TESIS PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI TANAH NEGARA

Monday, March 07, 2016
T-(0049) TESIS PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI TANAH NEGARA

BAB II 
TINJAUAN KEPUSTAKAAN


A. Pendaftaran Tanah
1. Pengertian Pendaftaran Tanah
Pasal 19 ayat (1) UUPA telah menentukan bahwa untuk menjamin kepastian
Hukum oleh Pemerintah diadakan Pendaftaran Tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan PP. Adapun ketentuan yang dimaksud oleh Pasal 19 ayat (1) UUPA itu adalah PP No.lO Tahun 1961 yang telah diganti dengan PP No.24 Tahun 1997 yang mengatur tentang Pendaftaran Tanah, maka diharapkan terjaminlah kepastian hukum hak-hak atas atas tanah yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.
Pengertian pendaftaran tanah itu sendiri menurut Pasal 1 ayat (1) dari PP No.24 Tahun 1997 adalah,
Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagj bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Menurut A.P. Parlindungan, pendaftaran tanah adalah "suatu proses tata usaha dan tata cara untuk mencapai kepastian hukum yang sah tentang hak atastanah".1
Hal ini telah digariskan dalam tujuan Undang-Undang Pokok Agraria itu sendiri yang menyatakan sebagai berikiit:
a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria Nasional, yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagjan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan makmur.
b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan keserhanaan dalam hukum pertanahan.
c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
Menurut Boedi Harsono pendaftaran tanah adalah:
Suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda bukti dan pemeliharaannya.2
Kata suatu rangkain kegiatan menujukkan kepada adanya berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah yang berkaitan satu dengan yang lain, berurutan menjadi satu kesatuan rangkaian yang bermuara pada tersedianya data yang diperlukan dalam memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan bagi rakyat.
1 A.P.ParIindungan, Komentar Atas JJndang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1993, halamanllS
2Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA Isi dan Pelaksanaannya, Mid I Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, 1994, halalaman 63
Kata terus menerus menunjukkan kepada pelaksanaan kegiatan yang sekali dimulai tidak akan ada akhirnya. Data yang sudah terkumpul dan tersedia selalu hams disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian, sehingga tetap sesuai dengan keadaan yang terakhir.
Kata teratur menunjukkan, bahwa semua kegiatan hams berlandaskan peraturan perundangan yang sesuai, karena hasilnya akan merupakan data bukti menurut hukum, biarpun daya kekuatan pembuktiaannya tidak selalu sama dalam hukum Negara-Negara yang menyelenggarakan pendaftaran tanah. Seperti diketahui bahwa pendaftaran tanah adalah bertujuan untuk memperoleh kepastian hukum dan kepastian hak terhadap pemegang hak-hak atas tanah. Dengan adanya pendaftaran tanah akan diharapkan bahwa seseorang akan merasa aman tidak ada gangguan atas hak yang dipunyainya, sehingga hak azasi seorang manusia yang harus dijunjung tinggi dan dihormati oleh sesama manusia lainnya dalam rangka terwujudnya kedamaian dalam ikatan hubungan kemasyarakatan.
Mengutip pendapat Pitlo di dalam buku Bachtiar Effendie, yaitu:
Pendaftaran Tanah di Indonesia dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya menyebutkan bahwa, pada saat dilakukannya pendaftaran tanah maka hubungan hukum pribadi antara seseorang dengan tanah diumumkan kepada pihak ketiga atau masyarakat umum sejak saat itulah antara orang dengan tanahnya dimaksud, untuk mana ia menjadi terikat dan wajib menghormati hal tersebut sebagai suatu kewajiban yang timbul dari kepatutan.3
Hal tersebut di atas dapat diketahui bahwa betapa pentingnya arti pendaftaran tanah dalam hubungannya dengan hak keperdataan seseorang individu dengan masyarakat. "Pendaftaran berasal dari kata Cadastre (bahasa Belanda Kadaster) suatu istilah teknis untuk suatu rekord (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai, dan kepemiilikan (atau Iain-lain alas hak) terhadap suatu bidang tanah".4 Kata ini berasal dari bahsa Latin "Capitastrum" yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi {Capotatio Terrens), Dalam artian yang tegas Cadaster adalah rekord (rekaman daripada lahan-lahan, nilai daripada tanah dan pemegang haknya untuk kepentingan perpajakan), Dimana pendaftran tanah yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah itu bersifut rechtskadaster dan meliputi kegiatan-kegiatan yang diatur didalam Pasal 19 ayat (2) UUP A.
Menurut Hermanses, ada perbedaan pengertian yang terdapat pada pasal 19 ayat (2) sub (a), dengan ayat (2) sub (b dan c) UUP A, perbedaan tersebut adalah
Bahwa yang dhnaksud dalam Pasal 19 ayat (2) sub (a) UUP A adalah Kadester, sedangkan yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) sub (b dan c) adalah pendaftaran hak. Dengan demikian pendaftaran tanah yang dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) UUPA itu dapat pula dirumuskan meliputi sebagai kadester dan pendaftaran hak".5 Sebab itu pendaftaran tanah biasa juga disebut dengan istilah kadester.
Menurut PP No.24 Tahun 1997 Pasal 33 ayat (1) dan (2), tentang pendaftaran tanah, keterangan-keterangan mengenai data-data pertanahan yang dihimpun di Kantor Agraria Kotamadya/Kabupaten, di susun dengan teleti dan rapi dalam 2 (dua) kelompok, yaitu:
1. Kelompok Yuridis (data yuridis), dalam kelompok ini dihimpun keterangan mengenai apakah nama hak atas tanah tersebut , siapakah subyek yang memegang hak atas tanah tersebut, peralihan dan
pembebanannya jika ada terhadap hak atas tanah tersebut, kelompok yuridis ini dihimpun dalam Buku Tanah.
2. Kelompok Tekhnis (data fisik), dalam kelompok ini dihimpun keterangan mengenai di manakah letak tanahnya, berapakah panjang dan lebar (luas) tanahnya, peminjukkan batas-batas tanahnya secara jelas, kelompok tekhnis ini akan menghasilkan suatu peta pendaftaran tanah yang dihimpun dalam Surat Ukur.
Berdasarkan keterangan-keterangan (data-data pertanahan) di dalam kedua kelompok diatas, diterbitkanlah sertifikat tanah. Jadi dengan demikian sertifikat tanah itu adalah salinan dari buku tanah dan salinan dan surat ukur yang keduanya kemudian dijilid menjadi satu serta diberi sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Sertifikat tanah itu berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat atas pemegangan sebidang tanah. Kuat di sini mengandung arti bahwa sertipikat tanah itu tidaklah merupakan alat bukti yang mutlak satu-satunya, jadi sertifikat masih bisa digugurkan atau dibatalkan sepanjang dapat membuktikan di muka Pengadilan Negeri bahwa sertifikat tanah yang dipersengketakan itu adalah tidak benar.
Tujuan dari pendaftaran tanah atau pendaftaran hak atas tanah ini sesuai dengan tugas-tugas pokok Lembaga Pendaftaran Tanah, yaitu;
1. Melaksanakan inventarisasi pertanahan lengkap di seluruh wilayah Republik Indonesia dengan melaksanakan pengukuran dan pemetaan tanah desa demi desa;
2. Menyelenggarakan pemberian tanda bukti hak sebagai jaminan kepastian hukum atas tanah dengan melaksanakan pendaftaran tanah atau pendaftaran hak atas tanah meliputi setiap peralihannya, penghapusannya  dan pembebanannya jika ada dengan memberikan tanda bukti berupa sertifikat tanah;
3. Pemasukkan penghasilan keuangan Negara dengan memungut biaya pendaftaran hak atas tanah,
Tugas pokok dari Lembaga Pendaftaran Tanah yang sesuai dengan tujuan dari pelaksanaan pendaftaran tanah atau pendaftaran hak atas tanah itu adalah sangat penting dalam menunjang berhasilnya pembangunan di Indonesia. Oleh karena itulah dirasa sangat perlu untuk melaksanakan penyuluhan hukum kepada masyarakat luas agar mereka sadar betapa pentingnya arti dan peranan sertipikat tanah atau pendaftaran hak atas tanah sehingga meraka segera mungkin beranimo untuk mendaftarkan hak atas tanah yang dipunyainya,
Dengan adanya animo dari masyarakat untuk mendaftarkan hak atas tanahnya, ini membawa akibat positif ganda terhadap pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Indonesia, karena di samping pemasukan keuangan Negara juga akan menghasifkan keterangan-keterangan (data-data pertanahan) yang lazim disebut dengan peta pendaftaran tanah yang sangat berguna dalam rangka penyediaan data-data bagi Pemerintah secara terarah untuk dapat melaksanakan pembangunan sesuai dengan program yang direncanakan terlebih dahulu. 2. Sisteni Pendaftaran Tanah
Dengan pelaksanaan pendaftaran tanah atau pendaftaran hak atas tanah diharapkan bahwa seseorang lebih merasa aman tidak ada gangguan atas hak yang dipunyai. Jaminan kepastian hukum terhadap pemegangan hak atas tanah adalah sangat digantungkan kepada sistem apakah yang dianut dalam melaksanakan pendaftaran atau pendaftaran hak atas tanah.
Menurut Bactiar Effendie, si stem pendaftaran tanah yang dianut oleh banyak Negara-Negara yang menyelenggarakan pendaftaran tanah yaitu:
a. Si stem Torrens
Adapun sertifikat tanah menurut Sistem Torrens ini merupakan alat bukti pemegangan hak atas tanah yang paling lengkap serta tidak bisa untuk diganggu gugat. Untuk merobah buku tanah adalah tidak mungkin kecuali jika memperoleh sertifikat tanah dengan cara pemalsuan dengan tulisan atau diperolehnya dengan cara penipuan.
b. Sistem Positif
Suatu sertifikat tanah yang diberikan itu adalah berlaku sebagai tanda bukti hak atas tanah yang mutlak serta merupakan satu-satunya tanda bukti hak atas tanah. Ciri pokok sistem ini ialah bahwa pendaftaran tanah adalah menjamin dengan sempuma bahwa nama yang terdaftar dalam buku tanah adalah tidak dapat dibantah, kendatipun ia temyata bukanlah pemilik yang berhak atas tanah tersebut.
c. Sistem Negatif.
Segala apa yang tercantum di dalam sertifikat tanah dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang sebaliknya (tidak benar) di muka sidang Pengadilan. Ciri pokok sistem Negatif ini ialah bahwa pendaftaran tanah tidaklah menjamin bahwa nama-nama yang terdaftar dalam buku tanah tidak dapat untuk dibantah jika nama yang terdaftar bukanlah pemilik sebenarnya.6
Pengertian negatif disini adalah bahwa adanya keterangan-keterangan yang
ada itu jika ternyata tidak benar masih dapat diobah dan dibetulkan sedangkan
pengertian tendens positif ialah bahwa adanya peranan aktif dari petugas pelaksana
pendaftaran tanah dalam hat penelitian terhadap hak-hak atas tanah yang didaftar
tersebut. ;
bactiar Effendie, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Percturan-Peraturan Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1983, halaman 35.
Efrina Nofiyanti Kayadu: Pelaksanaan Pendaftaran Hak Atas Tanah Yang Berasal Dari Tanah Negara Di..., 2003 USU Repository © 2008

