(KODE : 0031-KOMUNIKASI) : SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF KUALITATIF STRATEGI KOMUNIKASI HUMAS DALAM MENJALANKAN CSR BIDANG PENDIDIKAN UNTUK MENINGKATKAN PENDIDIKAN MASYARAKAT
BAB II
KERANGKA TEORI
1. Strategi Komunikasi
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana titik operasionalnya. (Effendy, 2004: 32). Sedangkan Sondang P. Siagian (1985: 21) berpendapat bahwa, strategi adalah cara-cara yang sifatnya mendasar dan fundamental yang akan dan oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan dan berbagai sasaran dengan selalu memperhitungkan kendala lingkungannya yang pasti akan dihadapi.
Setiap strategi dalam bidang apa pun harus didukung oleh teori, demikian juga dalam strategi komunikasi. Teori merupakan pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman yang telah diuji kebenarannya. Untuk strategi komunikasi, teori yang barangkali tepat untuk dijadikan sebagai "pisau analisis" adalah paradigma yang dikemukakan oleh Harold D. Lasswell. Untuk mantapnya strategi komunikasi, maka segala sesuatunya harus dipertautkan dengan komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan yang dirumuskan, yaitu who says what in which channel to whom with what effect. Rumus ini tampaknya sederhana, tetapi jika dikaji lebih jauh, pertanyaan "efek apa yang diharapkan" secara implisit mengandung pertanyaan lain yang perlu dijawab dengan seksama, yaitu :
1. When ( Kapan dilaksanakannya)
2. How ( Bagaimana melaksanakannya)
3. Why ( Mengapa dilaksanakan demikian)
Tambahan pertanyaan tersebut dalam strategi komunikasi sangat penting, karena pendekatan (approach) terhadap efek yang diharapkan dari suatu kegiatan komunikasi (Ruslan, 2003 : 99).
Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin "communicatio" dan bersumber dari kata "communis" yang berarti "sama", dalam arti "sama makna". Menurut Carl I. Hovland (Siahaan, 2000: 3), komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan). Berdasarkan pernyataan tersebut komunikasi mengandung unsur psikologis yakni mempengaruhi tingkah laku individu/kelompok. Dengan adanya perubahan tingkah laku yang dikarenakan proses komunikasi, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi tersebut mengandung unsur-unsur persuasif.
Menurut Joseph A. Devito (1997), komunikasi adalah sebuah tindakan untuk berbagi informasi, gagasan, atau pendapat dari setiap partisipan komunikasi yang terlibat di dalamnya guna mencapai kesamaan makna. Komunikasi merupakan suatu tindakan yang memungkinkan kita mampu menerima dan memberikan informasi atau pesan sesuai dengan apa yang kita butuhkan. Proses komunikasi adalah setiap langkah mulai dari saat menyampaikan informasi sampai dipahaminya informasi oleh komunikan. Komunikasi adalah suatu proses, suatu kegiatan yang berlangsung secara kontinyu.
Tujuan komunikasi dapat dilihat dari berbagai aspek dalam kampanye dan propaganda. Untuk itu diperlukan strategi yang pada hakikatnya adalah perencanaan dan manajemen untuk mencapai tujuan tertentu dalam praktek operasionalnya. Dari definisi tersebut terdapat kesepakatan bahwa strategi komunikasi memberikan fokus terhadap usaha komunikasi yang dilakukan karena dengan perencanaan dan manajemen membantu melihat hasil dan melihat jauh ke depan. (Ruslan, 2005: 36)
Kegiatan komunikasi yang dilakukan perusahaan merupakan komponen yang jelas terlihat siapa pun karena komunikasi memang ditujukan untuk masyarakat. Misalnya komunikasi yang dilakukan melalui kegiatan promosi atau iklan di media massa adalah sesuatu yang terlihat. Komunikasi berfungsi sebagai katalisator untuk mempresentasikan dan mendukung strategi tindakan. Dalam situasi tertentu komunikasi menggunakan media tertentu untuk mencapai sasaran yang jauh atau banyak jumlahnya. Untuk itu dibutuhkan strategi komunikasi agar pesan/informasi yang dimaksudkan atau ditujukan untuk merubah sikap, pendapat atau tingkah laku, seseorang atau sejumlah orang dapat mengahasilkan efek tertentu sesuai dengan yang diharapkan. (Morrisan, 2006: 191)
Strategi komunikasi merupakan paduan perancanaan komunikasi (Communication Planning) dengan menejemen komunikasi (Communication Management) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Strategi komunikasi ini harus mampu menunjukkan bagaimana oprasionalnya secara praktis harus dilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung pada situasi dan kondisi (Effendy, 2004: 32).
