(KODE : 0006-PAI) : SKRIPSI IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN PAI
BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Kajian Teori
1. Pengertian Implementasi dan Pendidikan
Implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan.1 Sedangkan pengertian pendidikan menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional bab 1: Ketentuan Umum (pasal 1): Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Maka dengan adanya UU No 20 tahun 2003 ini mengupayakan pendidikan keagamaan agar dapat tumbuh lebih bermutu serta antisipatif terhadap perkembangan zaman.
Kata pendidikan ditinjau dari segi etimologi berasal dari kata dasar didik yang berarti "memelihara dan memberi latihan, ajaran, pimpinan mengenai akhlak dan mencerdaskan pikiran." Kata ini memiliki pengertian yang varian sesuai dengan sudut dan cara pandang yang digunakan para ahlinya. Zainal Arifin mengatakan bahwa pendidikan secara istilah adalah usaha yang dijalankan oleh seseorang atau sekelompok orang lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup dan penghidupan yang lebih tinggi, dalam arti mental.
Sementara menurut Amir Daien Indrakusuma, pendidikan adalah suatu usaha yang sadar, yang tertaut dan sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tanggungjawab untuk mempengaruhi anak agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan cita-cita pendidikan.
Ki Hajar Dewantoro mengemukakan pengertian pendidikan sebagaimana dikutip oleh Suwarno adalah sebagai daya untuk memajukan perkembangan budi pekerti (kekuatan batin), pikiran (intelek) dan jasmani anak-anak. Maksudnya ialah supaya kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, yaitu kehidupan dan penghidupan anak-anak, selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Memperhatikan tiga definisi pendidikan diatas dapat ditarik suatu pengertian bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam mempengaruhi orang lain yang bertujuan untuk mendewasakan manusia seutuhnya, baik lahir maupun batin. artinya, dengan pendidikan, manusia bisa memiliki kestabilan dalam tingkah laku atau tindakan, kestabilan dalam pandangan hidup dan kestabilan dalam nilai-nilai kehidupan dengan penuh rasa tanggungjawab.
2. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk membentuk manusia agamis dengan menanamkan aqidah keimanan, amaliah, dan budi pekerti atau akhlak yang terpuji untuk menjadi manusia yang taqwa kepada Allah SWT.
Seperti halnya makna pendidikan secara umum, para ahli juga memberikan pengertian yang variatif mengenai pendidikan Islam. Menurut Moh. Al-Toumy Al-Syaibany, adalah usaha mengubah tingkah laku individu dalam kehidupan pribadinya atau kehidupan kemasyarakatannya dan kehidupan dalam alam sekitarnya melalui proses pendidikan. Jadi, proses pendidikan merupakan rangkaian usaha manusia berupa kemampuan-kemampuan dasar dan kemampuan belajar, sehingga terjadi perubahan didalam kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan sosial, serta dalam hubungannya dengan alam sekitar dimana dia hidup. Proses tersebut senantiasa berada didalam nilai-nilai Islami.
Sayyid Sabiq sebagaimana dikemukakan oleh Agus Basri mendefinisikan pendidikan Islam sebagai usaha mempersiapkan anak dalam membentuk kepribadiannya, agar menjadi anggota masyarakat yang baik. Dalam kaitan ini, hasil rumusan seminar-seminar pendidikan Islam se Indonesia tahun 1960, memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani menurut ajaran Islam dengan tujuan mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam. Melalui pendidikan Islam, pertumbuhan jasmani dan rohani dapat dibimbing ke arah kedewasaan dengan berpedoman pada nilai-nilai Islam serta menggunakan pendekatan psikologis dalam pelaksanaannya.
Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas mendefinisikan pendidikan Islam sebagai pengenalan dan pengakuan, yang berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu didalam tatanan penciptaan sedemikian rupa sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan terhadap Tuhan yang tepat.
