TESIS PELAKSANAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMK

Sunday, March 13, 2016
T-(0075) TESIS PELAKSANAAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMK


BAB II
LANDASAN TEORI


A. Kurikulum Sekolah
1. Pengertian, Peran, Fungsi dan Komponen Kurikulum
Dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai sekarang terdapat banyak tafsiran istilah kurikulum yang dirumuskan oleh pakar-pakarnya. Tafsiran-tafsiran tersebut berbeda-beda satu dengan lainnya, sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar yang bersangkutan. Sejak tahun lima puluhan istilah "Kurikulum" dipopulerkan di Indonesia oleh mereka yang memperoleh pandidikan di Amerika Serikat. Kini istilah itu telah dikenal orang diluar perjalanan waktu berkat pemikiran yang banyak diperoleh dari tokoh-tokoh pendidikan mengenai kurikulum, sehingga dapat meliputi hal-hal yang tidak direncanakan, namun turut mengubah kelakuan anak didik. Kurikulum bukan sekedar sejumlah mata pelajaran, tetapi mendapat liputan yang jauh lebih luas.
Smith dan kawan-kawan (dalam S. Nasution, 2006: 8) memandang kurikulum "sebagai rangkaian pengalaman secara potensial dapat diberikan kepada anak, jadi dapat disebutpotential curriculum."
Menurut Hamalik (2006: 10) kurikulum adalah" program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa." Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan kegiatan belajar, sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhan sesuai tujuan pendidikan. Sailor dan Alexander merumuskan kurikulum sebagai " the total effort of the school to going about desired outcomes in school and out-of-school situations." (1966 : 3). Definisi ini lebih luas dari sekedar mata pelajaran tetapi segala usaha sekolah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Selain itu kurikulum tidak hanya mengenai situasi di dalam sekolah tetapi juga diluar sekolah.
Definisi kurikulum yang termasuk luas dianut oleh banyak ahli kurikulum. Smith memandang kurikulum sebagai " a sequence of potential experiences of
Nasution, 1993, ;9). Dalam definisi ini jelas tampak penekanan Smith akan aspek sosial, yakni mendidik anak menjadi anggota masyarakat.
Menurut H. Lynn Erickson dalam Buku Concept-Based Curriculum and Instruction, Teaching Beyond the Facts, Kurikulum adalah:
Hubungan yang berkesinambungan dan keseimbangan pengetahuan satu dengan pengetahuan yang lain secara sistematis dan ada saling pengertian antara peserta didik dan guru, ada kemampuan/keahlian untuk diterapkan dalam hidup sehari-hari (H. Lynn Erickson, 2002: 45) Menurut Edward A. Krug (dalam Nasution, 2006: 7), definisi kurikulum adalah
"Suatu cara-cara dan usaha untuk mencapai tujuan persekolahan" Ia membedakan tugas sekolah mengenai perkembangan anak dan tanggung jawab lembaga pendidikan lainnya seperti rumah tangga, lembaga agama, masyarakat. Oleh karena itu Krug membatasi kurikulum pada : 1) organized classroom instruction (pengajaran di dalam kelas), dan 2) kegiatan-kegiatan tertentu di luar pengajaran, seperti bimbingan dan penyuluhan, pegabdian masyarakat, pengalaman kerja yang bertalian dengan pelajaran.
Dari berbagai tafsiran atau definisi kurikulum dapat ditinjau dari segi lain, sehingga diperoleh penggolongan sebagai berikut :
a. Kurikulum dapat dilihat sebagai produk, yaitu sebagai hasil karya para pengembang kurikulum, biasanya dalam suatu panitia. Hasilnya dituangkan dalam bentuk buku atau pedoman kurikulum, yang berisi sejumlah mata pelajaran yang harus diajarkan.
b. Kurikulum dapat dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari siswa, yaitu pengetahuan, sikap, keterampilan tertentu. Apa yang diharapkan akan dipelajari tidak selalu sama dengan apa yang benar-benar dipelajari.
c. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai program, yaitu alat yang dilakukan oleh sekolah untuk mencapai tujuannya. Ini dapat berupa mengajarkan berbagai mata pelajaran atau meliputi segala kegiatan yang dianggap dapat mempengaruhi perkembangan siswa misalnya perkumpulan sekolah, pertandingan, pramuka, warung sekolah dan lain-lain.
d. Kurikulum sebagai pengalaman siswa. Ketiga pandangan di atas berkenaan dengan perencanaan kurikulum, sedangkan pandangan ini mengenai apa yang secara aktual menjadi kenyataan pada tiap siswa. Ada kemungkinan bahwa apa yang diwujudkan pada diri anak berbeda dengan apa yang diharapkan menurut rencana.
