SKRIPSI KEEFEKTIFAN TEKNIK SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X

Monday, January 11, 2016
(0005-PEND BHS INDO) SKRIPSI KEEFEKTIFAN TEKNIK SCAFFOLDING DALAM PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X

BAB II 
KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori
1. Pengertian Menulis
Pembelajaran bahasa wajib mengajarkan berbagai keterampilan berbahasa, salah satunya adalah keterampilan menulis. Menulis itu sendiri diartikan sebagai suatu keahlian dalam menuangkan suatu ide, gagasan atau gambaran yang ada di dalam pikiran manusia menjadi sebuah karya tulis yang dapat dibaca dan mudah dimengerti atau dipahami orang lain (Wardhana via Rohmadi, 2007: 33). Di sisi lain, Tarigan (2008: 22) mengatakan bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang- orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu.
Sementara itu, menulis juga merupakan kemampuan kompleks yang menuntut sejumlah pengetahuan dan keterampilan (Akhadiah, 1988: 2). Melalui kegiatan menulis, penulis terdorong untuk terus belajar secara aktif. Penulis menjadi penemu sekaligus pemecah masalah bukan sekadar menjadi penyadap informasi dari orang lain. Penulis akan lebih mudah memecahkan permasalahannya, yaitu menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih kongkret. Kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan seseorang berpikir serta berbahasa secara tertib. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa menulis adalah keterampilan kompleks seseorang dalam menyampaikan gagasan atau pendapat dengan menggunakan lambang-lambang grafik yang berfungsi sebagai alat komunikasi yang berupa nonverbal untuk menyampaikan pesan kepada pembaca oleh penulis.
2. Fungsi dan Tujuan Menulis
Pada dasarnya fungsi dan tujuan utama menulis adalah sebagai alat komunikasi yang tidak langsung atau tidak tatap muka. Menulis dapat memudahkan seseorang untuk merasakan dan menikmati hubungan-hubungan, memperdalam daya tanggap atau persepsi, memecahkan masalah-masalah yang sedang dihadapi, dan menyusun urutan pengalaman. Ada beberapa tujuan menulis yang diungkapkan Hairston (via Darmadi 1996:3), tujuan tersebut adalah sebagai berikut.
2.a. Sarana untuk menemukan sesuatu.
2.b. Kegiatan menulis dapat memunculkan ide baru.
2.c. Melatih kemampuan mengorganisasi dan menjernihkan berbagai konsep atau ide yang kita miliki.
2.d. Melatih sikap objektif yang ada pada diri seseorang.
2.e. Membantu diri kita untuk menyerap dan memproses informasi.
2.f. Kegiatan menulis akan memungkinkan seseorang berlatih memecahkan beberapa masalah sekaligus.
2.g. Kegiatan menulis dalam sebuah bidang ilmu akan memungkinkan seseorang menjadi aktif dan tidak hanya menjadi penerima informasi.
3. Tahap dalam Menulis
Seorang penulis pasti akan mengalami proses yang panjang dalam menciptakan suatu karya yang kreatif. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis harus mengetahui tahapan apa saja yang harus dilalui dalam menciptakan karya kreatif tersebut. Sumardjo (2007: 75 - 78) mengemukakan bahwa pada dasarnya terdapat lima tahap proses kreatif menulis yaitu tahap persiapan, inkubasi, inspirasi, penulisan, dan revisi. Masing-masing tahap tersebut dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, adalah tahap persiapan. Pada tahap ini seorang penulis telah menyadari apa yang akan dia tulis dan bagaimana ia akan menuliskannya. Apa yang akan ditulis adalah munculnya gagasan, isi tulisan. Sedang bagaimana ia akan menuangkan gagasan itu adalah soal bentuk tulisannya. Soal bentuk tulisan inilah yang menentukan syarat teknik penulisan. Gagasan itu akan ditulis dalam bentuk artikel atau esai, atau dalam bentuk cerpen, atau dalam bentuk yang lain. Dengan demikian, yang pertama muncul adalah sang penulis telah mengetahui apa yang akan dituliskan nya dan bagaimana menuliskannya. Munculnya gagasan seperti ini memperkuat si penulis untuk segera memulainya atau mungkin juga masih diendapkan nya.
Kedua, tahap inkubasi. Pada tahap ini gagasan yang telah muncul tadi disimpan dan dipikirkan matang-matang, dan ditunggu waktu yang tepat untuk menuliskannya. Selama masa pengendapan ini biasanya konsentrasi penulis hanya pada gagasan itu saja. Di mana saja dia berada dia memikirkan dan mematangkan gagasannya.
Ketiga, saat inspirasi. Inilah saat “Eureka” yaitu saat yang tiba-tiba seluruh gagasan menemukan bentuknya yang amat ideal. Gagasan dan bentuk ungkapannya telah jelas dan padu. Ada desakan yang kuat untuk segera menulis dan tak bisa ditunggu-tunggu lagi.
Keempat, tahap penulisan. Jika pada tahap inspirasi telah muncul maka segeralah lari ke mesin tulis atau komputer atau ambil bolpoin dan segera menulis. Keluarkan segala hasil inkubasi selama ini. Tuangkan semua gagasan yang baik atau kurang baik, muntahan semuanya tanpa sisa dalam bentuk tulisan yang direncanakan nya. Jangan pikirkan mengontrol diri dulu. Jangan menilai mutu tulisanmu dahulu. Itu nanti pada tahap berikutnya. Rasio belum boleh bekerja dulu. Bawah sadar dan kesadaran dituliskan dengan gairah besar. Hasilnya masih suatu karya kasar, masih sebuah draf belaka. Spontanitas amat penting disini.
Kelima, adalah tahap revisi. Periksalah dan nilai lah berdasarkan pengetahuan dan apresiasi yang dimiliki. Buang bagian yang di nalar tidak perlu, tambahkan yang mungkin perlu ditambahkan. Pindahkan bagian atas ke  tengah atau ke bawah. Potong, tambal, dan jahit kembali berdasarkan rasio, nalar, pola bentuk yang telah diapresiasi dengan baik. Disinilah disiplin diri sebagai penulis diuji. Ia harus mau mengulangi menuliskannya kembali. Inilah bentuk tulisan terakhir yang dirasa telah mendekati idealnya Kalau sudah mantap, boleh diminta orang lain untuk membacanya.
4. Cerpen
Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen termasuk ke dalam bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novella (dalam pengertian modern) dan novel. Karena singkatnya, cerita yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insight secara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Ceritanya bisa dalam berbagai jenis.
Sebuah cerpen bukanlah sebuah novel yang dipendekkan dan juga bukan bagian dari novel yang belum ditulis. Cerpen merupakan suatu karya fiksi yang bisa dibaca sekali duduk. Dalam sebuah cerpen ceritanya membangkitkan efek tertentu pada diri pembaca. Cerpen biasanya memiliki alur tunggal yang langsung pada peristiwa dan menekankan pada tokoh utamanya saja (Sayuti, 2000: 8).
Di sisi lain, Nurgiyantoro (2010: 10) mengemukakan bahwa cerpen sesuai dengan namanya adalah cerita yang pendek. Akan tetapi, berapa ukuran panjang pendek itu memang tidak ada aturannya, tidak ada satu kesepakatan di antara para pengarang dan para ahli. Walaupun sama-sama pendek, panjang

Artikel Terkait

Previous
Next Post »