SKRIPSI ANALISIS POTENSI PAJAK PENERANGAN JALAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH

Wednesday, January 06, 2016
(0007-AKUNTANSI) ANALISIS POTENSI PAJAK PENERANGAN JALAN TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pajak 
2.1.1 Pengertian Pajak
Definisi perpajakan berbeda-beda berdasarkan pandangan masing-masing orang, namun pada prinsipnya mempunyai inti atau tujuan yang sama. Beberapa pengertian mengenai pajak menurut para ahli perpajakan antara lain:Beaulieu (1906) dalam Brotodihardjo (2003:3) mengatakan "pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah". Adriani (1991) dalam Brotodihardjo (2003:2) mendefinisikan pajak sebagai berikut.
iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintahan. Senada dengan itu Resmi (2003:2) dalam bukunya mengatakan.
Pajak dipungut oleh negara baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, dimana diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukan nya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment.
Pengertian pajak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa "pajak adalah pungutan wajib, biasanya berupa uang yang hams dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah sehubungan dengan pendapatan, pemilikan, harga beli barang, dan sebagainya". (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:658). Adapun Munawir (1990:2)
mengatakan "pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang langsung dan dapat ditunjuk untuk membiayai pengeluaran umum".

2.1.2 Tujuan dan Fungsi Pajak
Tujuan diberlakukannya pajak adalah untuk mencapai kondisi meningkatnya ekonomi suatu negara dengan maksud untuk membatasi konsumsi dan dengan hal tersebut bisa mentransfer sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi pemerintah, untuk memodifikasi pola investasi, untuk mengurangi ketimpangan ekonomi, serta untuk memobilisasi surplus ekonomi. (Seligman (1925) dalam Brotodihardjo, 2003:1).
Dalam pencapaian tujuan negara, pemerintah perlu memegang asas-asas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutan nya sehingga diperoleh keserasian dalam pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan. Waluyo (2008:13) menjelaskan beberapa syarat yang penting untuk diperhatikan dalam mendesain sistem pemungutan pajak, diantaranya yaitu: 1. Equity
Keadilan merupakan salah satu asas yang sering kali menjadi pertimbangan penting dalam memilih policy option yang ada dalam membangun sistem perpajakan. Suatu sistem perpajakan dapat berhasil apabila masyarakatnya merasa yakin bahwa pajak-pajak dipungut pemerintah telah dikenakan secara adil dan setiap orang membayar sesuai dengan bagiannya.
a. Pendekatan Keadilan
Asas equity mengatakan bahwa pajak itu hams bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang pribadi yang hams sebanding dengan
kemampuan membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima dari negara.
b. Asas Keadilan dalam Pajak Penghasilan
Keadilan dalam Pajak Penghasilan terdiri dari keadilan horizontal dan keadilan vertikal. Suatu pungutan pajak dikatakan memenuhi keadilan horizontal apabila Wajib Pajak yang berada dalam kondisi yang sama diperlakukan sama. Sedangkan asas keadilan vertikal terpenuhi ketika Wajib Pajak memiliki tambahan kemampuan ekonomi yang berbeda diperlakukan tidak sama.
2. Asas Revenue Productivity
Asas ini merupakan asas yang lebih terfokus pada pemerintah sehingga asas ini bagi pemerintah dianggap sebagai asas yang sangat penting. Dalam hal pajak sebagai penghimpun dana dari masyarakat untuk membiayai pembangunan, maka dalam pemungutan nya hams selalu memegang teguh asas produktifitas penerimaan, tetapi hendaknya dalam implementasinya tetap harus diperhatikan bahwa jumlah pajak yang dipungut jangan sampai terlalu tinggi sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi.
3. Asas Easy of Administration
Asas ini sangat penting baik untuk petugas pajak maupun Wajib Pajak. Prosedur pemungutan pajak yang rumit dapat menyebabkan Wajib Pajak enggan membayar pajak dan bagi petugas pajak, akan menyulitkan dalam mengawasi pelaksanaan kewajiban Wajib Pajak.
a. Asas Certainty
Asas Certainty (kepastian) menyatakan bahwa harus ada kepastian, baik bagi petugas pajak maupun semua Wajib Pajak dan seluruh masyarakat. Yang dalam hal ini, Wajib Pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak terutang, kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
b. Asas Convenience
Asas Convenience (kemudahan/kenyamanan) menyatakan bahwa saat pembayaran, pajak hendaklah dimungkinkan pada saat yang menyenangkan/memudahkan Wajib Pajak, misalnya pada saat menerima gaji atau penghasilan lain. Asas ini juga bisa dilakukan dengan cara membayar terlebih dahulu pajak yang terutang selama satu tahun pajak secara berangsur-angsur setiap bulan.
c. Asas Efficiency
Asas efisiensi dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi petugas pajak pemungutan, dimana pajak dikatakan efisien jika biaya pungutan pajak yang dilakukan lebih kecil daripada jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan. Dari sisi Wajib Pajak, sistem pemungutan pajak dikatakan efisien ketika biaya yang hams dikeluakan oleh Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya bisa seminimal mungkin.
d. Asas Simplicity
Pada umumnya peraturan yang sederhana akan lebih pasti, jelas dan mudah dimengerti oleh Wajib Pajak. Oleh karena itu, dalam menyusun suatu undang-undang perpajakan, harus diperhatikan juga asas kesederhanaan.
e. Asas Neutrality
Asas neutrality mengatakan bahwa pajak harus bebas dari distorsi, baik distorsi terhadap konsumsi maupun distorsi terhadap produksi serta faktor-faktor ekonomi lainnya. Artinya pajak seharusnya tidak mempengaruhi pilihan masyarakat untuk melakukan konsumsi dan juga tidak mempengaruhi pilihan produsen untuk menghasilkan barang-barang dan jasa serta tidak mengurangi semangat untuk bekerja.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa pajak diorientasikan kepada kesenangan dan pelaksanaan yang tidak memberatkan bagi masyarakat dan kepastian hukum sehingga dengan hal tersebut menjadikan manusia secara sadar dan sukarela untuk membayar sejumlah pajak yang terutang. Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetary (penerimaan) dan fungsi regulatory (mengatur). (Pudyatmoko, 2009:16):
1. Fungsi Anggaran
Pajak mempunyai fungsi sebagai alat atau instrumen yang digunakan untuk memasukkan dana yang sebesar-besarnya ke dalam Kas Negara. Dalam hai ini fungsi pajak lebih diarahkan sebagai instrumen penarik dana dari masyarakat untuk dimasukkan ke dalam Kas Negara.
2. Fungsi Mengatur
Artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan di luar bidang keuangan. Sebagai fungsi regulatory, yaitu mengatur perekonomian guna menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, mengadakan distribusi pendapatan serta stabilitas ekonomi.

2.1.3 Pembagian Jenis Pajak
Terdapat berbagai macam jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu pengelompokan menurut golongan, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungut nya. (Waluyo, 2008:12). 1. Menurut Golongan
Menurut golongan, pajak dikelompokkan menjadi dua yaitu pajak langsung dan pajak tidak langsung.
a. Pajak Langsung
Dalam pengertian ekonomi pajak langsung adalah pajak yang hams dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak bisa dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Dalam pengertian administratif, pajak langsung adalah pajak yang dipungut secara berkala.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »