PTK PENERAPAN TEKNIK KOREKSI TEMAN SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN PADA SISWA KELAS X

Tuesday, April 12, 2016
PTK (0027)  PENERAPAN TEKNIK KOREKSI TEMAN SEBAYA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN PADA SISWA KELAS X



BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA


A. Landasan Teori 
1. Hakikat Menulis Karangan 
a. Pengertian Menulis Karangan
Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa yang harus dikuasai siswa. Setiap siswa mempunyai kemampuan untuk mengekspresikan pikiran, perasaan, dan sikapnya dalam sebuah tulisan. Menulis adalah sebagai bentuk komunikasi tidak langsung yang bermediakan tulisan. Menulis atau mengarang adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat dipahami pembaca (Henry Guntur Tarigan, 1993: 21).
The Liang Gie (2002:3) menyamakan pengertian menulis dengan mengarang. Diungkapkan bahwa menulis arti pertamanya ialah pembuatan huruf, angka, nama, sesuatu tanda kebahasaan apa pun dengan sesuatu alat tulis pada suatu halaman tertentu. Kini dalam pengertiannya yang luas, menulis merupakan kata sepadan yang mempunyai arti sama dengan mengarang. Mengarang adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca untuk dipahami. Burhan Nurgiyantoro (2001:273) menambahkan pengertian menulis sebagai aktivitas mengemukakan gagasan melalui bahasa. Aktivitas pertama menekankan unsur bahasa sedangkan yang kedua gagasan. Dalam tulisan, gagasan cemerlang yang tersirat dalam tulisan akan mampu memikat pembaca dan pada akhirnya membuat pembaca melakukan perubahan-perubahan besar yang berarti dalam hidupnya.
Hernowo (2002: 212) menegaskan bahwa menulis merupakan aktivitas intelektual praktis yang dapat dilakukan oleh siapa saja yang amat berguna untuk mengukur sudah seberapa tinggi pertumbuhan ruhani kedua belah otak, baik otak kanan maupun otak kiri. Sebuah tulisan dapat dikatakan berhasil apabila tulisan tersebut dapat dipahami dengan mudah oleh pembaca. Segala ide dan pesan yang disampaikan dipahami secara baik oleh pembacanya, tafsiran pembaca sama dengan maksud penulis. Untuk menghasilkan tulisan yang baik, seorang penulis hendaknya memiliki tiga keterampilan dasar yang meliputi: (1) keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menggunakan ejaan, tanda baca, pembentukan kata, pemilihan kata serta penggunaan kalimat yang efektif; (2) keterampilan penyajian, yaitu keterampilan pembentukan dan pengembangan paragraf, keterampilan merinci pokok bahasan menjadi sub pokok bahasan, menyusun pokok bahasan dan sub pokok bahasan ke dalam susunan yang sistematis; (3) keterampilan perwajahan, yaitu keterampilan pengaturan tipografi dan pemanfaatan sarana tulis secara efektif dan efisien, tipe huruf, penjilidan, penyusunan tabel dan lain-lain. Ketiga keterampilan tersebut saling menunjang dalam kegiatan menulis tentunya didukung oleh keterampilan menyimak, membaca serta berbicara dengan baik (Atar Semi, 1990: 10).
Berdasar pada beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, dapat dikemukakan bahwa menulis karangan merupakan aktivitas melahirkan pikiran dan perasaan lewat tulisan dengan memperhatikan aspek-apek kebahasaan yang baik dan benar sehingga dapat dipahami oleh pembaca.

b. Tahapan Penulisan
Menulis merupakan proses kreatif yang banyak melibatkan cara berpikir divergen (menyebar) daripada konvergen (memusat). Menulis tidak ubahnya dengan melukis. Penulis memiliki banyak gagasan tetapi seringkali tidak dapat untuk diungkapkan. Untuk mempermudah menulis harus memperhatikan tahapan-tahapan menulis.
Khaerudin Kurniawan (2005) mengungkapkan 4 tahapan menulis, yaitu: (1) Tahap persiapan/prapenulisan, tahap ini meliputi: menyiapkan diri, mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus, mengolah informasi, menarik tafsiran dan refleksi terhadap realitas yang dihadapinya, berdiskusi, membaca, mengamati. (2) Tahap inkubasi, tahap inkubasi adalah ketika pembelajar memproses informasi yang dimilikinya sedemikian rupa sehingga mengantarkannya pada ditemukannya pemecahan masalah atau jalan keluar yang dicarinya. (3) Tahap inspirasi (insight), tahap inspirasi yaitu gagasan seakan-akan tiba dan berloncatan pada pikiran kita. (4) Verifikasi, pada tahap ini, apa yang dituliskan akan diperiksa kembali, diseleksi dan disusun sesuai fokus tulisan.
Atar Semi (1990: 11) menambahkan proses menulis menjadi 7 langkah, yaitu: (1) Pemilihan dan penetapan topik; memilih dan menetapkan topik merupakan suatu langkah awal yang penting, sebab tidak ada tulisan yang tanpa ada sesuatu yang hendak ditulis. Topik tulisan adalah gagasan yang hendak disampaikan dalam tulisan. (2) Pengumpulan informasi dan data; pengumpulan informasi dan data perlu dilakukan agar tulisan tersebut menjadi tulisan yang berbobot dan meyakinkan. Informasi dan data yang dikumpulkan adalah informasi dan data yang relevan dengan topik atau pokok bahasan dan sesuai pula dengan tujuan penulisan. (3) Penetapan tujuan; menetapkan tujuan penulisan adalah hal penting yang harus dilakukan sebelum menulis. Hal tersebut karena tujuan berpengaruh dalam menetapkan bentuk, panjang tulisan, dan cara penyajian tulisan. (4) Perancangan tulisan; merancang tulisan diartikan sebagai suatu kegiatan menilai kembali informasi dan data, memilih subtopik yang perlu dimuat, melakukan pengelompokan topik-topik kecil ke dalam suatu kelompok yang lebih besar dan memilih suatu sistem notasi dan sistem penyajian secara tepat. (5) Penulisan; dalam penulisan perlu dipilih organisasi dan sistem penyajian yang tepat, artinya tepat menurut jenis tulisan, tepat menurut tujuan atau sasaran tulisan. (6) Penyuntingan atau revisi; dalam penyuntingan dilakukan kegiatan mengecek ketepatan angka-angka atau menghilangkan yang tidak perlu, menambahkan sesuatu yang tidak perlu, perbaikan kalimat ejaan, maupun kosakata yang kurang tepat sehingga menjadi tulisan yang baik. (7) Penulisan naskah jadi; pada penulisan naskah jadi, masalah perwajahan harus mendapat perhatian yang sungguh-sungguh, karena kesempurnaan tulisan tidak hanya terbatas pada kesempurnaan isi dan ketepatan pemakaian perangkat kebahasaan tetapi juga masalah susunan.