Definisi kurikulum versi Indonesia sebagaimana tertuang dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 pada Bab I Pasal 1, pengertian kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan pendidikan tertentu.
Kurikulum menurut Sutopo dan Soemanto yang dikutip oleh Muhammad Joko Susilo (2007: 79) memiliki lima definisi yaitu :
a. Kurikulum dipandang sebagai suatu bahan tertulis yang berisi uraian tentang program pendidikan suatu sekolah yang harus dilaksanakan dari tahun ke tahun.
b. Kurikulum dilukiskan sebagai bahan tertulis yang dimaksudkan untuk digunakan oleh para guru di dalam melaksanakan pelajaran untuk murid- muridnya.
c. Kurikulum adakah suatu usaha untuk menyampaikan asas-asas dalam bentuk yang sedemikian rupa sehingga dapat dilaksanakan oleh guru di sekolah.
d. Kurikulum diartikan sebagai tujuan pengajaran, pengalaman-pengalaman belajar, alat-alat pelajaran dan cara-cara penilaian yang direncanakan dan digunakan dalam pendidikan.
e. Kurikulum dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan tertentu.
Beberapa pengertian tersebut menunjukkan bahwa kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan di luar kelas. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.
Peran kurikulum menurut Wina Sanjaya (2009: 10,11) adalah;
a. Peran Konservatif
b. Peran Kreatif
c. Peran Kritis dan Evaluatif
Penjelasan dari masing-masing peran kurikulum di atas adalah sebagai berikut:
a. Peran Konservatif
Salah satu tugas dan tanggung jawab sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah mewariskan nilai-nilai dan budaya masyarakat kepada generasi muda yakni siswa. Siswa perlu memahami dan menyadari norma-norma dan pandangan hidup masyarakatnya, sehingga ketika kembali ke masyarakat, mereka dapat menjunjung tinggi dan berperilaku sesuai dengan norma-norma tersebut. Peran konservatif kurikulum adalah melestarikan nilai budaya sebagai warisan budaya masa lalu. Dikaitkan dengan era globalisasi akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mudahnya pengaruh budaya asing menggerogoti budaya lokal, maka peran konservatif dalam kurikulum memiliki arti yang penting. Melalui peran konservatifnya, kurikulum berperan menangkal pengaruh yang dapat merusak nilai-nilai luhur masyarakat, sehingga keajegan dan identitas masyarakat akan tetap terpelihara dengan baik.
b. Peran Kreatif
Apakah tugas dan tanggung jawab sekolah hanya sebatas pada mewariskan nilai-nilai lama? Ternyata juga tidak. Sekolah memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan hal-hal baru sesuai dengan tuntutan jaman. Sebab, kenyataannya masyarakat
tidak bersifat statis, tetapi dinamis, selalu mengalami perubahan. Dalam rangka inilah kurikulum memiliki peran kreatif. Kurikulum harus mampu menjawab setiap tantangan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan masyarakat yang cepat berubah. Dalam peran kreatifnya, kurikulum harus mengandung hal-hal yang baru untuk membantu siswa mengembangkan setiap potensi yang dimilikinya berperan aktif dalam kehidupan masyarakat yang. Mengapa kurikulum harus berperan kreatif? Sebab, manakala kurikulum tidak mengandung unsur-unsur baru maka pendidikan akan tertinggal, yang diberikan di sekolah kurang bermakna, tidak relevan lagi dengan kebutuhan dan tuntutan sosial masyarakat. c. Peran Kritis dan Evaluatif
Apakah setiap nilai dan budaya lama harus diwariskan kepada setiap anak didik? Apakah setiap nilai dan budaya baru sesuai dengan perkembangan jaman juga harus dimiliki oleh setiap anak didik? Tentu tidak. Tidak setiap nilai dan budaya lama harus tetap dipertahankan, karena tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat; demikian juga adakalanya nilai dan budaya baru itu juga tidak sesuai dengan nilai-nilai lama yang masih relevan dengan keadaan dan tuntutan jaman. Dengan demikian, kurikulum berperan untuk menyeleksi nilai dan budaya mana yang perlu dipertahankan, dan nilai atau budaya baru yang mana yang harus dimiliki anak didik. Dalam rangka inilah peran kritis dan evaluatif kurikulum berperan dan diperlukan.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »