SKRIPSI ANALISIS ATAS MANAJEMEN ASET TETAP DAN PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI BARANG MILIK NEGARA PADA RUMAH SAKIT BERSTATUS BLU: STUDI KASUS PADA RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO

Monday, May 02, 2016

KODE : (0013-AKUNTANSI) SKRIPSI ANALISIS ATAS MANAJEMEN ASET TETAP DAN PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI BARANG MILIK NEGARA PADA RUMAH SAKIT BERSTATUS BLU: STUDI KASUS PADA RSUPN DR. CIPTO MANGUNKUSUMO



BAB 2 
TINJAUAN LITERATUR


UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara telah membuka koridor baru bagi penerapan anggaran berbasis kinerja di lingkungan pemerintahan. Dengan pasal 68 dan 69 UU tersebut, instansi pemerintah yang bertugas dan berfungsi untuk memberi pelayanan kepada masyarakat, dapat menerapkan pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas.
Prinsip-prinsip pokok yang tertuang dalam kedua UU tersebut menjadi dasar penetapan instansi pemerintah untuk menerapkan pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum (BLU). BLU ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat. Menteri atau pimpinan lembaga ditempatkan sebagai penanggung jawab atas kebijakan layanan yang hendak dihasilkan. Pola pengelolaan keuangan BLU adalah pola pengelolaan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan inilah penyebab mengapa pola pencatatan akuntansi BLU diterapkan dengan menggunakan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), bukan dengan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) seperti instansi pemerintahan pada umumnya.

2.1 Badan Layanan Umum
Menurut PMK no.76/ PMK.05/ 2008 tentang Pedoman Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum, Badan Layanan Umum (BLU) didefinisikan sebagai instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BLU menyelenggarakan pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diatur dalam PP no.23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan negara pada umumnya.
Organisasi berbentuk BLU cenderung sebagai organisasi nirlaba pemerintahan. Menurut Pasal 3 PP no.23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU, BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan oleh instasi induk yang bersangkutan. Sesuai dengan Pasal 26 PP no.23 tahun 2005 tersebut, akuntansi dan laporan keuangan diselenggarakan sesuai dengan SAK, tetapi BLU tetap beroperasi tanpa mengutamakan pencarian keuntungan.
Dalam rangka pengajuan suatu satuan kerja (satker) instansi pemerintah menjadi BLU dan dengan demikian dapat menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU), satuan kerja tersebut perlu memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administratif. Disebutkan dalam Pasal 4 PP no.23 tahun 2005 bahwa persyaratan substantif akan terpenuhi ketika satker bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan:
a. penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum
b. pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan
perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau
c. pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau
pelayanan kepada masyarakat.
Persyaratan teknis akan terpenuhi apabila:
a. kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan
ditingkatkan pencapaian nya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan
oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai kewenangannya
b. kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat
sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen penetapan BLU
Sementara persyaratan administratif akan terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut:
a. pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan
dan manfaat bagi masyarakat
b. pola tata kelola
c. rencana strategi bisnis
d. laporan keuangan pokok
e. standar pelayanan minimum; dan
f. laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara
independen.
Menurut Pasal 27 PP no.23 tahun 2005, laporan keuangan BLU setidak-tidaknya meliputi:
1. Laporan Realisasi Anggaran (laporan operasional) mencakup penghasilan,
beban dan kerugian serta perubahan dalam aktiva bersih.
2. Laporan Posisi Keuangan atau Neraca. Klasifikasi aktiva dan kewajiban
sesuai dengan korporasi pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih (net
assets) diklasifikasikan sebagai aktiva bersih tidak terikat, aktiva bersih
terikat temporer dan aktiva bersih terikat permanen.
3. Laporan Arus Kas
4. Catatan atas Laporan Keuangan disertai laporan mengenai kinerja
Laporan keuangan unit-unit usaha yang diselenggarakan oleh BLU
dikonsolidasikan dalam laporan keuangan BLU. Selanjutnya karena laporan keuangan BLU merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan pertanggungjawaban keuangan Kementerian Negara/ lembaga/ SKPD/ Pemerintah Daerah yang menaunginya, maka laporan keuangan BLU kemudian digabungkan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.
Laporan keuangan rumah sakit merupakan laporan yang disusun oleh manajemen rumah sakit sebagai media komunikasi kepada stakeholder entitas. Laporan keuangan rumah sakit, seperti laporan keuangan pada umumnya, merupakan media penyampaian informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan terhadap entitas tersebut.
Nilai lebih dari berubahnya status rumah sakit pemerintah menjadi BLU ditinjau dari isi pelaporan keuangan adalah rumah sakit harus mengikuti ketentuan untuk pelaporan keuangan organisasi dan menyanggupi untuk diaudit oleh auditor independen. Dengan demikian, tentu saja diharapkan rumah sakit tersebut dapat melaksanakan prinsip-prinsip good governance dengan pelaporan yang transparan.
Laporan keuangan rumah sakit sebagai BLU yang disusun harus menyediakan informasi untuk:
1. Mengukur jasa atau manfaat entitas nirlaba
2. Pertanggungjawaban manajemen entitas rumah sakit (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas dan laporan arus kas)
3. Mengetahui kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan posisi keuangan atau neraca)
4. Mengetahui perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas)
Desentralisasi pada sektor kesehatan merupakan langkah reformasi di bidang pelayanan kesehatan. Adanya desentralisasi pelaporan keuangan sesuai UU No. 22 tahun 1999 dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, UU No. 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, PP no.23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU dan PP No.24 tahun 2005 tentang Sistem Akuntansi Pemerintah (SAP), membuat rumah sakit harus melakukan banyak penyesuaian khususnya dalam hal pengelolaan teknis keuangan maupun penganggarannya, termasuk dalam hal manajemen aset.