Dari pendapat para ahli di atas, maka dapat di tarik kesimpulan bahwa strategi komunikasi adalah suatu cara atau taktik rencana dasar yang menyeluruh dari rangkaian tindakan yang akan dilaksanakan oleh sebuah organisasi untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa sasaran dengan memiliki sebuah paduan perencanaan komunikasi (communication planning) dengan manajemen komunikasi (management communication) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Adapun tujuan sentral dari strategi komunikasi itu, menurut R.Wayne Pace, Brent D. Peterson, dan M. Dallas Burnett dalam bukunya, Techniques for Effective Communication, menyatakan bahwa tujuan sentral kegiatan komunikasi terdiri dari atas tiga tujuan utama, yaitu: Pertama, to secure understanding, memastikan bahwa komunikan mengerti pesan yang diterimanya. Kedua, andaikata ia sudah dapat mengerti dan menerima, maka penerimanya itu harus dibina (to establish acceptance). Ketiga, pada akhirnya kegiatan dimotivasikan (to motive action). (Effendy, 2004: 32).
Dalam strategi komunikasi mengenai isi pesan tentu sangat menentukan efektivitas komunikasi. Wilbur Schramm (Rusdianto, 2010: 15) mengatakan bahwa agar komunikasi yang dilancarkan dapat lebih efektif, maka pesan yang disampaikan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian sasaran dimaksud.
2. Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara sumber dan sasaran, sehingga sama-sama dapat dimengerti.
3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak sasaran dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan itu.
4. Pesan harus menyarankan sesuatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi, yang layak bagi situasi kelompok di mana sasaran berada pada saat ia gerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.
Gejala-gejala psikis komunikan sangat perlu diketahui oleh seorang komunikator. Gejala-gejala psikis tersebut biasanya dapat dipahami bila diketahui pula lingkungan pergaulan komunikan yang dalam hal ini biasanya disebut situasi sosial.
Jika kita sudah tahu sifat-sifat komunikan, dan mengetahui pula efek seperti apa yang kita kehendaki dari mereka, memilih cara mana yang kita ambil untuk berkomunikasi sangatlah penting, karena ini ada kaitannya dengan media yang harus kita gunakan. Cara bagaimana kita berkomunikasi (how to communicate), kita bisa mengambil salah satu dari dua tatanan berikut ini:
a. Komunikasi Tatap Muka (Face To Face Communication)
Komunikasi tatap muka dipergunakan apabila kita mengharapkan efek perubahan tingkah laku (behaviour change) dari komunikan. Mengapa demikian, karena kita sewaktu berkomunikasi memerlukan umpan balik langsung (immediate feedback). Dengan saling melihat, kita sebagai komunikator bisa mengetahui pada saat kita berkomunikasi apakah komunikan memperhatikan kita dan mengerti apa yang kita komunikasikan. Jika umpan baliknya positif, kita akan mempertahankan cara komunikasi yang kita pergunakan dan memeliharanya supaya umpan balik tetap menyenangkan kita. Bila sebaliknya, kita akan mengubah teknik komunikasi kita sehingga komunikasi kita berhasil.
b. Komunikasi Bermedia (Mediated Communication)
Komunikasi bermedia (public media and mass media) pada umumnya banyak digunakan untuk komunikasi informative, karena tidak begitu ampuh untuk mengubah tingkah laku. Lebih-lebih media massa. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa media massa kurang sekali keampuhannya dalam mengubah tingkah laku komunikan. Walaupun demikian, tetap ada untung ruginya. Kelemahan komunikasi bermedia ialah tidak persuasive, sebaliknya kekuatannya dapat mencapai komunikan dalam jumlah yang besar. Komunikasi tatap muka kekuatannya ialah dalam hal mengubah tingkah laku komunikan, tetapi kelemahannya ialah bahwa komunikan yang dapat diubah tingkah lakunya itu relatif hanya sedikit saja, sejauh bisa berdialog dengannya. (Effendy, 2004: 301-303)
Bagaimanapun juga setiap komunikasi yang dilakukan senantiasa menambah efek yang positif atau efektivitas komunikasi. Komunikasi yang tidak menginginkan efektivitas, sesungguhnya adalah komunikasi yang tidak bertujuan. Efek dalam komunikasi adalah perubahan yang terjadi pada diri penerima (komunikan atau khalayak), sebagai akibat pesan yang diterima baik