Hidup bermasyarakat mengandung arti bahwa, manusia atau setiap individu saling ketergantungan dengan manusia atau individu lainnya. Hal tersebut tercermin dari berbagai aktifitas yang dilakukan seperti tukar menukar, pinjam meminjam, jual beli terhadap barang atau jasa dan sebagainya. Semua aktifitas tersebut akan menjadi dasar lahirnya suatu perjanjian, karena adanya perikatan untuk saling mengikatkan diri satu sama lainnya bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Yunirwan Rijan mengutip pendapat Subekti yang menyatakan bahwa : "Dalam kehidupan sehari-hari, istilah kontrak dipakai ketika seseorang ingin menyewa rumah, tempat usaha, atau bekerja di sebuah perusahaan swasta. Dalam arti lebih sempit, istilah kontrak pemakaiannya ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yang tertulis".65
Contohnya dapat dilihat pada perjanjian jual beli, perjanjian kerjasama, perjanjian pemborongan pekerjaan, perjanjian utang-piutang, dan lain sebagainya. Bila seorang kontraktor akan menerima pekerjaan merenovasi sebuah rumah maka kontraktor tersebut membuat perjanjian pemborongan pekerjaan dengan pemilik rumah. "Dalam pengertian sederhana, perjanjian/kontrak adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih tentang sesuatu hal, baik dibuat secara tertulis atau lisan. Para pihak yang membuat perjanjian/kontrak. Kini, semua perjanjian/kontrak dibuat dalam bentuk tertulis dengan maksud untuk memudahkan pembuktian di kemudian hari".66 1. Perjanjian Merupakan Sumber Perikatan
Perjanjian yang ditandatangani oleh para pihak merupakan sumber perikatan dan mengikat kedua belah pihak atau yang menandatanganinya sejak tanggal ditandatanganinya perjanjian tersebut. Perjanjian yang dibahas dalam penelitian ini adalah yang dimaksudkan dalam Buku III KUHPerdata. Di dalam KUHPerdata ditulis mengenai rumusan tentang perikatan yaitu pada Pasal 1233 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa : "tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan maupun karena undang-undang". Berdasarkan pasal tersebut dapat dikatakan bahwa perikatan itu terjadi dikarenakan oleh suatu persetujuan antara kedua belah pihak ataupun oleh beberapa pihak. "Perikatan itu dapat juga terjadi bukan atas kemauan sendiri tetapi karena dilahirkan oleh undang-undang".67
Kata "Perikatan" {verbintenis) mempunyai arti lebih luas dari pada "Perjanjian". MenurutR. Subekti :
Buku III BW berjudul Perihal Perikatan, perikatan {verbintenis) mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan "perjanjian", sebab dalam buku III itu diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwaarneming). Tetapi sebagian besar dari Buku III ditujukan pada perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Adapun yang dimaksud dengan perikatan oleh Buku III BW itu adalah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang yang memberi hak. Satu orang untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Buku II mengatur perihal hubungan-hubungan hukum antara orang dengan orang (hak-hak perseorangan), meskipun mungkin yang menjadi objek juga suatu benda. Oleh karena sifat hukum yang memuat dalam Buku III itu selalu berupa suatu tuntut menuntut, maka isi Buku III itu juga dinamakan hukum perhutangan. Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak yang berpiutang atau krebitur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan pihak berhutang atau debitur. Adapun barang sesuatu yang dapat dituntut dinamakan prestasi, yang menurut undang-undang dapat berupa :