21
Menurut Mariam Darus Badrulzaman, dalam buku Bactiar Effendie, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya bahwa:
Sistem yang dianut UUPA adalah sistem campuran antara sistem positif dan sistem negatif. Hal ini terlihat dengan adanya perlindungan hukum kepada pemilik yang sebenarnya (sistem negatif) sedangkan sistem positifhya terliliat dengan adanya campur tangan dari Pemerintah dimana Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Seksi Pendaftaran tanah meneliti kebenaran setiap peralihan suatu hak atas tanah.7
Uraian diatas terlihat bahwa Mariam Darus Badrulzaman, berpendapat bahwa sistem yang dianut UUPA adalah sistem campuran antara sistem positif dan sistem negatif.
Boedi Harsono, seperti dikutip dalam buku Bactiar Effendie, Pendaftaran
Tanah Di Indonesia Dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya mengatakan bahwasannya "sistem yang dipakai UUPA adalah sistem negatif bertendens positif. Pendaftaran tanah di Negara kita menurut Pasal 19 ayat (1) bertujuan unruk menjamin kepastian hukum tetapi bukan maksudnya akan mempergunakan apa yang disebut sistem positif'.8
Dapat di simpulkan ketentuan Pasal 19 ayat (2) husuf c bahwa surat tanda bukti hak yang akan dikeluarkan berlaku sebagai pembuktian yang kuat. Ayat tersebut tidak menyatakan bahwa surat-surat tanda bukti hak itu berlaku sebagai alat pembuktian yang mutlak.
Menurut Abdurrahman, dalam buku Bactiar Effendie, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya bahwa, beliau lebih cenderung kepada pendapat Mariam Darus Badrulzaman, yang telah menyatakan bahwa: "sistem pendaftaran tanah yang sekarang dianut oleh UUPA dan PP No. 10 Tahun 1961 yang telah disempumakan dengan PP No.24 Tahun 1997 adalah sistem campuran antara sistem positif dan sistem negatif, di mana dalam sistem yang demikian segala kekurangan yang ada pada sistem negatif dan sistem positif sudah tertutup".9
Dalam uraian diatas, terlihat bahwa pendapat para sarjana yaitu Mariam Darus Badrulzaman, Boedi Harsono, dan Abdurrahman, berpendapat sama bahwa sistem pendaftaran tanah yang sekarang dianut oleh UUPA dan PP No. 10 Tahun 1961 yang telah disempurnakan dengan PP No.24 Tahun 1997 adalah sistem campuran antara sistem positif dan sistem negatif
Menurut pendapat Sunaryati Hartono, di dalam buku Bactiar Effendie, Pendaftaran Tanah Di Indonesia Dan Peraturan-Peraturan Pelaksanaannya bahwa:
Sudah saatnya kita berpegangan pada sistem positif, yang menjadikan sertifikat tanah satu-satunya alat bukti untuk membuktikan hak milik atas tanah dengan pengertian bahwa apabila dapat dibuktikan bahwa sertifikat itu palsu atau dipalsukan atau diperoleh dengan jalan yang tidak syah (karena paksaan atau punggutan liar atau uang sogok misalnya) maka tentu saja sertifikat itu dianggap tidak syah sehingga menjadi batal dengan sendirinya (van rechts wegenietig)10
Dalam uraian diatas terlihat bahwa menurut Sunaryati Hartono, berpendapat bahwa sistem pendaftaran tanah adalah memakai sistem positif.
Sedangkan menurut A.P. Parlindungan tidak sama pendapatnya dengan pendapat Sunaryati Hartono. Pendapat dari A,P. Parlindungan, mengenai sistem yang dianut UUPA ini adalah:

Artikel Terkait

Previous
Next Post »