Muhammad Fadhil Al-Djamali, menyatakan pendidikan Islam adalah proses yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik dan mengangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar dan kemampuan ajarnya. Argumentasinya adalah firman Allah dalam Al-Qur'an: maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu....,(Q.S Al-Rum:30) dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia memberi kamu pandangan, penglihatan, dan hati,(Q.S Al-Nahl: 78) Oleh karena itu, menurut pendekatan secara operasional dalam pendidikan mengandung dua aspek: menjaga atau memperbaiki dan aspek menumbuhkan atau membina.
Sedangkan Marwan Saridjo menyatakan: "pendidikan Islam dalam konteks dunia pendidikan di Indonesia pengertiannya mencakup dua hal: pertama, lembaga pendidikan agama atau perguruan/lembaga pendidikan agama(Islam) yang lazim dikenal masyarakat, dan menjadi binaan Departemen Agama, meliputi: Raudatul Athfal, madrasah terdiri dari tingkat ibtidaiyah, Tsanawiyah, dan Aliyah negeri dan swasta, pendidikan Gum Agama Negeri, pondok pesantren, madrasah Diniyah/sekolah Agama, terdiri dari tingkat Awaliyah, Wustha dan Aliyah."
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan pengertian pendidikan Islam adalah "suatu proses penanaman nilai-nilai Islam melalui pengajaran, bimbingan, dan latihan yang dilakukan dengan sadar dan penuh tanggungjawab dalam rangka pembentukan, pembinaan, pendayagunaan, dan pengembangan pikir, zikir, dan kreasi manusia, sehingga terbentuk pribadi muslim sejati, yang mampu menngembangkan kehidupannya dengan penuh tanggungjawab dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Untuk mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat.
3. Pengertian Nilai dan Peranannya
Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon penghargaan. Menurut Zakiah Daradjat, nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan yang di yakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus pada pola pemikiran, perasaan, keterikatan, dan perilaku.
Nilai berasal dari bahasa latin vale're yang artinya berguna mampu akan berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan seseorang atau sekelompok orang. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal itu disukai, diinginkan, dikejar, berguna dan dapat membuat orang yang menghayatinya menjadi bermartabat. Nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang dapat mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai menjiwai tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekedar keyakinan, nilai selalu menyangkut pola pikir dan tindakan, sehingga ada hubungan yang amat erat antara nilai dan etika. Nilai merupakan preferensi yang tercermin dari perilaku seseorang. Sehingga seseorang akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu tergantung pada sistem nilai yang dipegangnya.
Nilai akan selalu berhubungan dengan kebaikan, kebaikan dan keluhuran budi serta akan menjadi sesuatu yang dihargai dan dijunjung tinggi serta dikejar oleh seseorang sehingga ia merasakan adanya suatu kepuasan, dan ia merasa menjadi manusia yang sebenarnya. yang dimaksudkan dengan nilai adalah standar-standar perbuatan dan sikap yang menentukan siapa kita, bagaimana kita hidup, dan bagaimana kita memperlakukan orang lain. Tentu saja, nilai-nilai yang baik yang bisa menjadikan orang lebih baik, hidup lebih baik, dan memperlakukan orang lain secara lebih baik. Sedangkan yang dimaksudkan dengan moralitas adalah perilaku yang diyakini banyak orang sebagai benar dan sudah terbukti tidak menyusahkan orang lain, bahkan sebaliknya."
Nilai tidak selalu sama bagi seluruh warga masyarakat, karena dalam suatu masyarakat sering terdapat kelompok-kelompok yang berbeda secara sosio-ekonomis, politik, agama, etnis, budaya, dimana masing-masing kelompok yang sering memiliki sistem nilai yang berbeda-beda. Konflik dapat muncul antara pribadi, atau antar kelompok karena sistem nilai yang tidak sama berbenturan satu sama lain. Oleh karena itu, jika terjadi konflik, dialog merupakan salah satu solusi terbaik sebab dalam dialog terjadi usaha untuk Saling mengerti, memahami dan menghargai sistem nilai kelompok lain, sehingga dapat memutuskan apakah orang hams menghormati dan bersikap toleran terhadapnya atau menerimanya atau mengintegrasikan dalam sistem nilainya sendiri.
