PTK (0046) UPAYA MENINGKATKAN SOSIALISASI MELALUI BERMAIN ESTAFET PADA ANAK KELOMPOK B
BAB II
KAJIAN TEORI
A Sosiolisasi
1. Pengertian Sosialisasi
Nasution (dalam Idi dan Safarina 2010: 100) menuturkan bahwa sosialisasi merupakan proses bimbingan individu ke dalam dunia sosial. Sosialisasi dilakukan dengan mendidik individu tentang kebudayaan yang hams dimiliki dan diikutinya, agar anak menjadi anggota yang baik dalam masyarakat dan dalam berbagi kelompok khusus, sosialisasi dapat dianggap sama dengan pendidikan.
Defmisi sosialisasi Sebagai makhluk sosial, individu dituntut untuk mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil interaksi dari lingkungan sosial dan mampu menampilkan diri sesuai aturan norma yang berlaku. (Santoso,2006 : 7.3).
Lazams (dalam Ahmadi 2007: 154) mengatakan bahwa proses sosialisasi adalah proses akomondasi, dimana individu menghambat atau mengubah impuls-impuls sesuai dengan tekanan lingkungan, dan mengembangkan pola-pola nilai dan tingkah laku yang bam sesuai dengan ebudayaan masyarakat.
edangkan Masitoh dkk, (2005: 11) mengatakan bahwa perkembangan sosial adalah perkembangan perilaku anak dalam menyesuakan diri dengan aturan-aturan masyarakat dimana anak-anak itu
berada. Perkembangan sosial anak merupakan hasil belajar, bukan hanya sekedar kematangan dan kesempatan belajar dari berbagai respon terhadap dirinya. Bagi anak prasekolah, kegiatan bermain menjadikan fungsi sosial anak semakin berkembang. Tatanan sosial yang baik dan sehat serta dapat membantu anak dalam mengembangkan konsep diri yang positif akan menjadikan perkembangan sosialisasinya akan menjadi lebih optimal.
Berdasarkan beberapa defmisi diatas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi adalah proses dimana individu masuk kedalam dunia sosial dan dimana individu mampu bersosialisasi dengan masyarakat sekitar dan mampu menyesuaikan keadaan lingkungan sekitar.
2. Pengembangan Sosial Melalui Tahapan Bermain Sosial
Aktivitas bermain bagi seorang anak memiliki peranan yang cukup besar dalam mengembangkan kecakapan sosialnya sebelum anak mulai berteman. Aktivitas bermain menyiapkan anak dalam menghadapi pengalaman sosialnya. Sikap yang dapat dikembangkan melalui kegiatan bermain, antara lain berikut ini Nugraha (2006: 1.21) secara umum menyatakan bahwa pengembangan sosial pada anak usia dini adalah:
a. Sikap sosial
Bermain dapat mendorong anak untuk meninggalkan pola berpikir egosentrisnya. Dalam situasi bermain anak 'dipaksa' untuk mempertimbangkan sudut pandang teman bermainya sehingga anak kurang egosentris. Dalam permainan, anak belajar bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Mereka mempunyai kesempatan untuk belajar menunda kepuasan sendiri selama beberapa menit, misalnya saat menunggu giliran bermain. Sehingga dapat terdorong untuk belajar berbagi, bersaing dengan jujur, menang atau kalah dengan sportif, mempertahankan haknya, dan peduli terhadap hak-hak orang lain. Lebih laijut anak pun akan belajar makna kerja tim dan semangat tim.
b. Belajar berkomunikasi
Untuk dapat bermain dengan baik bersama orang lain anak harus bisa mengerti dan di mengerti oleh teman-temanya. Hal ini mendorong anak untuk belajar bagaimana berkomunikasi dengan baik, bagaimana membentuk hubungan sosial, bagaimana menghadapi dan memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam hubungan tersebut.
c. Belajar mengorganisasi
Saat bermain bersama orang lain, anak juga berkesempatan belajar berorganisasi. Bagaimana anak harus melakukan pembagian 'peran' di antara mereka yang turut serta dalam permainan tersebut, misalnya siapa yang menjadi guru dan siapa yang menjadi muridnya.
d. Lebih menghargai orang lain dengan perbedaan-perbedaan
Bermain memungkinkan anak mengembangkan empatinya. Saat bermain dalam sebuah peran, misalnya anak tidak hanya memerankan identitas tokoh, tetapi juga pikiran-pikiran dan perasaan- perasaan tokoh tersebut. Permainan membantu anak membangun pemahaman yang lebih baik atas orang lain, lebih toleran, serta mampu berlapang dada terhadap perbedaan-perbedaan yang dijumpai.
e. Menghargai harmoni dan kompromi
Saat dunianya semakin luas dan kesempatan berinteraksi semakin sering dan bervariasi maka akan tumbuh kesadaranya akan makna peran sosial, persahabatan, perlunya menjalin hubungan serta perlunya strategi dan diplomasi dalam hubungan orang lain. Anak tidak akan begitu saja merebut mainan teman, misalnya anak tau akan kosekuensi ditinggalkan atau dimusuhi.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan pengembangan sosial melalui tahapan sosial bahwa saat anak bermain memungkinkan mengembangkan empatinya dan semakin sering berinteraksi dapat menumbuh kembangkan sifat kesadaran anak untuk berbagi dan lebih bisa menghargai dirinya sendiri dan orang lain.
