PTK-PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENGGUNAAN ALAT PERAGA DAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SUB POKOK LINGKARAN PADA SISWA KELAS XI

Sunday, February 21, 2016
PTK-(0011)PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENGGUNAAN ALAT PERAGA DAN LEMBAR KERJA SISWA (LKS) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SUB POKOK LINGKARAN PADA SISWA KELAS XI


BAB II 
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Belajar
Belajar dianggap sebagai proses perubahan perilaku sebagai akibat dari pengalaman dan latihan. Hilgard mengungkapkan, belajar itu adalah proses yang melahirkan atau mengubah suatu kegiatan melalui jalan latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun dalam lingkungan alamiah (Nasution, 2004:35)
Banyak ahli pendidikan yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian belajar menurut sudut pandangnya masing-masing berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi belajar yang dirangkum oleh Mustakim dan Abdul Wahid (1990:60) antara lain:
1. Belajar adalah usaha untuk membentuk hubungan antara perangsang dan reaksi. Pandangan ini dikemukakan oleh aliran psikologi yang dipelopori oleh Thorendike aliaran koneksionisme. Menurut ajaran koneksionisme orang belajar karena menghadapi masalah yang harus dipecahkan. Masalah itu merupakan perangsang atau stimulus terhadap individu. Kemudian individu itu mengadakan reaksi terhadap rangsang, dan apabila rangsang itu berhasil maka terjadilah hubungan perangsang dan reaksi maka terjadi pula peristiwa belajar.
2. Belajar adalah usaha untuk menyesuaiakan diri terhadap kondisi- kondisi atau situasi-situasi di sekitar kita. Dalam menyesuaiakn diri itu termasuk mendapatkan kecekatan-kecekatan pengertian yang baru, dan sikap-sikap yang baru. Pandanagan ini pada umumnya dikemukakan oleh para pengikut aliran Behaviorisme.
3. Belajar adalah suatu proses aktif, yang dimaksud aktif di sini adalah, bukan hanya aktivitas yang nampak seperti gerakan-gerakan badan, akan tetapi juga aktivitas-aktivitas mental seperti proses berfikir, mengingat dan sebagainya. Pandangan ini pada umumnya dikemukakan oleh para ahli psikologi gestalt.
4. Belajar adalah usaha untuk mengatasi ketegangan-ketegangan psikologis. Bila orang ini mencapai tujuan, dan ternyata mendapatkan rintangan, maka hal ini menimbulkan ketegangan. Ketegangan itu baru bisa berkurang bila rintangan itu diatasi, dan usaha untuk mengatasi inilah yang dinamakan belajar. Pendapat ini pada umumnya dikemukakan oleh para pengikut psikologi dalam atau mereka yang bergerak dalam lapangan psikologis klinis.
5. Belajar adalah usaha untuk membentuk tanggapan-tanggapan baru. Pendapat ini dikemukakan oleh para ahli psikologi. Peristiwa belajar dipandangnya sebagai peristiwa untuk menghadapi masalah-masalah berdasarkan tanggapan-tanggapan yang telah ada. Oang mendapatkan hubungan antar tanggapan-tanggapan itu dan hubungan tanggapan- tanggapan dengan obyek yang dipecahkan.
Masih banyak sebenarnya uraian-uraian mengenai apa yang dimaksud belajar. Dari uraian di atas menunjukkan pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan belajar. Namun demikian disamping adanya perbedaan-perbedaan itu terdapat juga suatu persamaan yang besar. Semua pendapat itu menunjukkan bahwa belajar adalah proses perubahan. Perubahan-perubahan itu tidak hanya perubahan lahir tetapi perubahan batin, tidak hanya perubahan tingkah laku yang tampak, tetapi dapat juga perubahan-perubahan yang tidak dapat diamati. Perubahan-perubahan itu bukan perubahan yang negatif, tetapi perubahan yang positif, yaitu perubahan yang menuju ke arah kemajuan atau ke arah perbaikan.
Dalam proses belajar mengajar, tipe hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai siswa penting diketahui oleh guru, agar guru dapat merancang / mendesain pengajaran secara tepat dan penuh arti. Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar siswa, disamping diukur dari segi prosesnya. Artinya, seberapa jauh tipe belajar dimiliki siswa.
Gagne mengemukakan lima kategori tipe hasil belajar, yaitu belajar kemahiran intelektual (cognitif), belajar informasi verbal, belajar mengatur kegiatan intelektual, belajar sikap, dan belajar keterampilan motorik.
1. Belajar kemahiran intelektual Dalam tipe ini termasuk belajar diskriminasi, belajar konsep, dan belajar kaidah.
Belajar diskriminasi, yaitu kesanggupan membedakan beberapa objek berdasarkan ciri-ciri tertentu untuk diperlukan pengamatan yang cermat dari ciri-ciri objek tersebut seperti bentuknya, ukuran, warna, dan Iain-lain. Kemampuan membedakan objek dipengaruhi oleh kematangan, pertumbuhan, dan pendidikannya. Belajar konsep yaitu kesanggupan menempatkan objek yang mempunyai cirri yang sama menjadi satu kelompok (klasifikasi) tertentu. Konsep diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan dan banyak terjadi dalam realitas kehidupan. Belajar kaidah pada hakikatnya menghasilkan beberapa konsep. Belajar kaidah melalui symbol bahasa baik lisan maupun tulisan.
2. Belajar informasi verbal
Pada umumnya belajar berlangsung melalui informasi verbal, apalagi belajar di sekolah, seperti membaca, mengarang, bercerita, mendengarkan uraian guru, kesanggupan menyatakan pendapat dalam bahasa lisan / tulisan, berkomunikasi, kesanggupan memberi arti dari setiap kata / kalimat dan Iain-lain.
