SKRIPSI PENGARUH KEPEMIMPINAN SITUASIONAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN

Thursday, January 07, 2016
(0005-MANAJEMEN) SKRIPSI PENGARUH KEPEMIMPINAN SITUASIONAL TERHADAP KINERJA KARYAWAN

BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Uraian Teoritis
2.1.1. Definisi Kepemimpinan
a) Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk menguasai atau mempengaruhi orang lain atau masyarakat yang saling berbeda-beda menuju kepada pencapaian tujuan tertentu (Arep & Tanjung, 2002:235).
b) Kepemimpinan adalah suatu kemampuan yang melekat pada diri seorang yang memimpin, yang tergantung dari macam-macam faktor, baik faktor-faktor internal maupun faktor-faktor eksternal (Winardi, 2000:47).
c) Kepemimpinan adalah rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi prilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Sutarto, 2001 :25).
Berdasarkan definisi - definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.

2.1.2. Kepemimpinan Situasional
Kepemimpinan Situasional adalah Gaya kepemimpinan yang selalu berusaha menyesuaikan dengan situasi dan kondisi organisasi, serta bersifat fleksibel dalam menyesuaikan/beradaptasi dengan kematangan bawahan dan lingkungan kerja (Thoha :2007).
Kepemimpinan situasional didasarkan pada saling pengaruh antara (Sutarto, 2001:137) :
1. Sejumlah petunjuk dari pengarahan (prilaku tugas yang pemimpin berikan)
2. Sejumlah pendukung emosional (prilaku hubungan) yang pemimpin berikan
3. Tingkat kesiapsiagaan (kematangan) yang para bawahan tunjukan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau sasaran.

2.1.3. Teori Situasional
Belajar dari konsep Hersey and Blancard, perilaku dan gaya kepemimpinan bersifat situasional. Pemimpinan atau manajer harus menyesuaikan responnya menurut kondisi atau tingkat perkembangan kematangan, kemampuan dan minat karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Dalam hal ini, respon seorang manajer dalam perilaku kepemimpinannya memberikan sejumlah pengarahan dan dukungan yang bersifat sosio emosional. Sementara itu manajer harus menyesuaikan tingkat kematangan karyawan.
Tingkat kematangan karyawan (maturity), diartikan sebagai tingkat kemampuan karyawan untuk bertanggung jawab dan mengarahkan perilaku dalam bentuk kemauan. Berdasarkan tingkat kematangan nya, menurut Hersey dan Blancard (dalam thoha, 2007) ada empat jenis karyawan, yaitu: (1) karyawan yang tidak mampu dan tidak mau, (2) karyawan yang tidak mampu, tetapi mau, (3) karyawan yang mampu, tetapi tidak mau, (4) karyawan yang mampu dan mau. Ada empat respon kepemimpinan dalam mengelola kinerja berdasarkan tingkat kematangan karyawan, yaitu mengarahkan, menjual, menggalang partisipasi dan
mendelegasikan dengan memperhatikan dukungan (supportif) dan pengarahan {directif), sebagai berikut:
a. Mengarahkan {telling)
Gaya kepemimpinan yang mengarahkan, merupakan respon kepemimpinan yang perlu dilakukan oleh manajer pada kondisi karyawan lemah dalam kemampuan, minat dan komitmen nya. Sementara itu, organisasi menghendaki penyelesaian tugas-tugas yang tinggi. Dalam situasi seperti ini Hersey dan Blancard menyarankan agar manajer memainkan peran directive yang tinggi, memberi saran bagaimana menyelesaikan tugas-tugas itu tanpa mengurangi intensitas hubungan sosial dan komunikasi antara pimpinan dan bawahan. Ciri-ciri mengarahkan {telling) (Sutarto, 2001:137) yaitu :
1. Tinggi tugas dan rendah hubungan
2. Pemimpin memberikan tugas khusus
3. Pengawasan dilakukan secara ketat.
4. Pemimpin menerangkan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan,
bagaimana cara mengerjakan, kapan harus dilaksanakan pekerjaan itu, dan di
mana pekerjaan itu harus di lakukan.
b. Menjual {selling)
Pada kondisi karyawan menghadapi kesulitan menyelesaikan tugas-tugas, takut untuk mencoba melakukannya, manajer juga mempromosikan struktur tugas dengan tanggung jawab karyawan. Selain itu, manajer harus menemukan hal-hal yang menyebabkan karyawan tidak termotivasi serta masalah-masalah yang dihadapi karyawan. Pada kondisi ini, karyawan sudah mulai mampu mengerjakan
tugas-tugas dengan lebih baik, akan memicu perasaan timbulnya over confident.
Kondisi ini, memungkinkan karyawan menghadapi permasalahan baru yang
muncul. Oleh karena itu, setelah memberikan pengarahan, manajer hams
memerankan gaya menjual dengan mengajukan beberapa alternatif pemecahan
masalah.
Ciri-ciri menjual (selling) (Sutarto, 2001:138) yaitu:
1. Tinggi tugas dan tinggi hubungan
2. Pemimpin menerangkan keputusan
3. Pemimpin memberikan kesempatan untuk penj elasan
4. Pemimpin masih banyak melakukan pengarahan
5. Pemimpin mulai melakukan komunikasi dua arah
c. Menggalang Partisipasi (participation)
Perilaku kepemimpinan partisipasi, adalah respon manajer yang harus diperankan ketika tingkat kemampuan karyawan akan tetapi tidak memiliki kemauan untuk melakukan tanggung jawab, karena ketidakmauan atau ketidakyakinan mereka untuk melakukan tugas/tanggung jawab seringkali disebabkan karena kurang keyakinan. Dalam kasus seperti ini pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah dan secara aktif mendengarkan mendukung usaha - usaha yang dilakukan para bawahan.
Ciri-ciri Participation (Sutarto, 2001:138) yaitu:
1. Tinggi hubungan dan rendah tugas
2. Pemimpin dan bawahan saling memberikan gagasan
3. Pemimpin dan bawahan bersama-sama membuat keputusan.
d. Mendelegasikan (delegating)
Selanjutnya, untuk tingkat karyawan dengan kemampuan dan kemauan yang tinggi, maka gaya kepemimpinan yang sesuai adalah gaya "delegasi". Dengan gaya delegasi ini pimpinan sedikit memberi pengarahan maupun dukungan, karena dianggap sudah mampu dan mau melaksanakan tugas/tanggungjawabnya. Mereka diperkenankan untuk melaksanakan sendiri dan memutuskan tentang bagaimana, kapan dan dimana pekerjaan mereka hams diselesaikan. Pada gaya delegasi ini tidak terlalu diperlukan komunikasi dua arah. Ciri-ciri Mendelegasikan (delegating) (Sutarto, 2001:138) yaitu:
1. Rendah hubungan dan rendah tugas
2. Pemimpin melimpahkan pembuatan keputusan dan pelaksanaan kepada bawahan

