SKRIPSI ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT-DAERAH DALAM KONSEP DESENTRALISASI FISKAL SEBELUM DAN SELAMA OTONOMI DAERAH

Saturday, May 28, 2016

(KODE : 0016-EKONPEMB) : SKRIPSI ANALISIS PERIMBANGAN KEUANGAN PUSAT DAERAH DALAM KONSEP DESENTRALISASI FISKAL SEBELUM DAN SELAMA OTONOMI DAERAH


BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 
1. Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pada dasarnya merupakan amanat Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian, landasan pemberian otonomi kepada daerah dan pembentukan Daerah Otonom adalah Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 18 yang berbunyi " Pembagian daerah Indonesia atas dasar daerah besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa". Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 18, ditetapkan antara lain (Novianto, 2005: 44):
1) Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi, dan provinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.
2) Di daerah-daerah yang bersifat otonom atau bersifat administrasi belaka semua menurut aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
3) Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah, oleh karena itu, pemerintah akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
Mengingat bahwa sejak kemerdekaan Republik Indonesia sampai dengan runtuhnya pemerintahan Orde Baru, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia belum menunjukkan hal yang berarti. Padahal beberapa undang-undang tentang pemerintahan daerah telah ditetapkan dan berlaku silih berganti akan tetapi pelaksanaan otonomi daerah belum efektif. Oleh sebab itu, pada era reformasi dibuat undang-undang baru yaitu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah ( Kuncoro, 2004: 6). Pada Tahun 2004 UU Nomor 22 Tahun 1999 disempurnakan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan UU Nomor 25 Tahun 1999 disempurnakan oleh Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004.

a. Pengertian Otonomi Daerah
Ketentuan Umum UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Otonomi daerah adalah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah , yang melekat pada negara kesatuan maupun pada negara federasi. Di negara kesatuan meliputi segenap wewenang pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti:
1. Hubungan Luar Negeri
2. Pengadilan
3. Moneter dan Keuangan
4. Pertahanan dan Keamanan
Apa yang disebut diatas disebut otonomi luas. Sedangkan di negara federal, negara bagian melaksanakan melaksanakan otonomi yang lebih luas karena negara bagian dapat mengurus peradilan dan keamanan sendiri ( Winarna Surya, 2002:1).
Dalam literatur pemerintahan dikenal 3 sistem otonomi (Winarna Surya, 2002:2) :
1) Otonomi Formil: Yaitu suatu sistem otonomi dimana yang diatur adalah kewenangan-kewenangan pemerintah pusat yang dipegang oleh pemerintah pusat ( seperti: pertahanan dan keamanan, politik luar negeri, peradilan, dan moneter fiskal dan kewenangan lainnya). Sedangkan kewenangan daerah otonom adalah kewenangan yang diluar kewenangan pemerintah pusat tersebut.
2) Otonomi Materiil: Merupakan kewenangan-kewenangan daerah otonom yang dilimpahkan oleh eksplisit disebutkan satu persatu (biasanya diatur dalam Undang-Undang Pembentukan Daerah Otonom). Sedangkan kewenangan daerah otonom adalah kewenangan yang diluar kewenangan pemerintah pusat tersebut.
3) Otonomi Riil: Merupakan kewenangan-kewenangan daerah otonom yang dilimpahkan oleh pemerintah pusat, disesuaikan dengan kemampuan nyata dari daerah otonom yang bersangkutan (seperti sumber daya manusia, pendapatan daerah, pendapatan daerah regional bruto (PDRB), dll). Jadi kewenangan daerah otonom yang satu dengan daerah otonom lainnya tidak sama.

b. Prinsip Otonomi Daerah
Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah pusat di luar yang menjadi urusan pemerintah pusat. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesej ahteraan rakyat.
Sejalan dengan prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya, adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesej ahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional (Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah: 168).
Seiring dengan prinsip itu penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selain itu, penyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasama antar daerah untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah. Hal yang tidak kalah penting, bahwa otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antara daerah dengan pemerintah pusat, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan tujuan negara (Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah: 168). 

c. Alasan, Maksud dan Tujuan Otonomi Daerah
Pengalaman dan pelaksanaan bidang-bidang tugas tertentu (khususnya selama Orde Baru), sistem sentralistik tidak dapat menjamin kesesuaian antara tindakan-tindakan yang dilakukan secara langsung oleh pemerintah pusat dengan keadaan di daerah-daerah. Hal ini lebih disebabkan oleh luasnya wilayah Indonesia yang terdiri dari berbagai daerah yang masing-masing memiliki sifat-sifat khusus tersendiri yang disebabkan oleh faktor-faktor geografis (keadaan alam, iklim, flora-fauna, adat-istiadat, kehidupan ekonomi, dan bahasa), tingkat pendidikan, dan lain sebagainya. Dengan sistem otonomi daerah atau desentralisasi, diberikan kekuasaan kepada daerah untuk melaksanakan kebijakan pemerintah sesuai dengan keadaan khusus di daerahnya masing-masing, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). ( Mulyanto, 2007: 10)
Otonomi yang luas serta perimbangan keuangan yang adil, proporsional dan transparan antar tingkat pemerintah menjadi salah satu tuntutan daerah dan masyarakat. Oleh karena itu, MPR sebagai wakil-wakil rakyat menjawab tuntutan tersebut dengan menghasilkan beberapa ketetapan yang harus dilaksanakan oleh pemerintah. Salah satu ketetapan MPR dimaksud adalah ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan; serta perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Berdasarkan ketetapan MPR tersebut pemerintah telah mengeluarkan satu paket kebijakan tentang otonomi daerah yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintah di daerah untuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1956 tentang perimbangan keuangan antara Negara dengan Daerah-Daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri.
Konsekuensi dari pelaksanaan kedua Undang-Undang tersebut adalah daerah harus mampu mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata dan bertanggungjawab dalam rangka pemberdayaan masyarakat, lembaga ekonomi, lembaga politik, lembaga hukum, lembaga keagamaan, lembaga adat dan lembaga swadaya masyarakat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagai uraian diatas bahwa otonomi daerah pemberian wewenang yang lebih luas kepada daerah dalam mengatur, mengelola rumah tangganya sendiri. Berkaitan dengan hal ini, peranan pemerintah daerah dalam mengelola keuangan daerah sangat menentukan berhasil tidaknya menciptakan kemandirian yang selalu diharapkan tersebut. (Halim, 2004:21).
Ada dua alasan yang mendasari pemberian otonomi luas dan desentralisasi (Mardiasmo, 2002: 66) adalah:
1. Intervensi Pemerintah Pusat pada masa lalu yang terlalu besar telah menimbulkan masalah rendahnya kapabilitas dan efektifitas pemerintah daerah dalam mendorong proses pembangunan dan kehidupan demokrasi di daerah.
2. Tuntutan ekonomi muncul sebagai jawaban untuk memasuki era new game yang membawa new rules pada semua aspek kehidupan di masa mendatang. Pada suatu era dimana globalization cascade semakin meluas pemerintah akan kehilangan kendali pada banyak persoalan seperti perdagangan internasional, informasi dan ide serta transaksi keuangan.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »