(KODE : 0021-PAI) : SKRIPSI STUDI KOMPARASI ANTARA AKHLAK SISWA YANG MENGIKUTI PROGRAM MENTORING DENGAN YANG TIDAK MENGIKUTI PROGRAM MENTORING
BAB II
AKHLAK SISWA DAN PROGRAM MENTORING DI SEKOLAH
A. Kajian Pustaka
Untuk menghindari pengulangan hasil penelitian yang membahas permasalahan yang sama dari seseorang dalam bentuk buku dan dalam bentuk tulisan lainnya, maka penulis memaparkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan.Hasil penelitian itu nantinya akan dijadikan sebagai sandaran teori dan sebagai pembanding dalam mengupas permasalahan tentang akhlak siswa dan program mentoring di SMA Negeri 3 Semarang sehingga muncul penemuan baru.
1. Skripsi berjudul "Pembinaan Sikap Keberagamaan Siswa Melalui Program Mentoring Ekstrakurikuler Rohani Islam (ROHIS) di SMA N Unggulan 57 Jakarta", di tulis oleh M. Ridwansyah tahun 2008 Fakultas Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Hasil dari penelitian ini adalahbahwa program mentoring dapat menjadi wadah serta kontribusi positif dalam pembinaan sikap keberagamaan siswa.
Dari penelitian tersebut, peneliti mendapatkan informasi bahwa dengan mengikuti mentoring, sikap keberagamaan siswa akan menjadi baik. Hasil dari penelitian tersebut merupakan penelitian yang ada relevansinya dengan skripsi ini, namun memiliki fokus permasalahan yang berbeda. Karya tersebut hanya membahas tentang kontribusi positif program mentoring terhadap sikap keberagamaan siswa, dan tidak memperhatikan sikap keberagamaan siswa yang tidak mengikuti mentoring sedangkan fokus permasalahan pada skripsi ini adalah adanya kontribusi positif program mentoring terhadap pembinaan akhlak siswa sekaligus membandingkan antara akhlak siswa yang mengikuti mentoring dengan yang tidak mengikuti mentoring.
2. Skripsi berjudul "Manajemen Internalisasi Nilai-Nilai Keagamaan Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Sie. Kerohanian Islam Untuk Pembentukan Karakter Siswa SMA Negeri 1 Malang" ditulis oleh I'anatut Thoifah tahun 2011 Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Hasil dari penelitian tersebut merupakan penelitian yang ada relevansinya dengan skripsi ini, namun memiliki fokus permasalahan yang berbeda, yaitu: penelitian tersebut lebih fokus pada mengetahui letak relevansi manajemen internalisasi nilai-nilai keagamaan melalui kegiatan ekstrakurikuler sie.
Islam pada siswa SMA N 1 Malang dengan pendidikan karakter, sedangkan dalam penelitian ini fokus pada mengetahui letak perbedaan antara akhlak siswa yang mengikuti program mentoring dengan yang tidak mengikuti program mentoring sie. Kerohanian Islam di SMA Negeri 3 Semarang.
3. Skripsi berjudul "Peran Kegiatan Sie Kerohanian Islam (ROHIS) dalam Upaya Meningkatkan Perilaku Keberagamaan Siswa di SMA N 1 Sidoarjo", ditulis oleh Afdiah Fidianti tahun 2009 Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa peranan sie. Kerohanian sangat besar manfaatnya terutama dalam meningkatkan perilaku keberagamaan, hal ini dapat dilihat dengan adanya berbagai macam kegiatan sehingga terbina perilaku siswa yang baik terbukti dengan kesadaran siswa untuk beribadah dan berakhlak mulia tehadap Allah SWT, orang tua, guru, sesama teman dan lingkungan sekitarnya.
Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan skripsi ini, namun memiliki fokus permasalahan yang berbeda:
a. Karya tersebut membahas peran kegiatan sie. Kerohanian Islam, jadi peran kegiatan sie. Kerohanian Islam ini mencakup semua kegiatan bukan hanya mentoring. Sedangkan fokus permasalahan pada skripsi ini adalah hanya satu program saja, yakni mentoring.
b. Permasalah dalam penelitian tersebut fokus pada perilaku keberagamaan, adapun permasalahan pada skripsi ini fokus pada akhlak siswa, yakni perbedaan antara akhlak siswa yang mengikuti mentoring dengan yang tidak mengikuti mentoring.
B. Kerangka Teoritik
1. Akhlak
a. Pengertian Akhlak
Menurut pendekatan etimologi, perkataan "akhlak" berasal dari bahasa arab jama' dari bentuk mufradnya "Khuluqun" yang menurut bahasa diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan "Khalkun" yang berarti kejadian, serta erat hubungannya dengan "Khaliq" yang berarti Pencipta dan "Makhluk yang berarti diciptakan.
