SKRIPSI GAMBARAN BAYI USIA 0-1 TAHUN YANG MENDERITA ISPA DENGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN STATUS IMUNISASI

Wednesday, January 27, 2016
(0017-FKM) SKRIPSI GAMBARAN BAYI USIA 0-1 TAHUN YANG MENDERITA ISPA DENGAN RIWAYAT PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DAN STATUS IMUNISASI

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 

2.1. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
2.1.1. Defmisi
ISPA adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang berlangsung sampai 14 hari lamanya. Saluran pernafasan adalah organ yang bermula dari hidung hingga alveoli beserta segenap adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Sedangkan yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma ke dalam tubuh dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit (Depkes, 2000).
2.1.2. Etiologi
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari 90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih kecil. Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan ISPA bagian bawah hampir 50% diakibatkan oleh bakteri. Saat ini telah diketahui bahwa penyakit ISPA melibatkan lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1986).
WHO (1986), juga mengemukakan bahwa kebanyakan penyebab ISPA disebabkan oleh virus dan mikoplasma, dengan pengecualian epiglotitis akut dan pneumonia dengan distribusi lobular. Adapun virus-virus (agen non bakterial) yang banyak ditemukan pada ISPA bagian bawah pada bayi dan anak-anak adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), adenovirus, parainfluenza, dan virus influenza A & B.
2.1.3. Klasifikasi
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul, dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988. Adapun pembagiannya sebagai berikut:
1) ISPA ringan Ditandai
dengan satu atau lebih gejala berikut:
-Batuk
-Pilek dengan atau tanpa demam
2) ISPA sedang
Meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut:
Pernafasan cepat: Usia
bayi kurang 1 tahun : 50 kali / menit atau lebih.
Usia bayi 1-4 tahun  : 40 kali / menit atau lebih
- Mengi
Sakit dan keluar cairan dari telinga. -Bercak kemerahan .
3) ISPA berat
Meliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut: Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi.
- Kesadaran menurun.
- Bibir / kulit pucat kebiruan.
- Stridor sewaktu istirahat.
- Adanya selaput membran difteri.
2.1.4. Faktor Resiko ISPA
2.1.4.1. Faktor Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Bayi yang dilahirkan dengan BBLR mudah terserang ISPA. Ini karena, bayi BBLR memiliki sistem pertahanan tubuh yang rendah terhadap mikroorganisme patogen. Dengan infeksi ringan saja sudah cukup membuat sakit, sehingga bayi BBLR rentan terhadap penyakit infeksi termasuk penyakit ISPA. Warta posyandu ( 1998/1999), telah mempublikasikan tentang faktor BBLR yang meningkatkan morbiditas ISPA. Sukar et al. (1996), juga telah melaporkan adanya hubungan signifikan antara BBLR dengan resiko terjadinya kejadian ISPA.
2.1.4.2. Faktor Umur
Faktor resiko ISPA juga sering disebutkan dalam literature adalah faktor umur. Adanya hubungan antara umur anak dengan ISPA mudah dipahami, karena semakin muda umur balita, semakin rendah daya tahan tubuhnya. Menurut Tupasi et al. (1998), resiko terjadi ISPA lebih besar pada bayi berumur kurang dari satu tahun, sedangkan menurut Sukar et al. (1996), anak berumur kurang dari dua tahun memiliki resiko lebih tinggi untuk terserang ISPA. Depkes (2000), menyebutkan resiko terjadinya ISPA yaitu pneumonia terjadi pada umur lebih muda lagi yaitu kurang dari dua bulan.
2.1.4.3. Faktor Vitamin
Diketahui adanya hubungan antara pemberian vitamin A dengan resiko terjadi ISPA. Anak dengan exophthalmia ringan memiliki resiko 2 kali untuk menderita ISPA. Depkes (2000), menyebutkan bahwa keadaan defisiensi vitamin A merupakan salah satu faktor resiko ISPA. Defisiensi vitamin A dapat menghambat pertumbuhan balita dan mengakibatkan pengeringan jaringan epitel saluran pernafasan. Gangguan pada epitel ini juga menjadi penyebab mudahnya terjadi ISPA.
2.1 A A. Faktor Gangguan Gizi (Malnutrisi)
Malnutrisi dianggap bertanggungjawab terhadap ISP A pada balita terutama pada Negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini mudah dipahami karena keadaan malnutrisi menyebabkan lemahnya daya tahan tubuh anak. Hal tersebut memudahkan kemasukan ajen penyakit ke dalam tubuh. Malnutrisi menyebabkan resistensi terhadap infeksi menurun oleh efek nutrisi yang buruk. Menurut WHO (2000), telah dibuktikan bahawa adanya hubungan antara malnutrisi dengan episode ISP A.
2.1.4.5. Faktor Pendidikan Ibu
Ibu dengan pendidikan yang baik akan memiliki akses informasi yang lebih luas sehingga berdampak positif terhadap cara merawat bayi. Kemampuan merawat bayi oleh seorang ibu ada hubungannya dengan tingkat kemampuan masyarakat. Itulah sebabnya sehingga Infant Mortality Rate (IMR) suatu negara dijadikan sebagai parameter terhadap kemajuan negara tersebut (Deb, 1998).
2.1.4.6. Status Sosioekonomi
Diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Sebuah penelitian telah di Filipina membuktikan bahwa sosiaoekonomi orang tua yang rendah akan meningkatkan resiko ISPA pada anak usia kurang dari 1 tahun (Tupasi et ah, 1988).
2.1.4.7. PolusiUdara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA adalah rendahnya kualitas udara di dalam rumah ataupun di luar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa Sekolah Dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISP
A. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA pada anak (Sumargono, 1989).
2.1.4.8. Faktor Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat anti mikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan
imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imun kompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (Soeharyono et al, 1989).
2.1.5. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan ber interaksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran pernafasan bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Colman, 1992).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran pernafasan, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk. (Colman, 1992).

Artikel Terkait

Previous
Next Post »