3. Belajar mengatur kegiatan intelektual
Kalau dalam belajar kemahiran intelektual ditekankan kepada belajar diskriminasi, belajar konsep dan kaidah, maka dalam belajar mengatur kegiatan intelektual yang ditekankan ialah kesanggupan memecahkan masalah melalui konsep dan kaidah yang dimilikinya. Dengan kata lain, tipe belajar ini menekankan pada aplikasi kognitif dalam pemecahan persoalan. Ada dua aspek penting dalam tipe belajar ini, yaitu prinsip pemecahan masalah dan langkah berfikir dalam pemecahan masalah. Prinsip pemecahan masalah merupakan landasan bagi terealisasi nya langkah berpikir. Pemecahan masalah memerlukan kemahiran intelektual tersebut, pada gilirannya akan membentuk satu kemampuan intelektual yang lebih tinggi, yaitu langkah-langkah berfikir dalam memecahkan masalah.
4. Belajar sikap
Sikap merupakan kesiapan dan kesediaan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu, apakah berarti atau tidak bagi dirinya. Itulah sebabnya sikap berhubungan dengan pengetahuan, dan perasaan seseorang terhadap objek. Sikap, juga dapat dipandang sebagai kecenderungan seseorang untuk berperilaku (predisposisi). Hasil belajar sikap nampak dalam bentuk kemauan, minat, perhatian, perubahan perasaan, dan Iain-lain. Sikap dapat dipelajari dan dapat diubah melalui proses belajar.
5. Belajar keterampilan motorik
Belajar keterampilan motorik banyak berhubungan dengan kesanggupan menggunakan gerakan anggota badan, sehingga memiliki rangkaian urutan gerakan yang teratur, luwes, tepat, cepat dan lancar.
Belajar motorik memerlukan kemahiran intelektual dan sikap, sebab dalam belajar motorik bukan semata-mata hanya gerakan anggota badan, tetapi juga memerlukan pemahaman dan penguasaan akan prosedur gerakan yang harus dilakukan, konsep mengenai cara melakukan gerakan dan Iain-lain. Aspek utama belajar motorik ialah tercapainya otomatisme melakukan gerakan. Gerakan yang sudah otomatis merupakan puncak belajar motorik.
B. Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut (Nurhadi,2004:109). Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari mated pelajaran.
Pengajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Pembelajaran proyek {Project based teaching). Pendidikan berdasarkan pengalaman {Experience based education). Pembelajaran otentik {Authentic learning) dan pembelajar berakar pada kehidupan nyata {Anchored instruction). Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan petanyaan dan menfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pengajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan jika guru tidak mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadi pertukaran ide secara terbuka. Intinya, siswa dihadapkan situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat menantang siswa untuk memecahkannya. Pembelajaran berbasis masalah memiliki ciri sebagai berikut:
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah.
Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu. Pembelajaran berdasarkan masalah berpusat pada pertanyaan atau masalah yang secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata yang otentik.
2. Terintegrasi dengan disiplin ilmu lain.
Meskipun pengajaran berbasis masalah berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, Matematika, Ilmu-ilmu sosial), akan tetapi masalah yang akan diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari sudut pandang mata pelajaran lain.
3. Penyelidikan otentik
Pengajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan yang otentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka hams menganalisis dan mendefmisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan data dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan kesimpulan. 4. Menghasilkan produk
Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.
Pengajaran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual. Pemecahan masalah dapat dipandang sebagai porses dimana siswa menemukan kombinasi aturan-aturan yang telah dipelajari terlebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan maslah yang baru. Namun memecahkan masalah tidak sekedar menerapkan aturan-atutran yang diketahui, akan tetapi juga menghasilkan pelajaran baru.
Belajar tentang berbagai peran orang dewasa dengan melibatkan diri dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri. Keuntungannya adalah sebagai berikut:
1. Pengajaran berbasis masalah mendorong kerjasama dalam pemberian tugas.
2. Pengajaran berbasis masalah memiliki unsur-unsur belajar magang yang bisa mendorong pengamatan dan dialog dengan orang lain,
sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran penting aktivitas mental dan belajar yang terjadi di luar sekolah.
3. Pengajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya tentang fenomena tersebut. 4. Pengajaran berbasis masalah berusaha membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom.
Pengajaran berbasis masalah terdiri dari lima tahapan utama yang dimiliki dari guru memperkenalkan siswa dengan situasi masalah dan akhirnya diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa

Artikel Terkait

Previous
Next Post »