c. Asas-asas Menulis
Setiap kegiatan yang dilakukan memerlukan sejumlah asas yang dapat dijadikan pedoman. Demikian pula halnya dengan aktivitas menulis. The Liang Gie (2002: 33-37) mengemukakan enam asas menulis—yang disebut dengan asas mengarang—yang meliputi, kejelasan (clarity), keringkasan (conciseness, ketepatan (correctness), Kesatupaduan (unity), pertautan (coherence), penegasan (emphasis).
Berdasarkan asas kejelasan (clarity), setiap karangan haruslah jelas benar. Tulisan harus mencerminkan gagasan yang dapat dibaca dan dimengeri oleh pembacanya. Disamping itu, tulisan yang jelas berarti tidak dapat disalahtafsirkan oleh pembacanya. Kejelasan berarti tidak samar-samar, tidak kabur sehingga setiap butir ide yang diungkapkan tampak nyata oleh pembaca. Untuk memenuhi asas ini, H.W. Fowler sebagaimana dikutip oleh The Liang Gie (2002: 34) mengungkapkan bahwa asas kejelasan dalam kegiatan menulis sepanjang menyangkut kata-kata dapat dilaksanakan dengan memilih: (1) kata yang umum dikenal ketiumbang kata yang harus dicari-cari artinya; (2) kata yang konkret ketimbang kata yang abstrak; (3) kata tunggal ketimbang karangan yang panjang lebar; (4) kata yang pendek ketimbang kata yang panjang lebar; (5) kata dalam bahasa sendiri ketimbang kata asing.
Asas menulis yang pertama ini berlaku untuk tulisan nonfiksi ilmiah, tetapi tidak berlaku untuk tulisan fiksi. Dalam tulisan fiksi seperti cerpen, novel, drama maupun puisi, asas-asas tersebut sengaja dilanggar untuk memperoleh efek keindahan.
Asas keringkasan (Conciseness) yang dimaksud dalam asas menulis ini bukan berarti setiap tulisan harus pendek. Keringkasan berarti suatu tulisan tidak boleh ada penghamburan kata, tidak terdapat butir ide yang dikemukakan berulang-ulang, gagasan tidak disampaikan dalam kalimat yang terlalu panjang. Harry Shaw sebagaimana diungkapkan oleh The Liang Gie (2002: 36) mengungkapkan bahwa penulisan yang baik diperoleh dari ide-ide yang kaya dan kata-kata yang hemat, bukan kebalikannya, ide yang miskin dan kata yang boros. Jadi, sesuatu karangan adalah ringkas apabila karangan itu mengungkapkan banyak buah pikiran dalam kata-kata yang sedikit.
Sebagaimana halnya dengan asas yang pertama, asas menulis yang kedua berlaku sepenuhnya untuk tulisan fiksi. Puisi terkadang diungkapkan dengan kata yang hemat meskipun pada dasarnya mengandung berbagai gagasan. Lain halnya dengan novel dan cerpen yang diungkapkan dengan kata berlebihan untuk memperoleh efek keindahan, memperkuat perwatakan serta memperjelas setting.
Asas ketepatan (Correctness) mengandung ketentuan bahwa suatu tulisdan harus dapat menyampaikan butir-butir gagasan kepada pembaca dengan kecocokan sepenuhnya seperti yang dimaksud oleh penulisnya (The Liang Gie, 2002: 36). Untuk menepati asas ini, penulis harus memperhatikan berbagai aturan dan ketentuan tata bahasa, ejaan, tanda baca serta kelaziman.
Seperti halnya duia asas sebelumnya, asas ketiga ini tidak berlaku sepenuhnya untuk tulisan fiksi. Tulisan fiksi bersifat multitafsir. Pemahaman pembaca bukan bergantung pada ketepatan tulisan, akan tetapi tingkat apresiasi yang dimilikinya.
Berdasar pada asas Kesatupaduan (Unity), segala hal yang disajikan dalam tulisan tersebut memuat satu gagasan pokok atau sering disebut dengan tema. Tulisan yang tersusun atas alinea-alinea tidak boleh ada uraian yang menyimpang serta tidak ada ide yang lepas dari gagasan pokok tersebut. Asas yang sering disebut dengan syarat kohesi suatu tulisan ini berlaku untuk semua jenis tulisan baik fiksi maupun nonfiksi.
Jika pada asas sebelumnya sebuah tulisan memuat satu gagasan pokok, maka berdasar pada asas pertautan (Coherence) tiap alinea dalam satu tulisan hendaklah berkaitan satu sama lain. Kalimat satu dengan kalimat yang lain harus berkesinambungan. Asas yang sering disebut dengan prinsip koherensi ini berlaku untuk semua tulisan baik jenis fiksi maupun nonfiksi.
Asas Penegasan (Emphasis) menegaskan bahwa dalam tulisan perlu ada penekanan atau penonjolan tertentu. Hal ini diperlukan agar pembaca mendapatkan kesan yang kuat terhadap suatu tulisan. Asas ini sangat perlu diterapkan pada tulisan-tulisan fiksi meskipun tulisan nonfiksi juga perlu memperhatikan asas ini. Penegasan pada beberapa bagian fiksi menjadikan tulisan lebih menarik.

