SKRIPSI PENGAJARAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN DENGAN METODE RESITASI DAN METODE KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS X DI SMA

Monday, January 11, 2016
(0007-PEND BHS INDO ) SKRIPSI PENGAJARAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN DENGAN METODE RESITASI DAN METODE KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS X DI SMA

BAB II 
LANDASAN TEORI
A.  Menulis
1.   Pengertian Menulis
Ada beberapa pakar yang menjabarkan pengertian menulis Menurut Tarigan (1994: 21) menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu.
Menurut Suparno dan Muhammad Yunus (2007: 1.29) menulis adalah kegiatan komunikasi berupa penyampaian pesan secara tertulis kepada pihak lain. Menurut Nurudin (2007: 4) menulis adalah kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan tulisan. Sedangkan menurut Wiyanto (2004: 1) menulis berarti mengubah bunyi yang dapat didengar menjadi tanda-tanda yang dapat dilihat.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang-orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut.

2.  Unsur-unsur Menulis
Menurut The Liang Gie (dalam Nurudin, 2007: 5), unsur menulis setidak-tidaknya terdiri dari : gagasan, tuturan (narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi), tatanan, dan wahana.
Unsur yang pertama adalah gagasan. Yang dimaksud dengan gagasan adalah pendapat, pengalaman, atau pengetahuan yang ada dalam pikiran seseorang. Setiap orang mesti punya gagasan, apapun bentuk gagasan itu. Gagasan seseorang akan sangat tergantung pada pengalaman masa lalu, pengetahuan yang dimilikinya, latar belakang hidupnya, kecenderungan personal dan untuk tujuan apa gagasan itu ingin dikemukakan.
Unsur yang kedua adalah tuturan. Tuturan adalah pengungkapan gagasan sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Ada beberapa macam-macam tuturan antara lain : narasi (penceritaan), deskripsi (pelukisan), eksposisi (pengungkapan berdasar fakta secara teratur, logis, terpadu), argumentasi (meyakinkan), dan persuasi (pembujukan).
Unsur yang ketiga adalah tatakan. Tatanan yang dimaksud di sini adalah tertib pengaturan dan penyusunan gagasan dengan mengindahkan berbagai asas, aturan, dan teknik sampai merencanakan rangka dan langkah. Ini berarti menulis tidak sekedar menulis, tetapi menulis dengan disertai sebuah "aturan" menulis.
Unsur selanjutnya adalah wahana. Wahana juga sering disebut dengan alat. Wahana dalam menulis berarti sarana pengantar gagasan berupa bahasa tulis yang terutama menyangkut kosakata, gramatika, dan retorika (seni memakai bahasa). Bagi penulis pemula, wahana sering menjadi masalah yang krusial. Akan tetapi, jika disertai niat yang menggelora disertai dengan belajar terus menulis, wahana lambat laun akan bisa dilalui dengan mudah.