Pola bentukan definisi "Akhlak" di atas muncul sebagai mediator yang menjembatani komunikasi antara Khaliq (Pencipta) dengan makhluk (yang diciptakan) secara timbal balik, yang kemudian disebut sebagai hablum minallah. Dari produk hablum minallah yang verbal, biasanya lahirlah pola hubungan antar sesama manusia yang disebut dengan hablum minannas (pola hubungan antar sesama makhluk).
Berdasarkan sudut pandang kebahasaan definisi akhlak dalam pengertian sehari-hari disamakan dengan "budi pekerti", kesusilaan, sopan santun, tata krama (versi bahasa indonesia) sedang dalam bahasa inggrisnya disamakan dengan istilah moral atau ethic.
Beberapa pakar mengemukakan definisi akhlak sebagai berikut : Ibn Miskawaih, sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad Alim menyatakan bahwa akhlak adalah Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa terlebih dahulu melalui pertimbangan pikiran.4 Ahmad Amin, sebagaimana yang di kutip oleh Anwar Masy'ari mendefinisikan akhlak ialah ilmu untuk menetapkan ukuran segala perbuatan manusia, yang baik atau yang buruk, yang benar atau yang salah, yang hak atau yang batil.5 Rachmat Djatmika, mendefinisikan bahwa akhlak merupakan perpaduan dari hasil ratio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia.
Di dalam buku encyclopedia Britanica, di jelaskan bahwa pengertian Ilmu Akhlak itu adalah identik dengan definisi ethics.
Ethics or moral philosophy is the branch of philosophy that is concerned with what is morally good or bad, right and wrong.
Etika atau filsafat moral adalah cabang dari filsafat yang membahas moral baik dan buruk, benar dan salah.
Farid Ma'ruf, sebagaimana yang dikutip oleh Yatimin, mendefinisikan bahwa akhlak ialah,Kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.8Selanjutnya menurut Ibrahim Anis, mengatakan:
Akhlak adalah Sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
Abdul Karim Zaidan, sebagaimana yang dikutip oleh Yuahar Ilyas mengatakan akhlak yaitu nilai-nilai dan sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengan sorotan dan timbangannya seseorang dapat menilai perbuatannya baik atau buruk, untuk kemudian memilih melakukan atau meninggalkannya.10Soegarda Poerbakawatja, sebagaimana yang di kutip oleh Yatimin mengatakan akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan, dan kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia. nHamzah Ya'qub mengemukakan pengertian akhlak sebagai berikut:
1) Akhlak ialah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.
2) Akhlak ialah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
Sementara itu, Imam al-Ghazali menyatakan bahwa akhlak atau budi pekerti adalah gambaran tingkah laku dalam jiwa yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan dengangampang dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian. 13Dapat dirumuskan bahwa akhlak ialah ilmu yang mengajarkan manusia berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat dalam pergaulannya dengan Tuhan, manusia, dan makhluk sekelilingnya.u
Jadi, pada hakikatnya khuluq, (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Dari sini timbullahberbagai macam perbuatan dengan spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pikiran.
b. Ruang Lingkup Akhlak
Menurut Yatimin Abdullah, dalam bukunya yang berjudul Studi akhlak dalam perspektif al-Qur'an, ruang lingkup pembahasan akhlak terbagi kedalam lima bagian, yaitu:
1) Perasaan akhlak
Perasaan akhlak ialah kekuatan seseorang dapat mengetahui sesuatu perilaku, sesuaikah ia dengan akhlak baik atau tidak. Perilaku atau tindakan itu pada suatu waktu dianggap tepat dan baik, tetapi pada waktu dan situasi lain bisa dianggap tidak tepat. Sebagai ilustrasi, misalnya seorang mahasiswa berlari dengan kencang dari halaman kampusnya, karena ingin menyelamatkan anak kecil yang sedang melintas di jalan ray a. Perilaku yang demikian disebut berakhlak baik, sebab mahasiswa itu ingin menyelamatkan anak kecil dari kecelakaan di jalan raya, inilah yang dikatakan suara hati. Tetapi jika mahasiswa itu lari dengan cepat dari halaman kampus ke pinggir jalan hanya untuk sekedar berjumpa dengan pacarnya yang kebetulan sedang berada di tempat itu, maka tindakan seperti itu tidak termasuk berakhlak baik.
2) Pendorong akhlak
Pendorong (stimulant), yaitu kekuatan yang menjadi sumber kelakuan akhlak (moral action). Setiap kelakuan manusia yang bersifat iradah, mempunyai tujuan tertentu. Tiap tindakan manusia mempunyai pendorong tersendiri (ba'its). Hanya saja suluk aspeknya bersifat konkret dalam bentuk tingkah laku lahiriah manusia, baits, aspeknya abstrak, tersembunyi dalam batin manusia, tidak dapat dijangkau oleh panca indra lahiriyah.