2.2 Aset Tetap
Aset tetap biasanya merupakan komponen aset yang nilainya paling besar dalam neraca suatu entitas. Hal ini kemudian menjadikan penyajian dan pengungkapan aset tetap menjadi sangat penting dalam laporan keuangan suatu entitas. Di beberapa entitas, aset tetap umumnya direferensikan sebagai property, plant and equipment yang meliputi tanah, gedung kantor, gedung pabrik, peralatan dan sebagainya.
Karakteristik utama aset tetap adalah sebagai berikut (Nordiawan, 2007, p.227):
a. Aset tetap biasanya diperoleh untuk digunakan dalam operasional entitas dan tidak dimaksudkan untuk dijual.
b. Secara umum, aset tetap memiliki masa manfaat yang cukup lama (biasanya beberapa tahun) dan oleh karenanya akan disusutkan selama masa manfaat tersebut.
c. Aset tetap secara fisik dapat dilihat bentuknya.

2.2.1 Aset Tetap Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 
2.2.1.1 Definisi
Menurut PSAK 16, Aset Tetap dapat didefinisikan sebagai aset berwujud (tangible asset) yang:
a. Dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau
jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif;dan
b. Diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

2.2.1.2 Pengakuan
Biaya perolehan aset tetap harus diakui sebagai aset jika dan hanya jika:
a. besar kemungkinan manfaat ekonomis di masa depan berkenaan dengan
aset tersebut akan mengalir ke entitas; dan
b. biaya perolehan dapat diukur secara andal
Pengakuan aset tetap dilakukan dengan basis akrual, yang mengkhususkan titik utama pada manfaat ekonomis (future economic benefit) dan biaya perolehan yang telah terjadi. Hal ini menyebabkan entitas harus mengakui biaya perolehan aset tetap termasuk biaya-biaya awal untuk memperoleh atau membangun aset tetap dan biaya-biaya selanjutnya yang timbul untuk menambah, mengganti atau memperbaikinya. Namun demikian, entitas tidak boleh mengakui biaya perawatan sehari-hari aset tetap sebagai bagian dari aset yang bersangkutan. Biaya-biaya ini diakui dalam komponen biaya pada laporan laba-rugi pada periode bersangkutan.
Suatu aset tetap yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai aset tetap apabila pada awalnya diukur sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan aset tetap adalah setara dengan nilai tunainya dan diakui pada saat terjadinya. Jika pembayaran untuk suatu aset ditangguhkan hingga melampaui jangka waktu kredit normal, perbedaan antara nilai tunai dan pembayaran total diakui sebagai beban bunga selama peride kredit kecuali dikapitalisasi sesuai dengan PSAK 26 tentang Biaya Pinjaman. Biaya perolehan aset tetap meliputi:
a. Harga perolehannya, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak boleh dikreditkan setelah dikurangi diskon pembelian dan potongan- pototngan lain;
b. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset tetap ke lokasi dan kondisi yang diinginkan manajemen agar aset siap digunakan sesuai dengan keinginan dan maksud manajemen;
c. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap serta restorasi lokasi aset. Kewajiban atas biaya tersebut muncul ketika aset tersebut diperoleh karena entitas menggunakan aset tersebut selama periode tertentu untuk tujuan selain untuk menghasilkan persediaan. Biaya perolehan suatu aset tetap yang dibangun sendiri ditentukan dengan menggunakan prinsip yang sama sebagaimana perolehan aset dengan pembelian atau cara lain. Oleh karena itu, setiap laba internal dalam perolehan aset akan dieliminasi.
Aset tetap yang diperoleh dari hibah pemerintah tidak boleh diakui sampai diperoleh keyakinan bahwa:
a. Entitas akan memenuhi kondisi atau prasyarat hibah tersebut
b. Hibah akan diperoleh