1. Menyerahkan suatu barang.
2. Melakukan suatu perbuatan.
3. Tidak melakukan suatu perbuatan.68
Buku III KUHPerdata tidak ada memberikan suatu defenisi dari perikatan. Namun ada beberapa ahli hukum memberikan defenisi tentang perikatan. Menurut Mariam Darus Badrulzaman, "perikatan adalah hubungan yang terjadi di atara dua orang atau lebih yang terletak di dalam lapangan hukum harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu".69 Sementara itu, J. Satrio menyatakan bahwa :
Mengenai istilah verbintenis terjemahannya dalam Bahasa Indonesia masih belum ada kesatuan pendapat. Ada yang menggunakan istilah "perutangan", ada yang menggunakan istilah "perikatan", ada yang menggunakan kedua istilah tersebut bersama-sama, malahan ada yang mengusulkan istilah "perjanjian" untuk mengganti verbintenis, sekalipun diberikan arti yang luas, meliputi juga yang muncul dari hukum Adat dan segi lain lebih sempit dari verbintenis yang selama ini dikenal, karena tidak meliputi yang lahir dari undang-undang saja (uit de wet alien) dan yang lahir dari onrechtmatigedaad.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah disebutkan di atas, maka hal tersebut memberikan kejelasan bahwa suatu perjanjian yang dibuat itu telah menimbulkan perikatan bagi pihak-pihak yang membuatnya dan hak serta kewajiban dengan sendirinya harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak, seperti halnya jual beli perumahan oleh pengembang atau developer, di mana pihak pengembang atau developer menjual kapling perumahannya kepada para konsumen yang membeli kapling perumahan tersebut. Para konsumen sebagai pembeli membayar harga rumah sesuai dengan kesepakatan berdasarkan perjanjian jual beli yang telah ditandatangani oleh para pihak. 2. Asas-Asas Hukum Perjanjian
Jual beli kapling perumahan yang dilakukan oleh pengembang kepada para konsumen merupakan perjanjian jual beli kapling perumahan yang menggunakan formulir akta jual beli. Formulir akta jual beli harus memuat asas-asas untuk keabsahan suatu perjanjian yang benar karena untuk pembuatan perjanjian jual beli kapling perumahan tersebut oleh pengembang harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di samping itu beberapa ahli hukum telah memberikan penjelasan-penjelasan hakikat dari suatu perjanjian dan untuk lebih mendalami hal tersebut maka di bawah ini akan dibahas asas-asas yang harus termuat dalam suatu perjanjian.
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas, antara lain :
1. Asas kebebasan mengadakan perjanjian (partij otonomi). Asas ini biasa disebut juga dengan asas kebebasan berkontrak. Dalam Pasal 1320 ayat (1) KHUPerdata disebutkan bahwa, "para pihak sepakat untuk mengikatkan dirinya". Hal ini terlihat bahwa masing-masing pihak ada kemauan secara sukarela untuk saling mengikatkan diri pada suatu kondisi yang dikehendaki
bersama.
2. Asas konsensualisme. Asas ini terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata dan Pasal 1338 KUHPerdata. Dinyatakan dalam pasal-pasal tersebut bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menyatakan keinginannya dalam suatu perjanjian.
3. Asas kepercayaan {vertrouwensbeginsel). Asas ini menyatakan bahwa dengan mengadakan perjanjian maka masing-masing pihak akan memegang janjinya, dengan demikian akan tumbuh atau muncul kepercayaan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain, sehingga masing-masing pihak akan memberikan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakati bersama.
4. Asas kekuatan mengikat. Asas ini menyatakan bahwa dalam suatu perjanjian terkandung makna asas kekuatan mengikat, karena masing-masing pihak yang berjanji terikat untuk melakukan yang telah diperjanjikan, namun tidak semata-mata terbatas pada apa yang telah diperjanjikan, tetapi juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang hal tersebut dikehendaki oleh kebiasaan dan
kepatutan serta moral.
5. Asas persamaan hukum. Asas ini menyatakan bahwa masing-masing pihak mempunyai kedudukan dan persamaan derajat tanpa dibedakan satu dengan yang lainnya oleh karena perbedaan warna kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan dan Iain-lain. Masing-masing menghormati perbedaan ini
sebagai ciptaan Tuhan.
6. Asas keseimbangan. Pelaksanaan daripada perjanjian tersebut adalah menjadi kehendak dari kedua belah pihak yang berjanji. Asas ini juga merupakan kelanjutan dari asas persamaan hukum. Seorang kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut perluasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun kreditur juga harus memikul beban untuk melaksanakan perjanjian tersebut dengan itikad baik. Kedudukan kreditur yang lebih kuat diimbangi dengan kewajiban untuk memperhatikan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.
7. Asas kepastian hukum. Perjanjian mempunyai kekuatan mengikat bagi kedua belah pihak karena perjanjian tersebut menjadi undang-undang bagi para pihak yang membuatnya dan oleh karenanya perjanjian tersebut mempunyai kepastian hukum.
8. Asas moral. Asas ini terlihat dalam perikatan yang wajar, dimana suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak menimbulkan hak baginya untuk menggugat kontra prestasi dari pihak debitur. Juga hal ini terlihat di dalam zaakwaarneming, dimana seseorang yang melakukan suatu perbuatan secara
sukarela (moral) yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya, juga asas ini terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Faktor-faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum tersebut berdasarkan pada kesusilaan (moral), sebagai panggilan dari hati nuraninya.
9. Asas kepatutan. Dalam Pasal 1339 KUHPerdata, asas ini berkaitan dengan ketentuan-ketentuan yang dibuat di dalam perjanjian tersebut. Hal ini yang menjadi ukuran tentang hubungan dan rasa keadilan yang satu dengan yang lainnya.
10. Asas kebiasaan. Asas ini diatur dalam Pasal 1339 jo Pasal 1347 KUHPerdata yang dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim diikuti.71
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas mengenai asas-asas yang terdapat dalam suatu perjanjian, maka jual beli kapling perumahan oleh pengembang kepada para konsumen dengan menggunakan Formulir Akta Jual Beli diharapkan dapat memenuhi beberapa asas tersebut. 3. Jenis-Jenis Perjanjian
Penelitian ini juga membahas mengenai jenis-jenis perjanjian pada umumnya, sehingga dari hal tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan formulir akta jual beli oleh pengembang tersebut termasuk dalam suatu jenis perjanjian yang akan diutarakan di bawah ini. Ada beberapa jenis perjanjian dalam ruang lingkup hukum perjanjian, antara lain:
a. Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak
Menurut Abdulkadir Muhammad "perjanjian timbal balik {bilateral contract) adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah pihak".72 Perjanjian ini merupakan kegiatan yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari, misalnya perjanjian jual beli, tukar menukar, sewa menyewa dan lain sebagainya. "Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang hanya memberikan atau membebankan kewajiban kepada salah satu pihak saja tanpa diikuti penerimaan hak dan memberikan hak kepada pihak yang lainnya tanpa dikuti dengan kewajiban".73 Perjanjian ini dapat diberikan contoh seperti : pemberian hadiah, hibah dan lain sebagainya. Dalam hal tersebut, pihak pemberi hadiah ataupun pemberi hibah diwajibkan untuk menyerahkan benda yang menjadi objek dari perikatan tersebut, sedangkan pihak lainnya berhak untuk menerima benda yang diberikan atau dihibahkan tersebut.
b. Perjanjian Cuma-Cuma dan Perjanjian Atas Beban
"Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian yang memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja, dan contohnya hibah. Sedangkan perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain dan antara kedua prestasi tersebut ada hubungannya menurut
hukum".74
c. Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang memiliki nama tersendiri. Dengan kata lain, bahwa perjanjian-perjanjian tersebut telah diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Perjanjian bernama terdiri dari :
1. Perjanjian yang terdapat dalam Buku III KUHPerdata Bab V - Bab XVII. Contohnya : jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, perjanjian kerja, persekutuan perdata, badan hukum, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam pakai habis, bunga tetap, persetujuan untung-untungan, pemberian
kuasa, penanggung dan perdamaian;
2. Perjanjian yang diatur dalam KUHD. Contohnya : perjanjian perwalian khusus, perjanjian jual beli perniagaan, makelar, dan asuransi; dan
3. Perjanjian yang diatur dalam Undang-Undang khusus. Contohnya : Perseroan Terbatas, perjanjian pengangkutan udara, Koperasi, dan Yayasan.75 Sedangkan perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang tumbuh berdasarkan asas kebebasan berkontrak dalam mengadakan suatu perjanjian. Perjanjian tidak bernama ini tidak diatur dalam KUHPerdata, akan tetapi di dalam kehidupan sehari-hari telah sering terjadi di masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas, hal ini dikarenakan perjanjian tersebut disesuaikan dengan kebutuhan para pihak yang akan membuat perjanjian tersebut, misalnya perjanjian kerjasama, perjanjian pemasaran, perjanjian kuasa dan sebagainya.76