3. Media Sosialisasi dalam Kehidupan
Idi (2011: 112) mengemukakan bahwa terdapat sejumlah media sosialisasi dalam kehidupan , yaitu:
a. Keluarga.
Keluarga adalah yang merupakan orang petama yang mengajarkan hal-hal yang berguna bagi perkembangan dan kemajuan hidup manusiaadalah anggota keluarga. Orang tua atau keluarga harus menjalankan fungsi sosialisasi. Fungsi sosialisasi merupakan suatu fungsi yang berupa peranan orang tua dalam pembentukan kepribadian anak.Fungsi sosial menunjukkan pada peranan keluarga dalam membentuk kepribadian anak. Melalui fungsi sosial ini, keluarga bemsaha mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya dengan memperkenalkan pola tingkah laku, sikap, keyakinan, cita-cita,dan nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat, serta mempelajari peranan yang diharapkan akan bekal mereka kelak.
b. Teman sepermainan dan sekolah
yang mempakan lingkungan sosial kedua bagi anak setelah keluarga,dalam kelompok ini anak akan menemukan berbagai nilai dan norma yang berbeda bahkan bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut dalam keluarga. Melalui lingkungan sekolah dan teman sebaya anak mulai mengenal harga diri, citra diri, dan hasrat pribadi.
c. Lingkungan bekerja yang mempakan proses sosialisasi selanjutnya Tempat kerja mulai brorganisasi secara nyata dalam suatu sistem.Sejumlah hal yang perlu dipelajari dalam lingkungan kerja, misalnya bagaimana menyelesaikan pekerjaan, bagaimana bekerja sama dengan bagian lain, dan bagaimana beradaptasi dengan rekan kerja.
d. Media massa
mempakan sarana dalam proses sosialisasi karena media banyak berikan informasi yang dapat menambah wawasan untuk memahami keberadaan manusia dan berbagai permasalahan yang ada dilingkungan sekitar. Media masa mempakan sarana efektif dan efisien untuk mendapatkan informasi, melalui media, seorang dapat mengetahui keadaan dan keberadaan lingkungan dan kebudayaan, sehingga dengan informasi tersebut dapat menambah wawasan seseorang.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan pengembangan media sosialisasi dalam kehidupan keluarga,lingkungan sekolah, lingkungan bekerja dan media massa sangat berperan penting untuk kehidupan manusia karna dapat memberi informasi-informasi yang baru dan dapat menambah wawasan baru yang ada dilingkungan sekitar.
4. Teori Pembelajaran Sosial
Suyanto (2005:105) berpendapat ada beberapa teori pembentukan sosialisasi yaitu:
a. Lev Vygotsky menurutnya, interaksi sosial memegang peranan terpenting dalam perkembangan kognitif anak. Anak belajar melalui dua tahapan. Pertama, melalui interaksi dengan orang lain, baik keluarga, teman sebaya, maupun gurunya. Kedua, secara individual anak menginteraksikan apa yang dipelajari dari orang lain kedalam struktur mentalnya.
b. Albert Bandura dikenal dengan social learning theory (teori belajar sosial). Fokus teori ini ialah bagaimana anak-anak belajar perilaku sosial, seperti bekerja sama, sharing (berbagi), atau perilaku negatif, seperti berkelahi, bertengkar, dan menyerang. Berdasarkan beberapa defmisi diatas dapat disimpulkan bahwa menumt Lev Vygotsky interaksi sosial memegang peranan terpenting dalam perkembangan kognitif anak. anak belajar melalui dua tahapan. Pertama, melalui interaksi dengan orang lain, baik keluarga, teman sebaya, maupun gurunya. Kedua, secara individual anak menginteraksi apa yang dipelajari dari orang lain kedalam struktur mentalnya. anak mampu berinteraksi sesuai dengan pembelajaran yang sudah dipelajari dari lingkungan sekitar.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi Sosialisasi
Ahmadi (2007: 158) mengatakan bahwa, ada beberapa Faktor yang mempengaruhi sosialisasi yaitu:
a. Sifat dasar merupakan keseluruhan potensi-potensi yang diwarisi seseorang dari ayah dan ibunya. Sifat dasar ini terbentuk pada saat konsepsi, yaitu momen bertemunya sel betinanya pada saat pembuahan.
