BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pembelajaran Kontekstual Berbasis Masalah
1. Belajar
a. Pengertian Belajar
Sudah banyak para ahli yang mendefinisikan pengertian belajar, beberapa diantaranya adalah Witherington, Slameto dan Dimyati. Para ahli tersebut mendefinisikan belajar secara beragam namun masih dalam perspektif sama.
Witherington (dalam M. Dalyono, 2005: 40) mendefinisikan "belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian". Kemudian menurut Slameto (2003: 2) "belajar adalah proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu berinteraksi dalam lingkungannya". Sedangkan Dimyati (2002: 7) menjelaskan bahwa belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, maka belajar hanya dial ami oleh siswa sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang bersifat tetap. Perubahan tingkah laku dan kemampuan tersebut terjadi karena adanya interaksi antara individu dengan lingkungannya.
b. Prinsip Belajar
Agus Suprijono (2011: 4-5) menjelaskan dua prinsip dari belajar, yakni belajar sebagai perubahan perilaku dan merupakan suatu proses.
1) Belajar adalah perubahan perilaku. Adapun perubahan perilaku
sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Sebagai hasil tindakan rasional instrumental, yaitu
perubahan yang disadari.
b) Kontinyu atau berkesinambungan dengan perilaku lainnya.
c) Fungsional atau bermanfaat sebagai bekal hidup
d) Positif atau berakumulasi
e) Aktif atau sebagai usaha yang direncanakan dan dilakukan.
f) Permanen atau tetap.
g) Bertujuan dan terarah
h) Mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan
2) Belajar merupakan proses. Belajar terjadi karena didorong
kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses
sistemik yang dinamis, konstruktif dan organik. Belajar
merupakan kesatuan fungsional dari berbagai komponen belajar.
Belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman pada
dasarnya adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan
lingkungannya.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Menurut Sugihartono dkk. (2007: 76) terdapat dua faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor ini, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat memengaruhi aktifitas belajar.
Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor internal meliputi faktor jasmaniah dan faktor psikologis. Faktor jasmaniah meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh, sedangkan faktor psikologis meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kelelahan.
Faktor eksternal yang berpengaruh dalam belajar meliputi faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat. Faktor keluarga meliputi cara didik orang tua, relasi antara anggota keluarga, pengertian orang tua, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga dan latar belakang kebudayaan. Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar meliputi metode belajar, metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi antar siswa, standar pelajaran, waktu sekolah dan lainnya. Kemudian faktor masyarakat dapat berupa kegiatan siswa dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan dalam masyarakat dan media masa.
2. Pembelajaran
Para ahli yang mendefinisikan pembelajaran diantaranya adalah Sugihartono dan Sudana Degeng. Pembelajaran menurut Sugihartono (2007: 80) merupakan suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam hal ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat peraga, perpustakaan, laboratorium dan sebagainya yang relevan dengan kegiatan belajar siswa.
Sudana Degeng (1989: 15) menjelaskan bahwa pembelajaran atau pengajaran adalah upaya yang dilakukan guru untuk membelajarkan siswa. Dalam pengertian ini secara mendalam dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan. Pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Pembelajaran merupakan proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Dari dua pengertian yang dikemukakan para ahli di atas, pembelajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal. Pembelajaran merupakan proses komunikatif-interaktif antara sumber belajar, guru dan siswa yaitu saling bertukar informasi.
3. Pembelajaran Kontekstual
a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Beberapa ahli yang menjelaskan pengertian pembelajaran kontekstual diantaranya adalah Elanie B. Johnson, Agus Supardjono dan E. Mulyasa. Masing-masing ahli menjelaskan dari perspektif yang hampir sama.
Elaine B. Johnson (2009: 34) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual sebagai sebuah sistem mengajar, didasarkan pada pikiran bahwa makna muncul dari hubungan antara isi dan konteksnya. Konteks memberikan makna pada isi. Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa dalam suatu konteks yang luas, semakin bermaknalah isinya bagi mereka.
