SKRIPSI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MEMBAYAR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

Thursday, June 09, 2016

(KODE : 0016-ADM NEGARA) : SKRIPSI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MEMBAYAR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN


KERANGKA TEORI

Kerangka teori diperlukan untuk memudahkan penelitian, sebab ia merupakan pedoman berfikir bagi peneliti. Oleh karena itu, seorang peneliti hams terlebih dahulu menyusun suatu kerangka teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana ia menyoroti masalah yang dipilihnya. Selanjutnya, menumt Singarimbun dan Effendi (1989: 37), teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstmksi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara memmuskan hubungan antar konsep. Dalam penelitian ini yang menjadi kerangka teorinya adalah:

A. Partisipasi Masyarakat membayar PBB 
1. Defenisi Partisipasi masyarakat
Menginterpretasikan kata partisipasi secara kelim menyebabkan masyarakat maupun pemerintah mempunyai tanggapan yang salah. Banyak makna untuk kata partisipasi yang membuat masyarakat bingung bagaimana masyarakat sehamsnya bertindak dan berperan dalam suatu program pembangunan sehingga masyarakat telah dianggap berpartisipasi.
Berbicara tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan, orang akan menemukan mmusan pengertian yang cukup bervariasi, sejalan dengan luasnya lingkup penggunaan konsep tersebut dalam wacana pembangunan. Menumt Soetrisno (1995; 221-222) ada dua definisi partisipasi yang beredar dalam masyarakat. Definisi pertama adalah definisi yang diberikan oleh para perencana pembangunan formal di Indonesia. Definisi jenis ini mengartikan partisipasi masyarakat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Definisi kedua dan berlaku universal adalah partisipasi dalam pembangunan merupakan kerjasama yang giat antara perencana dan rakyat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai.
Menurut T.B. Simatupang dalam Khairuddin (1992: 124) memberi rincian tentang partisipasi berarti apa yang kita jalankan adalah bagian dari usaha bersama untuk mencapai tujuan bersama diantara semua warganegara yang mempunyai latar belakang yang beragam atau dasar hak dan kewajiban yang sama untuk memberi sumbangan demi terciptanya masa depan. Partisipasi juga tidak hanya berarti mengambil bagian dalam pelaksanaan-pelaksanaan rencana pembangunan, akan tetapi berarti memberi dukungan agar dalam pembangunan, nilai-nilai kemanusiaan, cita-cita, mengenai keadilan sosial dijunjung tinggi, misalnya partisipasi dalam pembayaran PBB.
Pemikiran di atas senada dengan Sondang P.Siagian (2003:30) yang mengungkapkan bahwa partisipasi dari masyarakat luas mutlak diperlukan, karena masyarakatlah yang pada akhirnya melaksanakan berbagai kegiatan di dalam pambangunan, rakyat banyak memegang peranan sekaligus sebagai subjek dan objek pembangunan.
Partisipasi masyarakat ikut mempengaruhi hasil, manfaat dan dampak keberhasilan dalam proses pembayaran PBB dalam pambangunan. Disadari partisipasi masyarakat dalam membayar PBB akan memberikan kontribusi positif bagi kehidupan masyarakat di masa mendatang. Karena di dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat besar-kecilnya terdapat usaha pembelajaran oleh masyarakat secara mandiri untuk mengerti dan paham akan kebutuhan maupun kepentingannya sendiri terutama yang menyangkut perbaikan taraf hidup masyarakat dalam pembangunan.
Memperhatikan beberapa pengertian partisipasi di atas, tampak bahwa kriteria utama yang digunakan untuk menentukan adanya partisipasi masyarakat adalah adanya keterlibatan tanpa harus mempersoalkan faktor yang melatarbelakangi dan mendorong keterlibatan tersebut. Beberapa pihak mencoba merumuskan pengertian partisipasi dengan menggunakan kedua kriteria tersebut: unsur keterlibatan dan latar belakang yang mendorongnya.
Dengan menggunakan kedua kriteria tersebut partisipasi diartikan sebagai keterlibatan masyarakat dalam suatu proses pembangunan yang didorong oleh determinasi dan kesadarannya tentang arti keterlibatannya tersebut. Kesadaran serta keterlibatan yang dimaksud pada penelitian ini adalah sikap masyarakat dalam membayar PBB. Sikap masyarakat dalam hal ini, yakni memenuhi kewajibannya dalam membayar PBB dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan dalam jumlah yang telah ditentukan.

2. Tahap-tahap partisipasi
Menurut Ndraha (1990 ; 125-126) partisipasi masyarakat memiliki beberapa tahap dalam prosesnya antara lain;
1. Partisipasi melalui kontak dengan pihak lain,
2. Partisipasi dalam memperhatikan, menyerap dan memberi tanggapan terhadap informasi baik dalam arti menerima (menaati, memenuhi, melaksanakan), mengiyakan, menerima dengan syarat maupun dalam arti menolaknya,
3. Partisipasi dalam arti perencanaan pembangunan, termasuk pengambilan keputusan/ kebijakan seperti proses penentuan arah dan strategi,
4. Partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan, program dan proyek pembangunan,
5. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil pembangunan,
6. Partisipasi dalam keterlibatan mereka mengevaluasi program pembangunan. Partisipasi merupakan suatu usaha kegiatan yang penting dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat . Menurut Adi (2001:23), partisipasi masyarakat atau keterlibatan masyarakat dalam pembangunan dapat dilihat dalam empat tahap yaitu :
1. Tahap assessment
Dilakukan dengan mengidentifikasi masalah dan sumber daya yang dimiliki. Untuk ini masyarakat dilibatkan secara aktif merasakan permasalahan yang sedang terjadi merupakan pandangan mereka sendiri.
2. Tahap alternatif program atau kegiatan
Dilakukan dengan melibatkan warga untuk berfikir tentang masalah yang mereka hadapi dan cara mengatasinya dengan memikirkan beberapa cara alternatif program.
3. Pelaksanaan (Implementasi) program atau kegiatan.
Dilakukan dengan melaksanakan program yang sudah direncanakan dengan baik agar tidak melenceng dalam pelaksanaanya di lapangan.
4. Tahap evaluasi (termasuk evaluasi input, proses dan hasil) Dilakukan dengan adanya pengawasan dari masyarakat dan petugas terhadap program yang sedang berjalan.
Tahapan partisipasi publik menurut Hoofsteede dalam Khairuddin (1992:125) telah membagi partisipasi menjadi tiga tingkatan, antara lain;
1. Partisipasi Inisiasi {Initiation Participation) adalah partisipasi yang mengundang inisiatif dari pemimpin desa, baik formal maupun informal ataupun dari anggota masyarakat mengenai suatu proyek yang nantinya proyek tersebut merupakan kebutuhan bagi masyarakat.
2. Partisipasi Legitimasi {Legitimation Participation) adalah partisipasi pada tingkat pembicaraan atau pembuatan keputusan tentang proyek tersebut.
3. Partisipasi Eksekusi {Execution Participation ) adalah partisipasi pada tingkat kecamatan.
Partisipasi inisiasi mempunyai kadar yang lebih tinggi dibanding dengan partisipasi legitimasi dan eksekusi. Di sini penduduk tidak hanya sekedar menjadi objek pembangunan saja, akan tetapi dapat menentukan dan mengusulkan segala suatu rencana yang akan dilaksanakan. Sedangkan kalau masyarakat ikut hanya dalam tahap pembicaraan saja seperti rembug desa, padahal proyek yang akan dibangun sudah jelas wujudnya, maka masyarakat hanya berpartisipasi pada tingkat legitimasi. Partisipasi eksekusi adalah yang terendah dari semua tingkatan partisipasi di atas. Masyarakat hanya turut serta dalam pelaksanaan proyek tanpa harus ikut serta menentukan dan menbicarakan proyek.

3. Pendekatan Pengembangan Partisipasi Masyarakat
Menurut Mikekelsen dalam soetomo (2006:146) ada empat pendekatan untuk mengembangkan partisipasi masyarakat yaitu :
a. Pendekatan partisipasi pasif, pelatihan dan informasi. Pendekatan ini berdasarkan pada anggapan bahwa pihak eksternal (pemerintah) lebih tahu, lebih menguasai pengetahuan, teknologi, skill dan sumber daya. Dengan demikian, bentuk partisipasi ini akan melahirkan tipe komunikasi satu arah dari atas ke bawah, hubungan pihak eksternal dan masyarakat bersifat vertikal.
b. Pendekatan partisipasi aktif. Dalam pendekatan ini sudah dicoba dikembangkan komunikasi dua arah, walaupun pada dasarnya masih berdasarkan pra anggapan yang sama dengan pendekatan yang pertama, bahwa pihak eksternal lebih tahu dibandingkan dengan masyarakat. Pendekatan ini sudah mulai membuka dialog, guna memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berinteraksi kepada masyarakat untuk berinteraksi secara lebih intensif dengan para petugas dari institusi eksternal. Salah satu contohnya adalah pendekatan pelatihan dan kunjungan.
c. Pendekatan partisipasi dengan keterikatan. Pendekatan ini mirip kontrak sosial antara pihak eksternal dengan masyarakat. Dalam keterkaitan tersebut dapat disepakati apa yang dapat dilakukan masyarakat dan apa yang harus dilakukan dan diberikan pihak eksternal. Masyarakat setempat, baik sebagai individu kecil, diberikan pilihan untuk terikat pada sesuatu dengan tanggung jawab atas setiap kegiatan pada masyarakat dan juga pada pihak eksternal.


Artikel Terkait

Previous
Next Post »