d. Jenis-jenis Tulisan
Ada banyak cara yang dipilih seseorang untuk mengemukakan gagasannya dalam tulisan. Cara yang dipilih serta tujuan penulisan menghasilkan berbagai bentuk tulisan, yaitu: narasi, deskripsi, eksposisi, dan argumentasi.
Tulisan narasi merupakan satu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi (Gorys Keraf, 2004: 136). Penggambaran peristiwa dalam bentuk paragraf narasi didasarkan pada perkembangan dari waktu ke waktu. Atar Semi (1990: 33) mengemukakan ciri penanda narasi yaitu: (1) berupa cerita tentang peristiwa atau pengalaman manusia; (2) kejadian atau peristiwa yang disampaikan dapat berupa peristiwa atau kejadian yang benar-benar terjadi, semata-mata imajinasi, atau gabungan keduanya.; (3) berdasarkan konflik; (4) memiliki nilai estetika karena isi dan cara penyampaiannya bersifat sastra; (5) menekankan susunan kronologis; dan (6) biasanya memiliki dialog.
Tulisan eksposisi merupakan tulisan yang beretujuan menjelaskan atau memberikan informasi tentang sesuatu (Atar Semi, 1990: 37). Eksposisi ditandai dengan tulisan berupa: pengertian atau pengetahuan; menjawab pertanyaan tentang apa, mengapa, kapan, dan bagaimana; disampaikan dengan lugas serta bahasa yang baku; penggunaan bahasa netral, tidak memihak serta tidak memaksakan sikap penulis terhadap pembaca.
Tulisan deskripsi merupakan tulisan yang bertujuan memberikan perincian atau detail tentang objek. Perincian tersebut memberi pengaruh pada sensitivitas dan imajinasi pembaca atau pendengar. Tulisan dseskripsi yang berhasil, dapat membawa pembaca untuk melihat, mendengar, merasakan atau mengalami langsung objek tersebut. Tulisan argumentasi merupakan tulisan yang bertujuan meyakinkan atau membujuk pembaca tentang kebenaran pendapat atau pernyataan penulis (Atar Semi, 1990: 47) argumentasi merupakan proses penalaran, oleh karena itu sebuah tulisan argumentatif dapat dikembangkan dengan teknik induktif maupun deduktif.
2. Hakikat Pembelajaran Menulis di Sekolah Menengah Kejuruan a. Hakikat Pembelajaran
Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat dari luar. Apa yang sedang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung. Hasil belajar seseorang tidak dapat terlihat tanpa melakukan hal yang menunjukkan kemampuan yang diperolehnya dalam belajar.
Winkel (1996: 36) merumuskan belajar sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan itu relatif konstan dan berbekas. Perubahan itu dapat berupa suatu hasil baru atau penyempurnaan terhadap hasil yang telah diperoleh. Hasil belajar dapat berupa yang utama dapat juga hasil sebagai efek sampingan.
Pembelajaran adalah proses yang dilakukan oleh siswa dalam materi kajian yang tersirat dalam pembelajaran. Pembelajaran bersinonim dengan istilah proses belajar, kegiatan belajar dan aktivitas belajar atau pengalaman belajar. Pembelajaran menjadi titik tolak guru dalam merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi proses belajar mengajar.
Nababan (dalam Sri Hastuti, 1996: 20) mengatakan bahwa pembelajaran adalah usaha pengajar dan lembaga untuk membantu orang belajar. Kegiatan pembelajaran dapat menimbulkan terjadinya interaksi manusia, sumber daya, dan lingkungan. Interaksi yang terjadi dalam proses belajar mengajar dapat mengubah kemampuan siswa dari satu tingkatan ke tingkatan lain yang lebih tinggi. Dalam proses perubahan itu, siswa dibantu oleh seorang guru yang membimbing dan mengarahkan siswa menuju ke arah yang lebih baik.
Dimyati dan Mudjiono (1999: 32) menyebutkan prinsip-prinsip yang hendaknya ada dalam dimensi program pembelajaran, antara lain: (1) tujuan dan isi pelajaran memenuhi kebutuhan, minat, serta kemampuan siswa; (2) kemungkinan terjadinya pengembangan konsep dan aktivitas siswa; (3) pemilihan dan penggunaan metode dan media (multi-methods dan multi¬media); (4) penentuan metode dan media fleksibel.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dan sengaja oleh guru untuk membuat siswa belajar guna mengubah perilaku yang lebih baik. Dalam usahanya guru didukung oleh adanya materi pelajartan yang sesuai, motode, dan penggunaaan media yang tepat.
b. Pembelajaran Menulis di Sekolah Menengah Kejuruan
Pembelajaran menulis karangan merupakan salah satu aspek pembelajaran Bahasa Indonesia yang tercakup dalam kelompok program adaptif di Sekolah Menengah Kejuruan. Menurut Sri Hastuti (1996: 21) pembelajaran bahasa adalah upaya untuk membuat pembelajar terampil, cekatan, dan cermat menggunakan unsur-unsur bahasa untuk berkomunikasi, baik komunikasi lisan maupun tertulis.
Dalam pembelajaran menulis siswa harus berlatih secara berulang-ulang. Untuk melatih menulisnya, siswa dibantu oleh guru yang bertugas memberikan teori-teori tentang menulis, memotivasi siswa agar tertarik dengan kegiatan menulis dan memberi kesempatan kepada siswanya untuk berlatih menulis, guru juga harus bisa membuat siswa dapat mengungkapkan gagasan dalam pikirannya melalui media tulis dengan menggunakan tanda baca, struktur, ejaan yang benar, kalimat yang runtut sehingga membuat paragraf yang baik.
Dengan demikian pembelajaran menulis karangan dapat diartikan sebagai usaha sadar yang dilakukan oleh guru untuk membuat siswa dalam



Artikel Terkait

Previous
Next Post »