b. Lingkungan prenatal adalah lingkungan dalam kandungan ibu. Sel telur yang sudah dibuahi pada saat konsepsi itu berkembang sebagai embrio dan fetus dalam lingkungan prenatal itu.
c. Perbedaan perorangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi. Sejak anak dilahirkan tumbuh dan berkembangsebagai individu yang unik berbeda dari individu- individu
lain. Anak bersikap selektif terhadap pengaruh-pengaruh dari ungan. Perbedaan perorangan ini meliputi perbedaan dalam ciri-fisik (bentuk badan, warna kulit, warna mata, rambut dan Iain-lain).
d. Lingkungan alam kondisi-kondisi disekitar individu yang mempengaruhi proses sosialisasi, antara lain sebagai berikut:
1) Lingkungan alam, yaitu keadaan tanah, iklim, flora dan faunaLingkungan sekitar individu.
2) Kebudayaan, yaitu cara hidup masyarakat tempat individu itu
3) hidup kebudayaan ini mempunyai aspek material (rumah perlengkapan hidup, hasil-hasil teknologi lainya) dan aspek non material (nilai-nilai, pandangan hidup, adat istiadat dan sebagainya)
4) Manusia lain dan masyarakat disekitar individu, pengaruh manusia lain dan masyarakat dapat memberi stimulasi atau membatasi proses sosialisasi.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi sosialisasi dapat penulis simpulkan bahwa Sejak anak dilahirkan tumbuh dan berkembang sebagai individu yang unikberbeda dari individu- individu yang lain Perbedaan perorangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi.
B. Bermain
1. Pengertian bermain
Thobroni dan Muntaz (2011: 41) mengatakan bahwa bermain adalah suatu aktivitas yang dapat dilakukan oleh semua orang, dari anak-anak hingga orang dewasa, tak terkecuali para penyandang cacat. Hartati (2005:85) mengatakan bahwa bermain adalah sebuah sarana yang dapat mengembangkan anak secara optimal. Sedaangkan menurut mayesty dalam Sujiono (2009:144) bermain adalah kegiatan yang anak lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah permainan.
Gallahue dalam Hartati (2005:85) mengungkapkan bermain adalah suatu aktifitas yang langsung dan spontan yang dilakukan oleh anak bersama orang lain atau dengan menggunakan benda-benda disekitarnya dengan senang, suka rela dan imajinatif, serta menggunankan perasaanya, tanganya atau seluruh anggota tubuhnya. Sedangkan menurut Semiawan dalam Hartati (2005:85) bermain adalah aktifitas yang dipilih sendiri oleh anak, karna menyenangkan bukan karna akan memperoleh hadiah atau pujian.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bermain adalah aktifitas anak baik sendiri maupun bersama orang lain atau menggunakan benda-benda disekitarnya yang dapat menimbulkan kesenangan atau kepuasan bagi anak serta anak akan memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya melalui bermain.
2. Tujuan bermain
Pada dasarnya memiliki tujuan utama yakni memelihara atau pertumbuhan optimal anak usia dini melalui pendekatan bermain yang reatif, interaktif dan intergrasi dengan lingkungan bermain anak. (Sujiono 2009:145). Mahendra dalam Tobroni Munthaz (2011:42) menjelaskan bahwa bermain dapat menimbulkan keriangan, kelincahan, relaksasi, dan harmonisasi sehingga seseorang cenderung bergairah. Kegairahan dalam menimbulkan inspirasi sehingga anak-anak dengan mudah melakukanya tanpa hams ada paksaan dan hambatan. Eheart dan Leavitt dalam buku Sujiono (2009:145) mengatakan bahwa pembelajaran dapat mengembangkan berbagai potensi pada anak, tidak saja pada potensi fisik, tetapi juga pada perkembangan kognitif, bahasa, sosial, emosi, kreatifitas, dan pada akhirnya prestasi akademik. Cosby dan Sawyer dalam buku Sujiono (2009:145) mengatakan bahwa permainan secara langsung memengaruhi seluruh area perkembangan anak dengan memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar tentang dirinya, orang lain dan lingkunganya.
3. Manfaat bermain
Manfaat bermain dapat disimpulkan sebagai berikut (Tobroni dan Munthaz 2011:43-45):
a. Aspek fisik
Bermain membutuhkan fisik yang sehat untuk melakukan gerakan yang kecil dan besar, atau bahkan gerakan yang belum pernah dilakukan sama sekali. Dengan melakukan gerakan-gerakan tersebut, akan memiliki fungsi yang sama dengan olah raga yang kemudian membentuk tubuh menjadi sehat. Aspek perkembangan motorik kasar dan halus aspek ini, anak akan belajar membuat keputusan dan menyiasati suatu permainan sehingga memunculkan kecerdasan yang akan berimplikasi pada keterampilan anak.