Menurut Hamka sebagaimana yang di kutip Abd. Haris, yang mendorong orang untuk berbuat baik itu ternyata ada dua faktor, faktor internal dan faktor eksternal. Pertama, faktor internal adalah jika perbuatan baik itu umbuh dari kesadarannya sendiri, dari dalam sendiri, dari akalnya sendiri, bukan di dorongkan oleh faktor luar. Kedua, faktor eksternal adalah jika perbuatan baik seseorang di dorong oleh pengaruh dari luar dirinya, faktor yang tidak muncul dari hati nuraninya sendiri.
Pendorong akhlak dapat berupa kebaikan, kebenaran, tingkah laku mulia dan sifat-sifat terpuji. Pendorong akhlak ini perlu ditumbuh kembangkan kepada segenap manusia dalam melakukan aktivitas hidupnya. Sebab jika pendorong akhlak ini tidak tumbuh dan tidak berkembang pada diri manusia, maka ia tidak mengetahui apakah perbuatannya termasuk berakhlak baik atau sebaliknya.
3) Ukuran akhlak
Ukuran berarti alat ukur atau standarisasi menyeluruh di seluruh dunia. Ukuran akhlak oleh sebagian ahli diletakkan sebagai alat penimbang perbuatan baik-buruk pada faktor yang ada dalam diri manusia yang masyhur dengan istilah al-qanun adz-dzaty, dalam istilah asing disebut autonomous.
Alat penimbang perbuatan ialah faktor yang datang dari luar diri manusia (al-qanun al-kharijiy), dalam istilah asing disebut hiretonomous, baik yang bersifat/atau undang-undang hasil produk pikiran manusia dan kehendak dari Tuhan (agama).
Manshur Ali Rajab mengatakan bahwa 'urf tidak dapat dipergunakan sebagai alat pengukur akhlak. 'aisyah ketika diajukan pertanyaan pada beliau tentang akhlak Rasulullah, dengan tegas beliau menjawab, bahwa akhlak Rasulullah adalah al-Qur'an. Bagi umat Islam, al-Qur'an dan hadis adalah menjadi alat pengukur akhlak.
Hamzah Ya'qub, mengatakan al-Qur'an dan Sunnah sebagai sumber moral atau pedoman hidup dalam Islam yang menjelaskan kriteria baik buruknya suatu perbuatan adalah al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW. Kedua dasar itulah yang menjadi landasan dan sumber ajaran Islam secara keseluruhan sebagai pola hidup dan menetapkan mana yag baik dan mana yang buruk.
Dalam hal ini Ahli sunnah wal jama 'ah berpendapat, menurut mereka baik itu adalah apa yang dikatakan baik oleh agama. Buruk itu apa yang ditentukan buruk oleh agama. Akal pikiran tidaklah kuasa menjelaskan bagaimana bentuk akhlak baik dan akhlak buruk dan tidak kuasa memberikan ukuran yang pas bagaimana akhlak baik dan buruk.
Al-Ghazali mempunyai pendapat agak berbeda yaitu orang yang mengajak kepada ikut-ikutan (taklid) dengan mengisolasi adalah termasuk orang yang bodoh (fasik), orang yang hanya mencukupkan akal saja (terlepas) dari nur (petunjuk) al-Qur'an dan hadis adalah orang yang tertipu. Menurut Al-Ghazali alat pengukur akhlak ialah:
1. al-Qur'an
2. Sunnah Rasul
3. Akal (ijtihad)
Akal yang sehat, suara hati yang steril, nafsu yang terbimbing dapat mengetahui akhlak yang baik dan yang jelek, tetapi suara hati yang tercampur dengan nafsu dunia sulit mengetahui dan membedakan mana yang baik dan yang buruk, terutama tentang prinsip-prinsip keutamaan dan yang seumpamanya.
4) Tujuan akhlak
Tujuan akhlak ialah hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna, dan membedakannya dari makhluk-makhluk lainnya. Akhlak hendak menjadikan orang berakhlak baik, bertindak tanduk yang baik terhadap manusia, terhadap sesama makhluk dan terhadap Tuhan. Sedang pelajaran akhlak atau ilmu akhlak bertujuan mengetahui perbedaan-perbedaan perangai manusia yang baik maupun yang jahat, agar manusia dapat memegang teguh perangai-perangai yang baik dan menjauhkan diri dari perangai yang jahat, sehingga terciptalah tata tertib dalam pergaulan masyarakat, tidak saling membenci, curiga mencurigai antara satu dengan yang lainnya, tidak ada perkelahian dan peperangan atau bunuh membunuh sesama hamba Allah.
Yang hendak dikendalikan oleh akhlak ialah tindakan lahir. Akan tetapi oleh karena tindakan lahir itu tidak dapat terjadi bila tidak didahului oleh gerak batin atau tindakan hati, maka tindakan batin dan gerak gerik hati termasuk lapangan yang diatur oleh akhlak. Tidak akan terjadi perkelahian kalautidak didahului oleh tindakan batin atau gerak gerik hati, yakni benci membenci (hasad). Oleh karena itu maka setiap insan diwajibkan dapat menguasai batinnya atau mengendalikan hawa nafsunya karena ialah yang merupakan motor dari segala tindakan lahir.