Pengertian lain dikemukakan oleh Agus Supardjono (2011: 79), pembelajaaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Kemudian E. Mulyasa (2007: 102) memberikan pengertian bahwa pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata. Sehinggan para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Dari beberapa pengertian di atas disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang direncanakan dan diterapkan oleh seorang guru yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya dalam belajar dengan cara mengkaji materi pelajaran dan mengaitkannya pada fenomena nyata. Fenomena yang disajikan haruslah merupakan suatu hal yang penting dan menarik untuk dipelajari, dengan demikian diharapkan pembelajaran yang berlangsung terasa lebih bermakna dan bermanfaat. b. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kontekstual
Center of Occupational Research and Development (CORD), menyampaikan lima prinsip dan strategi bagi pendidik dalam rangka penerapan pembelajaran kontekstual yaitu keterkaitan (Relating), pengalaman langsung (Experiencing), aplikasi (Applying), kerjasama (Cooperating), dan alih pengetahuan (Transferring).
1) Keterkaitan (Relating)
Proses pembelajaran hendaknya memiliki keterkaitan (relevan) dengan bekal pengetahuan yang telah ada pada diri siswa (relevansi antar faktor internal seperti bekal pengetahuan, keterampilan, bakat, minat, dengan faktor eksternal seperti ekspos media, dan pembelajaran oleh guru dan lingkungan luar), dan dengan konteks pengalaman dalam dunia nyata seperti manfaat bekal bekerja di kemudian hari di dalam kehidupan bermasyarakat.
2) Pengalaman langsung (Experiencing)
Dalam proses pembelajaran siswa perlu mendapatkan pengalaman langsung melalui kegiatan eksplorasi, discovery, penelitian, dan sebagainya. Proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanfaatkan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian secara aktif.
3) Aplikasi (Applying)
Menerapkan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur dalam konteks lain dan lebih dari sekedar menghafal. Kemampuan siswa menerapkan konsep dan informasi dalam konteks yang bermanfaat juga mendorong siswa untuk memikirkan pekerjaan di masa mendatang. Dalam pembelajaran kontekstual, penerapan ini lebih banyak diarahkan pada dunia kerja.
4) Kerjasama (Cooperating)
Kerjasama dalam konteks saling tukar pikiran, komunikasi interaktif antar sesama siswa, antara siswa dengan guru, antara siswa dengan narasumber, memecahkan masalah dan mengerjakan tugas bersama merupakan strategi pokok dalam pembelajaran kontestual. Pengalaman bekerjasama tidak hanya membantu siswa belajar menguasai materi tapi juga sekaligus memberikan wawasan kepada siswa bahwa untuk menyelesaikan tugas akan lebih berhasil jika dilakukan secara bekerjasama dalam bentuk tim kerja.
5) Alih pengetahuan (Transferring)
Pembelajaran kontekstual menekankan pada kemampuan siswa untuk mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki. Pengetahuan dan keterampilan bukan sekedar untuk dihafal tetapi dapat digunakan, diaplikasikan, atau dialihkan pada situasi lain (Abdul Gafur, 2003: 276).
Prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual sebagaimana penjelasan di atas sangatlah penting untuk diperhatikan dan diterapkan oleh tenaga pendidik (guru) dalam proses kegiatan belajar mengajar. Kelima prinsip pembelajaran ini dapat mendorong siswa untuk selalu berpartisipasi aktif dan mengembangkan diri dalam kegiatan belajar.
c. Komponen Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa. Siswa didorong untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Ada tujuh komponen dalam pembelajaran kontekstual yakni konstruktivisme, menemukan, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian autentik.
1) Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran kontekstual. Maksud konstruktivisme di sini adalah pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak secara mendadak. Dalam hal ini, analisis harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan:
a) Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.
b) Memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan
idenya sendiri.
c) Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar (Depdiknas, 2002: 10-12).
2) Menemukan (Inquiry)
Menemukan merupakan kegiatan inti dari proses pembelajaran kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam hal ini tugas guru yang harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Langkah-langkah kegiatan menemukan adalah sebagai berikut:
a) merumuskan masalah.
b) mengamati atau observasi.