3.  As as Menulis yang Baik
Menurut Nurudin (2007 : 39) asas menulis yang baik adalah kejelasan (clarity), keringkasan (consieness), ketepatan (correctness), kesatu paduan (unity), penegasan (emphasis).
Yang dimaksud kejelasan adalah tulisan harus dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca. Ini juga termasuk bahwa yang dimaksud penulis tidak disalahartikan atau salah tafsir oleh pembaca gara-gara kalimat-kalimatnya tidak jelas. Dengan kata lain kalimat bisa dikatakan jelas kalau apa yang dipahami oleh pembaca sama persis dengan apa yang dimaksud penulisnya.
Yang dimaksud keringkasan di sini adalah bahwa kalimat yang disusun tidak saja pendek-pendek tetapi jangan menggunakan ungkapan-ungkapan yang berlebihan. Hal ini juga berarti jangan terlalu menghambur-hamburkan kata seenaknya, tak berputar-putar atau mengulang-ulang dalam menyampaikan gagasan. Namun demikian, pendek-pendek juga bukan berarti tanpa masalah.
Ketepatan (correctness), yang dimaksud ketepatan adalah suatu penulisan harus dapat menyampaikan butir gagasan kepada pembaca dengan kecocokan seperti yang dimaksud penulisnya. Ini berarti apa yang diinginkan oleh penulis bisa dipahami sama persis oleh pembacanya. Itu pulalah yang sering dianjurkan bahwa penulis yang baik adalah penulis yang mampu memahami siapa pembaca tulisannya.
Kesatu paduan (unity), yang dimaksud dengan kesatu paduan adalah ada satu gagasan dalam satu alenia. Kasus demikian sering dialami oleh penulis pemula yang belum terbiasa membuat alinea dengan hanya satu pokok pikiran. Satu alenia sebisa mungkin hanya memiliki satu pokok pikiran dengan beberapa pokok pikiran penjelas.
Pertautan (coherence), yang dimaksudnya adalah antar bagian bertautan satu sama lain (antar alenia atau kalimat). Ketiadaan pertautan sangat sering terjadi bila seorang penulis menulis dengan tergesa-gesa dan hanya kompilasi (menggabungkan berbagai sumber tanpa ada kata atau kalimat perangkai atau hanya tumpukan pendapat banyak orang yang disusun sendiri) dari berbagai sumber. Penegasan (Emphasis), adanya penonjolan atau punya derajat perbedaan antar bagian. Ini sangat tergantung pada keahlian penulis. Seorang penulis yang mahir akan bisa menyebar penekanan pada setiap bagian, tetapi, bukan berarti penulis pemula tidak bisa melakukannya. Penulis pemula bisa melakukannya dengan cara membuat sub bahasan dari sebuah tulisan.
Ada enam tahapan yang dapat ditempuh oleh seorang yang hendak menulis cerpen. Enam tahap dimaksud adalah
(1) tahap peningkatan peristiwa,
(2) tahap pemilihan peristiwa,
(3) tahap penyusunan urutan peristiwa,
(4) tahap perangkaian peristiwa fiktif,
(5) tahap penyusunan cerpen, dan
(6) tahap revisi dan penjadian cerpen.
Pada tahap peng ingatan peristiwa, penulis melakukan kegiatan mengingat-ingat peristiwa-peristiwa yang pernah dialami/dirasakannya, tetapi diketahuinya. Peristiwa di sini dapat berupa peristiwa fisik maupun peristiwa non-fisik (batin, pemikiran, perasaan, dsb).
Pada tahap pemilihan peristiwa, penulis melakukan kegiatan menentukan salah satu peristiwa di antara sekian peristiwa yang pernah dialaminya/dirasakannya, atau diketahuinya.
Selanjutnya tahap penyusunan urutan peristiwa. Pada tahap ini penulis melaksanakan kegiatan menyusun urutan peristiwa yang pernah dialaminya/dirasakannya, ataupun mengubah urutan peristiwanya disusun secara garis besar, tidak rinci, dan mendetil.
Tahap perangkaian peristiwa fiktif. Pada tahap ini penulis melaksanakan kegiatan merangkai peristiwa nyata dengan peristiwa fiktif. Penulis dapat mengurai, menambah, ataupun mengubah urutan peristiwa yang telah disusunnya.
Tahap penyusunan cerpen. Pada tahap ini penulis menuliskan peristiwa yang telah ditambah dan/atau yang telah diubah (peristiwa fiktif).
Tahap revisi dan penjadian cerpen, pada tahap ini penulis melaksanakan kegiatan membaca kembali cerpen yang ditulisnya. Apabila ada hal-hal yang perlu diperbaiki, penulis dapat memperbaikinya. Apabila penulis merasa perlu untuk merombak cerpennya, maka penulis boleh melakukannya. Setelah direvisi cerpen ditulis kembali dihasilkan sebuah cerpen (Nurudin, 2007:6).
B. Cerpen
1.   Pengertian Cerpen
Cerita pendek adalah cerita berbentuk prosa yang relatif pendek (Sumardjo, 1986: 30). Menurut bentuk fisiknya cerita pendek (atau disingkat menjadi cerpen) adalah suatu cerita yang pendek (Sumardjo, 1986: 36). Notosusanto (dalam Tarigan, 1986: 176) mengatakan bahwa "cerita pendek" adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau kira-kria 17 halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada dirinya.
Rosidi dalam (Tarigan, 1986: 176) memberi batasan dan keterangan bahwa "cerpen atau cerita pendek merupakan cerita yang

Artikel Terkait

Previous
Next Post »