2.1.4. Tipe Pemimpin Situasional
Seorang pemimpin sama halnya dengan seorang pembimbing. Seorang pembimbing sebagai consoler pelatih yang selalu membimbing orang-orang ketika ia memberikan instruksi. Sama halnya seperti seorang manajer atau pimpinan yang selalu mengembangkan karyawannya dalam memberikan instruksi kepada mereka. Perilaku seorang pemimpin haruslah diberikan bawahan/karyawan sesuai dengan perilaku yang dimiliki karyawan. Hal ini dimaksudkan untuk dapat meningkatkan kinerja karyawan, perilaku kepemimpinan situasional haruslah melihat bagaimana karakteristik perilaku karyawannya. Jack Cullen dan Len D'Innopcenzo (2005 : 25) seorang pembimbing harus mengetahui tipe-tipe yang menggambarkan seorang karyawan bekerja. Ada dua tipe yang efektif yang
digunakan oleh pemimpin situasional untuk menyesuaikan pendekatan kepada karyawan dalam meningkatkan kinerja karyawan.
a. Tipe Dominan (High D)
Kebiasaan yang paling mudah dilihat seorang pemimpin adalah karyawan yang memiliki tipe dominan. Tipe dominan tampak tegas dan suka memaksa. Mereka biasanya berbicara, membuat keputusan, memulai tindakan, dan membuahkan hasil dengan cepat dan memiliki pendapat yang sudah jelas serta gemar membuat sesuatu yang nyata. Mereka berkembang dan membentuk lingkungan sekitarnya dengan mengalahkan lawan mereka dan berusaha mewujudkan hasil yang mereka capai. Beberapa dari tipe dominan ini menyukai pekerjaan lapangan yang memberikan mereka kesempatan untuk mendapatkan otoritas, prestasi, dan pengakuan. Mereka mempunyai kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan mereka dan mereka akan mengatasi segala rintangan.
b. Tipe Pengaruh (High i)
Tipe kebiasaan kedua ini, seorang karyawan yang dibutuhkan bimbingan seorang pemimpin dalam meningkatkan kinerjanya yaitu tipe pengaruh. Karyawan yang memiliki karakter seperti ini membentuk lingkungannya dengan mengajak orang lain menjadi sekutunya untuk mendapatkan hasil. Karyawan bertipe ini menginginkan hasil, sama halnya dengan mereka yang bertipe dominan. Namun, mereka juga menaruh pada orang-orang di sekitar mereka. Mereka mempengaruhi publik melihat dari sesuatu apa yang mereka lihat dan menikmati pengakuan publik atas keberhasilan mereka dalam menyelesaikan sesuatu. Tipe seperti ini
menikmati hubungan dengan orang lain, mengobrol dan menciptakan suasana motivational, dan melihat orang lain dan situasi dengan optimis.

2.2. Kinerja Karyawan 
2.2.1. Definisi Kinerja
Seorang pemimpin yang memiliki visi dan misi dari situasi ke masa depan, harus memahami mengenai kinerja dan bagaimana mengukur serta bagaimana strategi atau perilaku pemimpin yang dapat meningkatkan kinerja pegawai dan organisasinya. Kinerja (Mahsun, 2006 : 25) merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategi planning suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebutkan prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok individu. Kinerja bisa diketahui hanya jika individu atau kelompok tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target tertentu yang hendak dicapai.
Kinerja berasal dari akar kata "to performance", menurut Widodo (2005 : 78) kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Sedang kinerja menurut Suryadi Prawirosentono (dalam Widodo, 2005 : 78) kinerja yaitu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »