Hasil penelitian yang relevan disajikan secara khusus didasarkan atas fungsinya sebagai dukungan kerangka pemikiran dan acuan ilmiah yang relevan dengan masalah yang dibuat, serta berbagai landasan perbandingan dalam pambahasan hasil penelitian.
1. Anang Dwitono (2007), alumni PPs UPN "Veteran" Jakarta dengan tesisnya yang berjudul Analisis Pengaruh Kepemimpinan, Pendidikan dan Pelatihan, serta Kompetensi terhadap Pengembangan Karier Pegawai Biro Kepegawaian Setjen Dephan. Penelitian ini bertujuan menganalisis sejauh mana kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, serta kompetensi terhadap pengembangan karier Pegawai Biro Kepegawaian Setjen Dephan. Analisis penelitian dengan menggunakan regresi linier berganda. Populasi penelitian ini adalah seluruh karyawan yang berjumlah 63 orang, dan hasil penelitian menunjukkan besarnya R determinasi (Adjusted R square) = 0,704 artinya variabel kepemimpinan, diklat, dan kompetensi mampu menerangkan variasi variabel pengembangan karier sebesar 70,4% dan sisanya 29,6% dipengaruhi oleh faktor lain di luar penelitian.
2. Eko Sutrisno (2007), Sekjen DPN KORPRI, Sekretaris Utama BKN, dalam artikelnya yang berjudul Kepastian Karier Memberikan Suasana Kondusif Bagi Pengembangan Profesi Pegawai Negeri Sipil. Dalam artikel tersebut ia menegaskan perlu adanya kepastian tentang jenjang karir dan mekanisme penentuan pejabat yang mengacu kepada peraturan perundangan yang pasti, yang dapat memberikan suasana kondusif bagi pengembangan kemampuan profesional PNS. Karena hal tersebut sebagai salah satu bentuk kesejahteraan non-materiil yang memungkinkan aparatur Negara bekerja secara profesional.
3. Menurut Banowati Talim, Dosen FISIP Universitas Padjajaran, dalam makalah yang berjudul solusi pro aktif permasalahan SDM di Indonesia disampaikan; hasil penelitian menunjukkan bahwa problem terbanyak yang dihadapi perusahaan/organisasi adalah pada persoalan produktivitas, kurangnya keahlian karyawan untuk pekerjaan yang ditangani, pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang tidak terarah, pengetahuan SDM yang kurang, dan tidak dapat memberikan arah karier yang jelas. Sementara itu untuk konsep competency based human resource management (CBHRM), sebagian besar responden (52,5 %) tidak mengetahui dan sisanya mengetahui mengenai konsep ini. Apabila ditelusuri lebih lanjut mengenai kebutuhan konsultasi, ternyata kebutuhan terbesar ada pada pelatihan dan pengembangan (11,8%), perencanaan SDM (10%), dan CBHRM (9,5%), sisanya audit SDM dan change management.
B. Teori Yang Mendukung
1. Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan komponen yang perlu ditingkatkan dalam mencapai tujuan yang diharapkan, untuk itu diperlukan manajemen yang baik. Menurut Hasibuan (2005, 10) Manajemen Sumber Daya Manusia adalah : "suatu ilmu dan seni untuk mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar lebih efektif dan efisien yang membantu terwujudnya tujuan organisasi, karyawan dan masyarakat", sehingga sumber daya manusia harus dapat digunakan secara efisien dan efektif.
Sedangkan menurut Panggabean (2002, 15) Manajemen Sumber Daya Manusia dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian kegiatan -kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi dan pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sumber : Panggabean (2002, 15) Gambar 1. Fungsi - Fungsi Manajemen
Saydam (2005, 2) mengatakan bahwa suatu organisasi atau perusahaan akan lumpuh dan tidak dapat berbuat apa - apa bila tidak ditunjang oleh SDM yang berkemampuan melakukan tugasnya. Gouzali juga mengatakan bahwa posisi MSDM dalam suatu organisasi merupakan penunjang bagi terlaksananya pencapaian tujuan organisasi. MSDM tidak melakukan tugas -tugas operasional, namun ia harus dapat mendukung kelancaran tugas - tugas pokok yang dilaksanakan organisasi dalam proses pencapaian tujuan akhirnya.
Pengembangan sumber daya manusia adalah upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia melalui investasi yang ditanamkan pada sumber aya manusia, yang merupakan usaha yang dilakukan secara terencana dan terus menerus untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja pegawai dalam organisasi. Pegawai yang mempunyai kompetensi adalah mereka yang mempunyai kecakapan dan kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dibebankan kepadanya, serta dapat memelihara dan meningkatkan kecakapan dan kemampuannya itu secara teratur dan pasti.
Menurut Cahayati (2005, 7) secara umum MSDM bertujuan untuk memastikan bahwa organisasi mampu mencapai keberhasilan melalui orang. Selain tujuan umum, MSDM mempunyai tujuan khusus, yaitu :
a. Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan tenaga kerja yang cakap, dapat dipercaya, dan memiliki motivasi tinggi.
b. Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang dimiliki oleh karyawan.
c. Mengembangkan sistem kerja dengan kinerja tinggi yang meliputi prosedur perekrutan dan seleksi yang ketat, sistem kompensasi dan insentif yang disesuaikan dengan kinerja, pengembangan manajemen, serta aktivitas pelatihan yang terkait dengan kebutuhan bisnis.
d. Mengembangkan praktek manajemen dengan komitmen tinggi yang menyadari bahwa karyawan adalah stakeholder internal yang berharga serta membantu mengembangkan iklim kerja sama dan kepercayaan bersama.
e. Menciptakan iklim yang produktif dan harmonis melalui asosiasi antara manajemen dan karyawan.
f. Mengembangkan lingkungan yang membuat kerja sama tim dan fleksibilitas dapat berkembang.
g. Membantu organisasi menyeimbangkan dan mengadaptasikan kebutuhan stakeholder.
h. Memastikan bahwa orang dinilai dan dihargai berdasarkan prestasi kerja.
i. Mengelola tenaga kerja yang beragam, memperhitungkan perbedaan individu dan kelompok dalam kebutuhan penempatan, gaya kerja, dan aspirasi.
j. Memastikan bahwa ada kesamaan kesempatan.
k. Mengadopsi pendekatan etis untuk mengelola karyawan yang
didasarkan pada perhatian, keadilan, dan transparansi.
l. Mempertahankan dan memperbaiki kesejahteraan fisik dan mental
karyawan.
Cahayati (2005, 17 - 18) menyebutkan bahwa hal yang harus diperhatikan dalam SDM adalah tingkat keterampilan dan kemampuan staf, serta kapabilitas manajemen. Ketiga hal tersebut terkait langsung dalam pembuatan strategi SDM. Dengan mengetahui tingkat keterampilan dan kompetensi staf, maka organisasi dapat menentukan arah strategi SDM, apakah akan memperbanyak pendidikan dan pelatihan, akan menaikkan gaji atau imbalan, akan meningkatkan teknologi atau strategi - strategi lain. Dengan mengetahui tingkat kapabilitas manajemen, maka strategi SDM yang ditetapkan pun bisa menjadi efektif.
Jadi jelaslah bahwa definisi manajemen sumber daya manusia tersebut menekankan terutama pada mengelola manusia, bukan sumber - sumber daya yang lain. Keberhasilan pengelolaan organisasi dapat ditentukan dari kegiatan pendayagunaan sumber daya manusia. Tanpa mengurangi pentingnya perhatian yang tetap harus diberikan pada manajemen sumber-sumber organisasional lainnya, tidak bisa disangkal bahwa perhatian utama tidak bisa tidak, harus diberikan pada manajemen sumber daya manusia. Untuk mewujudkan situasi yang demikian, diperlukan peningkatan kesadaran tentang maksud dari semua kegiatan manajemen sumber daya manusia. Oleh karena itu, manusia (pegawai) perlu dikembangkan baik dari segi keterampilan dan kemampuannya dengan pendidikan dan pelatihan yang tepat.
2. Pola Pembinaan Pegawai
a. Pengertian Pembinaan
Pengertian pembinaan {coaching) dikemukakan oleh Minor (2003, 3) adalah upaya berharga untuk membantu orang lain mencapai kinerja puncak. Membina adalah proses mengarahkan yang dilakukan oleh seorang manajer untuk melatih dan memberikan orientasi kepada seorang karyawan tentang realitas di tempat kerja dan membantunya mengatasi hambatan dalam mencapai prestasi optimum. Erat kaitannya dengan kata membina, menurut Minor adalah kata membimbing (counseling), yaitu proses pemberian dukungan oleh manajer untuk membantu seorang karyawan mengatasi masalah pribadi di tempat kerja atau masalah yang muncul akibat perubahan organisasi yang berdampak pada prestasi kerja.
Berkaitan dengan pembinaan di atas, Minor mengatakan bahwa tidak ada orang yang datang ke tempat kerja menginginkan kinerja buruk. Apabila diberi pilihan, orang ingin menjadi sukses di tempat kerja. Ia mengatakan bahwa untuk menyusun keberhasilan anggota tim adalah dengan pembinaan. Setelah membuat dan memfinalkan rencana kinerja yang tepat, pembinaan sehari-hari menjadi faktor dalam menajemen kinerja. Namun harus dijelaskan di sini, bahwa untuk melakukan pembinaan kinerja, pembina tidak berkewajiban untuk "membetulkan individu". Pembina hanya memonitor dan memperbaiki perilaku individu di tempat kerja. Dijelaskan bahwa sebagai pembina tim, pimpinan organisasi bertanggung jawab terhadap kualitas kerja bawahan. Jangan beranggapan bahwa setelah seorang bawahan mempelajari keterampilan tertentu, mereka tidak memerlukan pembinaan lagi.
Penjelasan di atas kemudian diperjelas oleh adanya fakta empiris, bahwa tips, trik, dan terobosan yang membuat pekerjaan menjadi lebih mudah dilakukan tidak diambil dari pelatihan, melainkan diperoleh di tempat kerja secara informal.
Sejalan dengan terjadinya berbagai perubahan dalam organisasi, pembelajaran berkelanjutan menjadi kebutuhan atau jalan hidup saat ini. Pembinaan yang berkelanjutan merupakan suatu cara untuk mendukung pembelajaran dan pengembangan yang berkelanjutan. Ini berarti pembinaan merupakan proses berkelanjutan dan harus terus menerus memberi berbagai arahan dan dukungan.
Ditambahkan pula oleh Minor bahwa sebagai pembina, seorang pimpinan adalah motivator orang dan tim. Mereka memberi inspirasi orang lain untuk bekerja keras dan terus menerus melakukan peningkatan. Dengan demikian, tugas dari Pembina adalah untuk membantu orang lain agar bekerja lebih baik. Oleh karena itu, keberhasilan memfasilitasi, seperti banyak keterampilan manajemen yang lain, tergantung pada seberapa baik seorang pimpinan menangani situasi tertentu, keterampilan yang terkait dengan tugas, motivasi, dan keyakinan diri anggota tim. Untuk memfasilitasi kerja orang lain, seorang Pembina harus: (1) memastikan pelatihan yang tepat dari anggota tim; (2) memberi sumber daya yang dibutuhkan; (3) mencari cara untuk membantu; (4) mengetahui preferensi pribadi semua anggota tim; (5) menyampaikan informasi; (6) memberi umpan balik yang konstruktif; (7) memfasilitasi pemecahan masalah; dan (8) memberi arahan dan/atau dukungan yang tepat. Suatu organisasi yang menetapkan pembinaan sebagai bagian dari pengembangan pegawai sehari-hari, dapat memetik beberapa manfaat, yaitu : lebih banyak pegawai yang berprestasi menonjol; mengurangi turnover, dan meningkat-kan hubungan antarpribadi.
Sedangkan pembinaan pegawai menurut Saydam (2005, 205) diartikan sebagai suatu kebijaksanaan agar organisasi memiliki pegawai yang andal dan siap menghadapi tantangan. Kegiatan yang dilakukan antara lain pembentukan sikap mental yang loyal, peningkatan keterampilan dan kecakapan melaksanakan tugas organisasi.
Oleh karena itu, rencana pembinaan harus berkait dengan sistem penghargaan agar pegawai bersemangat untuk mengabdi dan setia kepada organisasi. Suatu pembinaan menurut Saydam (2005,206) biasanya diarahkan agar: (1) pegawai dapat melaksanakan tugas-tugas secara berdaya guna dan berhasilguna; (2) mutu keterampilan pegawai meningkat sehingga dapat menjamin semakin berpartisipasi dalam pelaksanaan tugas-tugas; (3) diperolehnya para pegawai yang setia dan taat kepada kepentingan perusahaan (organisasi), negara dan pemerintah; dan (4) terciptanya iklim kerja yang harmonis, serasi dan mampu mengha-silkan produk yang bermutu dan optimal.
Dalam buku "Administrasi Kepegawaian Suatu Tinjauan Analitik", Tayibnapis (2005,13) mengatakan bahwa dalam manajemen personalia, istilah pembinaan diberikan batasan yang sempit, yaitu upaya untuk meningkatkan kecakapan dan keterampilan karyawan melalui pendidikan dan pelatihan.
Sedangkan istilah pembinaan dalam administrasi kepegawaian diberikan pengertian yang luas, meliputi berbagai unsur kegiatan seperti pengembangan karier, perpindahan, pendidikan dan latihan, sampai dengan kesejahteraan di luar gaji. Dalam konteks pembahasan administrasi kepegawaian, pembinaan pegawai diartikan sebagai proses pembentukan sosok pegawai yang diinginkan organisasi. Kegiatannya menurut Tayibnapis (2005, 136), meliputi pembentukan sikap dan mental yang loyal dan setia pada pemerintah dan negara yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta peningkatan keterampilan dan kecapakan melaksanakan tugas organisasi. Diakui oleh Tayibnapis (2005, 412) bahwa langkah tersulit dalam pembinaan adalah mengubah sikap mental dan meningkatkan kemampuan mereka yang berkedudukan sebagai pegawai negeri.
Sebagai landasan normatif kepegawaian, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian tidak