SKRIPSI EFEKTIVITAS PERMAINAN KONSTRUKTIF "KEPING PADU" TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS SISWA TK

Friday, January 15, 2016
(0001-PGPAUD) SKRIPSI EFEKTIVITAS PERMAINAN KONSTRUKTIF "KEPING PADU" TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MOTORIK HALUS SISWA TK


BAB II 
KAJIAN PUSTAKA

A. Permainan
1. Definisi Bermain
Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir dari permainan tersebut. Sebagian orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi malas belajar dan menjadikan rendahnya kemampuan intelektual anak. Pendapat ini kurang begitu tepat dan bijaksana, karena beberapa ahli psikologi dan ahli perkembangan anak sepakat bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak.
Bermain adalah hal penting bagi seorang anak, permainan dapat memberikan kesempatan untuk melatih keterampilannya secara berulang-ulang dan dapat mengembangkan ide-ide sesuai dengan cara dan kemampuannya sendiri. Kesempatan bermain sangat berguna dalam memahami tahap perkembangan anak yang kompleks. Menurut Moeslichatoen (dalam Simatupang, 2005), bermain merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan bagi semua orang. Bermain akan memuaskan tuntutan perkembangan motorik, kognitif, bahasa, sosial, nilai- nilai dan sikap hidup.
Bermain adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa pertimbangan hasil akhir. Bermain dilakukan secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan atau takanan dari luar atau kewajiban. Piaget menjelaskan bahwa bermain terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan fungsional. Menurut Bettelheim, kegiatan bermain adalah kegiatan yang tidak memiliki peraturan kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan ada hasil akhir yang dimaksudkan dalam realitas luar. (Hurlock, 1995; 320)
Sedangkan Graham (dalam Simatupang, 2005) mendifinisikan bermain sebagai tingkah laku motivasi instrinsik yang dipilih secara bebas, berorientasi pada proses yang disenangi. bermain merupakan wadah bagi anak untuk merasakan berbagai pengalaman seperti emosi, senang, sedih, bergairah, kecewa, bangga, marah dan sebagainya. Anak akan merasa senang bila bermain, dan banyak hal yang didapat anak selain pengalaman.

2. Karakteristik Permainan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Susanna Miliar et al; Garvey; Rubin; Fein; dan Vendenberg (dalam Rahardjo, 2007) mengungkapkan adanya beberapa ciri kegiatan permainan, yaitu :
a.) Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik, maksudnya muncul atas keinginan pribadi serta untuk kepentingan sendiri.
b) Perasaan dari orang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh emosi-emosi positif.
c). Fleksibilitas yang ditandai mudahnya kegiatan beralih dari satu aktifitas ke aktivitas lain.
d). Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil akhirnya.
e) Bebas memilih, ciri ini merupakan elemen yang sangat penting bagi konsep bermain pada anak kecil
f.) Mempunyai kualitas pura-pura. Kegiatan bermain mempunyai kerangka tertentu yang memisahkan dari kehidupan nyata sehari-hari.
Bermain pada masa anak- anak mempunyai karakteristik tertentu yang membedakannya dari permainan orang dewasa, Menurut Hurlock (1995: 322- 326) karakteristik permainan pada masa anak- anak adalah sebagai berikut:
a) Bermain dipenuhi tradisi
Anak kecil menirukan permainan anak yang lebih besar, yang menirukan dari generasi anak sebelumnya. Jadi dalam setiap kebudayaan, satu generasi menurunkan bentuk permainan yang paling memuaskan kegenerasi selanjutnya.
b) Bermain mengikuti pola yang dapat diramalkan
Sejak masa bayi hingga masa pematangan, beberapa permainan tertentu populer pada suatu tingkat usia dan tidak pada usia lain, tanpa mempersoalkan lingkungan, bangsa, status sosial ekonomi dan jenis kelamin. Kegiatan bermain ini sangat populer secara universal dan dapat diramalkan sehingga merupakan hal yang
lazim untuk membagi masa tahun kanak-kanak ke dalam tahapan yang lebih spesifik.
Berbagai macam permainan juga mengikuti pola yang dapat diramalkan. Misal, permainan balok kayu dilaporkan melalui empat tahapan. Pertama, anak lebih banyak memegang, menjelajah, membawa balok dan menumpuk nya dalam bentuk tidak teratur; kedua, membangun deretan dan menara; ketiga, mengembangkan teknik untuk membangun rancangan yang lebih rumit; keempat, mendramatisir dan menghasilkan bentuk yang sebenarnya.
c) Ragam kegiatan permainan menurun dengan bertambahnya usia Ragam kegiatan permainan yang dilakukan anak-anak secara bertahap berkurang dengan bertambahnya usia. Penurunan ini disebabkan oleh sejumlah alasan. Anak yang lebih besar kurang memiliki waktu untuk bermain dan mereka ingin menghabiskan waktunya dengan cara menimbulkan kesenangan terbesar. Dengan meningkatnya lingkungan perhatian, mereka dapat memusatkan perhatiannya pada kegiatan bermain yang lebih panjang tumbang melompat dari satu permainan ke permainan lain seperti yang dilakukan seperti usia yang lebih muda. Anak-anak meninggalkannya dengan alasan karena telah bosan atau menganggapnya kekanak-kanakan.
d) Bermain menjadi semakin sosial dengan meningkatnya usia Dengan bertambahnya jumlah hubungan sosial, kualitas permainan anak-anak menjadi lebih sosial. Pada saat anak-anak mencapai usia sekolah, kebanyakan mainan mereka adalah sosial, seperti yang ada dalam kegiatan bermain kerja sama, tetapi hal ini dilakukan apabila mereka telah memiliki kelompok dan bersamaan dengan itu, timbul kesempatan untuk belajar berteman
dengan cara sosial.
e) Jumlah teman bermain menurun dengan bertambahnya usia Pada fase prasekolah, anak menganggap semua anggota kelompok sebagai teman bermain, setelah menjadi anggota gang, semua berubah. Mereka ingin bermain dengan kelompok kecilnya itu dimana anggotanya memiliki perhatian yang sama dan permainannya menimbulkan kepuasan tertentu bagi mereka.
f) Bermain semakin lebih sesuai dengan jenis kelamin Anak laki-laki tidak saja menghindari teman bermain perempuan pada saat mereka masuk sekolah, tetapi juga menjauhkan diri dari semua kegiatan bermain yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya.
g) Permainan masa kanak-kanak berubah dari tidak formal menjadi formal
Permainan anak kecil bersifat spontan dan informal. Mereka bermain kapan saja dan dengan mainan apa saja yang mereka sukai, tanpa memperhatikan tempat dan waktu. Mereka tidak membutuhkan peralatan atau pakaian khusus untuk bermain. Secara bertahap menjadi semakin formal.
h) Bermain secara fisik kurang aktif dengan bertambahnya usia Perhatian anak dalam permainan aktif mencapai titik rendahnya selama masa puber awal. Anak-anak tidak saja menarik diri untuk bermain aktif, tetapi juga menghabiskan sedikit waktunya untuk membaca, bermain di rumah atau menonton televisi. Kebanyakan waktunya dihabiskan dengan melamun - suatu bentuk bermain yang tidak membutuhkan tenaga banyak.
i) Bermain dapat diramalkan dari penyesuaian anak
Jenis permainan, variasi kegiatan bermain, dan jumlah waktu yang dihabiskan untuk bermain secara keseluruhan merupakan petunjuk penyesuaian pribadi dan sosial anak.
j) Terdapat variasi yang jelas dalam permainan anak.
Walau semua anak melalui tahapan bermain yang serupa dan dapat diramalkan, tidak semua anak bermaian dengan cara yang sama pada usia yang sama. Variasi permainan anak dapat ditelusuri pada sejumlah faktor.

3. Tahap Perkembangan Permainan
Adapun tahapan kegiatan bermain menurut Piaget (dalam komariyah, 2010) adalah sebagai berikut: a) Permainan sensori motorik. Bermain pada periode ini belum dapat dikategorikan sebagai

Artikel Terkait

Previous
Next Post »