak hanya meliputi bahan pelajaran, tetapi juga meliputi seluruh kehidupan dalam kelas, hubungan sosial antara guru dan murid, metode mengajar dan cara mengevaluasi.
B. Othaniel Smith, W.O. Stanley dan J. Harlan Hores mengartikan kurikulum sebagai sejumlah pengalaman secara potensial dapat diberikan kepada anak dan pemuda agar mereka dapat berfikir dan berbuat sesuai dengan masyarakatnya.
J. Lloyd Trump dan Delmas F. Miller dalam bukunya Secondary School Improvement (1973), mengartikan kurikulum meliputi metode mengajar dan belajar, cara mengevaluasi murid dan seluruh program, perubahan tenaga mengajar, bimbingan dan penyuluhan, supervisi dan administrasi dan hal-hal struktural mengenai waktu, jumlah ruangan, serta kemungkinan memilih pelajaran.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat simpulkan bahwa, kurikulum adalah seperangkat program atau rencana belajar bagi siswa di bawah tanggung jawab sekolah.
Menurut PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegitan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Dalam perjalanan dunia pendidikan di Indonesia, kurikulum telah mengalami beberapa kali perubahan. Pada tahun 1947 pemerintah melalui menteri pendidikan Mr. Suwandi, menerapkan Rencana Pelajaran. Tahun 1968 pemerintah melalui menteri pendidikan Mashuri, SH., memberlakukan Kurikulum 1968. Tahun 1975 pemerintah melalui menteri pendidikan Dr. Syarif Thajeb, memberlakukan Kurikulum 1975. Tahun 1984 pemerintah melalui menteri pendidikan Prof. Dr. Nugroho Notosusanto, memberlakukan Kurikulum 1984. Tahun 1994 pemerintah melalui menteri pendidikan Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro, memberlakukan Kurikulum 1994. Ketika bergulir Reformasi, Kurikulum 1994 mengalami penyesusaian sehingga muncul Suplemen Kurikulum 1994 tahun 1999. Bersamaan dengan lahirnya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menggantikan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989, pada tahun 2004 pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menggagas kurikulum baru, Kurikulum 2004 yang diberi nama Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
Berkaitan dengan kurikulum baru untuk menggantikan kurikulum 1994 yang conten based dan merevisi kurikulum 2004 (KBK) yang masih sentralistik, pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Permendiknas 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 dan Nomor 23 Tahun 2006. Pelaksanaan dari Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 dikenal dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan (KTSP).
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP dikembangkan oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi Dinas Pendidikan/Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota.
Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan KTSP sesuai kebutuhan satuan pendidikan yang bersangkutan berdasarkan kepada :
1. UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional pasal 36 - pasal 38;
2. PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 5 - pasal 18 dan pasal 25 - pasal 27;
3. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
4. Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (pasal 1 ayat 1 Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006)
Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari Standar Isi (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006) dan Standar Kompetensi Lulusan (Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006) sebagaimana diatur dalam Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 pasal 1 ayat 2. Pengembangan dan penetapan KTSP memperhatikan panduan penyusunan KTSP yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat 3 Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006.
Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengadopsi model KTSP disusun oleh BSNP (pasal 1 ayat 4 Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006). KTSP ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah / Komite Madrasah (pasal 1 ayat 5 Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006).
Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menerapkan Permendiknas Nomor 22 dan 23 Tahun 2006 mulai tahun pelajaran 2006/2007 (Pasal 2 ayat 1 Permendiknas Nomor 24 tahun 2006).
Satuan pendidikan dasar dan menengah harus sudah mulai menerapkan Permendiknas Nomor 22 dan 23 Tahun 2006 paling lambat tahun pelajaran 2009/2010 (Pasal 2 ayat 2 Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006).
Satuan pendidikan dasar dan menengah yang telah melaksanakan ujicoba kurikulum 2004 secara menyeluruh dapat menerapkan secara menyeluruh Permendiknas Nomor 22 dan 23 Tahun 2006 mulai tahun pelajaran 2006/2007 (pasal 2 ayat 3 Permendiknas Nomor 24 tahun 2006).
Satuan pendidikan dasar dan menengah yang belum melaksanakan ujicoba kurikulum 2004, melaksanakan Permendiknas Nomor 22 dan 23 Tahun 2006 secara bertahap dalam waktu paling lama tiga tahun.
2. Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
a. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan. Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik.
b. Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.
c. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu, semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d. Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e. Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
f. Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hay at. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.