Nilai sebagai sesuatu yang abstrak menurut Raths, mempunyai sejumlah indikator yang dapat kita cermati yaitu:
1. Nilai memberi tujuan atau arah kemana kehidupan hams maju, hams dikembangkan atau hams diarahkan
2. Nilai memberi aspirasi atau inspirasi kepada seseorang untuk hal yang berguna, yang baik yang positif bagi kehidupan
3. Nilai mengarahkan seseorang untuk bertingkah laku {Attitudes), atau bersikap sesuai dengan moralitas masyarakat, jadi nilai itu memberi acuan atau pedoman bagaimana sehamsnya seseorang hams bertingkah laku
4. Nilai itu menarik, memikat hati seseorang untuk dipikirkan, untuk direnungkan, untuk dimiliki, untuk diperjuangkan dan untuk dihayati.
Sehubungan dengan peranan nilai dalam kehidupan manusia, ahli pendidikan nilai dari Amerika Serikat, Raths, Harmin dan Simon mengatakan; "value are general guides to behavior which tend to give direction to life." Jadi, nilai itu mempakan panduan umum untuk membimbing tingkah laku dalam rangka mencapai tujuan seseorang. Sehubungan dengan tahapan pelaksanaan nilai/moral dalam kehidupan manusia, pengetahuan nilai/moral, sikap nilai/moral dan tindakan nilai/moral sebagai berikut:
pendidikan nilai/moral yang menghasilkan karakter, ada tiga komponen karakter yang baik yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral, dan moral action atau perbuatan moral. Ketiga komponen itu menunjuk pada tahapan pemahaman sampai pelaksanaan nilai/moral dalam kehidupan sehari-hari. Ketiganya tidak serta merta terjadi dalam diri seseorang, tetapi bersifat prosesual artinya tahapan ketiga hanya mungkin terjadi setelah tercapai tahapan kedua, dan tahapan kedua hanya tercapai setelah tahapan pertama.
Dalam banyak kasus ketiga tahapan tidak terjadi secara utuh. Mungkin sekali ada orang hanya sampai moral knowing dan berhenti sebatas memahami. Orang lain sampai pada tahap moral feeling, dan yang lain mengalami perkembangan dari moral knowing sampai moral action. Moral knowing adalah hal yang penting untuk diajarkan.
Tetapi pendidikan nilai/moral hanya sampai pada awal knowing tidaklah cukup, sebab sebatas pada tahu atau memahami nilai-nilai atau moral tanpa melaksanakannya hanya menghasilkan orang cerdas, tetapi tidak bermoral. Amat penting pendidikan dilanjutkan sampai pada moral feeling. Moral feeling adalah aspek yang lain yang hams ditanamkan kepada peserta didik yang merupakan sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral. Terdapat enam hal yang merupakan aspek emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia bermoral atau berkarakter, yakni nurani, percaya diri, merasakan penderitaan orang lain, mencintai kebenaran, mampu mengontrol diri, kerendahan hati. Namun, pendidikan nilai/moral atau karakter hanya sampai pada moral feeling saja tidaklah cukup, sebab sebatas ingin atau mau, tanpa disertai perbuatan nyata hanya menghasilkan manusia munafik.
Langkah teramat penting adalah adanya pendidikan nilai/moral atau karakter sampai pada moral action. Moral action adalah bagaimana membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Perbuatan tindakan moral ini merupakan hasil dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter, yaitu kompetensi, keinginan dan kebiasaan.
Bahwa ada keterkaitan erat antara pemahaman moral atau nilai seseorang dengan perbuatan atau tindakan yang akan dilakukan tidaklah diragukan. Nilai menjadi acuan dalam menentukan sikap, dan sikap menjadi acuan dalam bertingkah laku.