KERANGKA TEORI
Sebelum melangkah pada operasionalisasi penelitian, akan dikemukakan terlebih dahulu teori-teori yang sesuai dengan penelitian yang dilaksanakan. Sebagai upaya untuk lebih mengarahkan mencapai tujuan yang hendak dicapai.
Kerangka teori merupakan landasan berpikir untuk melakukan penelitian dan teori dipergunakan untuk menjelaskan fenomena sosial yang menjadi objek penelitian. Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, defenisi, dan propoposi yang disusun secara sistematis.
A. Budaya Organisasi
1. Pengertian Budaya Organisasi
Menurut Phiti Sithi Amnuai dalam tulisannya How to Build a Corporation Culture (dalam Tika, 2006: 4) budaya organisasi adalah seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota-anggota organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah adaptasi eksternal dan masalah integrasi internal.
Budaya organisasi mempakan cara berpikir dan melakukan sesuatu yang mentradisi, yang dianut bersama oleh semua anggota organisasi dan para anggota baru harus mempelajari atau paling sedikit menerima sebahagian dari budaya tersebut agar diterima sebagai bagian dari organisasi.
Kotter dan Heskett (dalam Tika, 2006: 19) menyatakan bahwa budaya organisasi mempakan nilai yang dianut secara bersama oleh anggota organisasi, cendemng membentuk perilaku kelompok. Nilai-nilai sebagai budaya organisasi cendemng tidak terlihat maka sangat sulit berubah. Sedangkan norma perilaku kelompok dapat dilihat dan tergambar pada pola tingkah laku dan gaya anggota organisasi relatif dapat bembah.
Budaya bisa sangat stabil sepanjang waktu, namun budaya juga tak pernah statis. Krisis kadang-kadang mendorong kelompok untuk mengevaluasi kembali beberapa nilai atau perangkat praktis. Tantangan-tantangan baru dapat mengakibatkan penciptaan cara-cara baru untuk melakukan segala sesuatu. Keluar masuknya anggota inti, diservikasi ke dalam bisnis yang sangat berbeda, ekspansi geografis dan asimilasi yang cepat dari karyawan baru, semua itu dapat memperlemah atau mengubah suatu budaya.
Taliziduhu Ndraha dalam bukunya budaya organisasi (dalam Tika, 2006: 7) menyatakan bahwa budaya organisasi mempakan genus dan budaya pemsahaan salah satu spesiesnya. Budaya pemsahaan adalah sekumpulan sistem nilai yang diakui dan dibuat oleh semua anggotanya yang membedakan pemsahaan yang satu dengan yang lainnya (Robins, dalam Tika, 2006: 6). Dengan demikian antara budaya organisasi dan budaya pemsahaan saling terkait karena keduanya ada kesamaan, meskipun dalam budaya perusahaan terdapat hal-hal khusus seperti gaya manajemen dan sistem manajemen dan sebagainya, namun semuanya masih tetap dalam rangkaian budaya organisasi.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa berbeda organisasi maka berbeda pula budayanya. Perbedaan tersebut dapat dilihat dengan jelas apabila kita membandingkan budaya kerja yang ada di organisasi pemerintah dan bedaya kerja yang ada di organisasi swasta. Banyak orang yang berpendapat bahwa organisasi pemerintahan mempunyai budaya kerja yang sangat lambat bila dibandingkan dengan budaya kerja yang ada di organisasi swasta. Salah satu contohnya dalam hal pendidikan, sekarang ini kebanyakan pendidikan dari organisasi swasta lebih maju dibanding pendidikan dari organisasi pemerintah dan dengan kualitas yang berbeda pula. Selain itu juga banyak hal lain yang seharusnya organisasi pemerintah itu lebih baik daripada organisasi swasta, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Hal ini mungkin bisa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya pengalokasian dana yang tidak tepat, kurangnya perhatian, dll.