2.2.1.3 Pengukuran
Setiap bagian dari aset tetap yang memiliki biaya perolehan cukup signifikan terhadap total biaya perolehan seluruh aset harus disusutkan secara terpisah. Entitas juga harus mengalokasikan jumlah pengakuan awal aset pada bagian aset yang signifikan dan menyusutkan secara terpisah setiap bagian tersebut.Jumlah yang disusutkan dari suatu aset tetap dialokasikan secara sistematis sepanjang sepanjang umur manfaatnya. Nilai residu dan umur manfaat dari suatu aset tetap harus di-review minimal setiap akhir tahun buku dan apabila hasil review ternyata berbeda dengan estimasi sebelumnya maka perbedaan tersebut harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi (changes in accounting principle) sesuai PSAK 25 tentang Laba atau Rugi untuk Periode Berjalan, Koreksi Kesalahan Mendasar dan Perubahan Kebijakan Akuntansi.
Metode penyusutan yang dipakai harus mencerminkan ekspektasi pola konsumsi future economic benefit aset tersebut oleh entitas berkaitan. Sama seperti nilai residu dan umur ekonomis aset, metode penyusutan juga harus di-review minimum setiap akhir tahun buku dan apabila terjadi perubahan signifikan dalam ekspektasi pola konsumsi future economic benefit aset, maka metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut. Perubahan metode penyusutan harus diperlakukan sebagai perubahan estimasi akuntansi sesuai PSAK 25.
Berbagai metode penyusutan dapat digunakan untuk mengalokasi jumlah yang disusutkan secara sistematis dari suatu aset selama umur manfaatnya. Metode tersebut antara lain metode garis lurus (straight line method), metode saldo menurun (diminishing balance method), dan metode jumlah unit (sum of the unit method).
Dalam hal penghentian pengakuan, jumlah tercatat aset tetap dihentikan pengakuannya pada saat:
a. Dilepaskan; atau
b. Tidak ada future economic benefit yang diharapkan dari penggunaan atau pelepasannya.
Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan aset tetap harus dimasukkan dalam laporan laba rugi pada periode penghentian pengakuan aset tersebut dilakukan. Laba yang terjadi tidak boleh diklasifikasikan sebagai pendapatan.
Pelepasan aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dijual, disewakan dengan pembiayaan atau disumbangkan. Jika, berdasarkan prinsip pengakuan diatas, suatu entitas mengakui biaya perolehan dari penggantian sebagian aset tetap dalam jumlah tercatat aset tetap tersebut, maka selanjutnya entitas tersebut juga menghentikan pengakuan jumlah tercatat dari bagian yang digantikan tanpa memedulikan apakah bagian yang digantikan tersebut disusutkan secara terpisah.
Laba atau rugi yang timbul dari penghentian pengakuan suatu aset tetap harus ditentukan sebesar perbedaan antara jumlah neto hasil pelepasan, jika ada, dan jumlah tercatat dari aset tersebut.

2.2.1.4 Pengungkapan
Dalam hal pengungkapan, PSAK 16 tentang Aset Tetap juga mensyaratkan untuk setiap kelompok aset tetap, laporan keuangan sedikitnya harus mengungkapkan hal-hal sebagai berikut:
a. Dasar pengukuran yang digunakan dalam menentukan jumlah tercatat bruto;
b. Metode penyusutan yang digunakan;
c. Umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
d. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (dijumlahkan dengan akumulasi rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode;
e. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
i. Penambahan; ii. Aset yang diklasifikasi sebagai tersedia untuk dijual (available for sale) atau termasuk dalam kelompok yang akan dilepaskan yang diklasifikasikan sebagai tersedia untuk dijual atau pelepasan lainnya;
iii. Akuisisi melalui penggabungan usaha; 
iv. Peningkatan atau penurunan akibat revaluasi serta rugi penurunan
nilai yang diakui atau dijurnal balik secara langsung pada ekuitas
sesuai PSAK 48; 
v. Rugi penurunan nilai yang diakui dan yang dijurnal balik dalam
laporan laba rugi sesuai PSAK 48;

Artikel Terkait

Previous
Next Post »