Begitu juga dalam hal pelayanan, sudah menjadi rahasia umum kalau pelayanan masyarakat oleh instansi atau aparat pemerintahan umumnya berjalan lamban dan kadang tidak efisien. Birokrasi menjadi kehilangan makna yang sesungguhnya sebagaimana pertama kali digagas oleh Max Weber : "Alasan yang jelas bagi kemajuan organisasi yang birokratis selalu berupa keunggulan teknisnya atas bentuk organisasi lain manapun. Ketepatan, kecepatan, kejelasan, pengurangan friksi dan biaya material maupun personal - semua ini ditingkatkan sampai titik optimal dalam pemerintahan yang sangat birokratis." Namun kenyataannya sangat berbeda.
Ada beberapa perbedaaan mendasar yang terdapat antara organisasi swasta dan organisasi pemerintah. Pertama, organisasi swasta didasari oleh semangat entrepreneur ship, sedangkan organsasi pemerintahan tidak. Orang selalu menganggap entrepreuneur adalah seorang pengambil resiko (risk taker), tetapi dari hasil beberapa kajian yang lebih teliti, entrepreuner lebih tepat untuk dikatakan sebagai pengambil peluang.
Kedua, organisasi swasta didasari oleh profit motif oriented (keuntungan setinggi-tingginya), sedangkan organisasi pemerintah oleh motif politik. Pemerintahan bergerak lamban karena bersifat terbuka terhadap publik. Pengambilan keputusan tidak bisa dilakukan dengan cepat dan segera seperti perusahaan swasta yang gerak perusahaannya didorong oleh kompetisi sedangkan organisasi pemerintah menggunakan monopoli.
Ketiga, drive (dorongan) dalam organisasi swasta/dunia bisnis adalah kompetisi. Sedangkan di organisasi pemerintahan tidak ada.
Keempat, perusahaan swasta digerakkan oleh misi, sedangkan pemerintahan oleh peraturan.
Kelima, organisasi swasta menyerahkan hasil dan layanan pada mekanisme pasar, organisasi pemerintahan memberikan layanan dengan cara monopoli.
Kesimpulannya, sampai kapan pun tidak akan pernah bisa sama 100% organisasi pemerintah dapat dijalankan seperti organisasi swasta. Yang memungkinkan untuk diambil dan diterapkan dari organisasi swasta ke dalam organisasi pemerintahan adalah prinsip-prinsip dasarnya, yaitu :
1. Organisasi swasta mencurahkan segenap energinya untuk memperoleh uang.
2. Organisasi swasta berorientasi pada kepuasan pelanggan.
3. Organisasi swasta berorientasi pada hasil.
4. Organisasi swasta bergerak lebih dinamis karena adanya kompetisi.
5. Organisasi swasta menyerahkan keberlangsungan perusahaan pada mekanisme pasar.
6. Organisasi swasta digerakan oleh tujuannya, yakni oleh misi mereka.
7. Organisasi swasta berusaha mencegah masalah sebelum masalah itu muncul.
8. Organsisasi swasta memberi wewenang dan partisipasi para anggotanya untuk memajukan perusahaan.
9. Organisasi swasta melakukan desentralisasi wewenang dengan menjalankan manajemen partisipasi.
10. Organsisasi swasta bersikap responsif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
Robbins juga memaknai budaya organisasi sebagai filosofi dasar yang memberikan arahan bagi kebijakan organisasi dalam pengelolaan karyawan dan nasabah. Lebih lanjut Robbins menyatakan sebuah sistem makna bersama dibentuk oleh para warganya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain, sistem pemaknaan bersama merupakan seperangkat karakter kunci dari dari nilai-nilai organisasi.
Dalam budaya organisasi ditandai adanya sharing atau berbagi nilai dan keyakinan yang sama dengan seluruh anggota organisasi. Value (nilai) merupakan suatu ukuran normatif yang mempengaruhi manusia untuk melaksanakan tindakan yang dihayatinya. Misalnya berbagi nilai dan keyakinan yang sama melalui pakaian seragam. Namun menerima dan memakai seragam saja tidaklah cukup. Pemakaian seragam haruslah membawa rasa bangga, menjadi alat kontrol dan membentuk citra organisasi. Dengan demikian, nilai pakaian seragam tertanam menjadi basic.