1. Kesehatan Lingkungan
a. Definisi
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (UU RI No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup).
Kesehatan Lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimal, sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula (Mubarak, 2009).
b. Tujuan & Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
Secara umum tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan adalah (Chandra, 2006):
1) Melakukan korelasi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan
ancaman pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
2) Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-
sumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
dan kesejahteraan hidup manusia.
3) Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di
antara masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga non-
pemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah
penyakit menular.
Sedangkan tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan secara khusus meliputi usaha-usaha perbaikan atau pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia yang diantaranya berupa (Chandra, 2006) :
1) Penyediaan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.
2) Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.
3) Pencemaran udara akibat sisa pembakaran kendaraan bermotor, batubara, kebakaran hutan atau gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab perubahan ekosistem.
4) Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industri, rumah sakit, dan lain-lain.
5) Kontrol terhadap vektor-vektor penyakit dan cara memutuskan rantai penularan penyakitnya.
6) Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.
7) Kebisingan, radiasi dan kesehatan kerja.
8) Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan dan evaluasi program kesehatan lingkungan.
2. Sanitasi Sumber Air
Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa air. Kebutuhan air rata-rata setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter/35-40 gal on, kebutuhan tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan dan kebiasaan masyarakat. Berdasarkan analisis WHO pada negara-negara maju setiap orang memerlukan air antara 60-120 liter perhari, sedangkan pada negara berkembang tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Mubarak, 2009).
Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber, berdasarkan letak sumbernya air dapat dibagi menjadi (Chandra, 2006): a) Air Angkasa atau Air Hujan
Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Air ini dapat dijadikan sebagai sumber air minum. Walau pada saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran tersebut dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme dan juga gas.
b) Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah, air tersebut meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk yang sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Oleh karena keadaannya yang terbuka, maka air permukaan mudah terkena pengaruh pencemaran, baik oleh tanah, sampah maupun lainnya.
c) Air Tanah (Ground Water)
Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi alamiah, sehingga membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih murni dibandingkan dengan proses yang telah dialami air hujan tersebut.
Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau (Slamet, 2009). Air dinyatakan tercemar apabila mengandung bibit penyakit, parasit, bahan-bahan kimia yang berbahaya dan sampah atau limbah industri. Berikut ini merupakan batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman (Chandra, 2006):
a) Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit
b) Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun
c) Tidak berasa dan tidak berbau
d) Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik/rumah tangga
e) Memenuhi standar minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen Kesehatan RI
3. Penyediaan Jamban Keluarga
Di negara berkembang, masih banyak terjadi pembuangan tinja secara sembarangan akibat tingkat sosial ekonomi yang rendah, pengetahuan dibidang kesehatan lingkungan yang kurang dan kebiasaan buruk dalam pembuangan tinja yang diturunkan dari generasi ke generasi. Kondisi tersebut biasanya ditemukan terutama pada masyarakat di pedesaan dan daerah kumuh perkotaan (Chandra, 2006).
Untuk menentukan letak pembuangan kotoran, terlebih dahulu kita harus memperhatikan ada atau tidaknya sumber-sumber air. Harus diperhatikan juga keadaan tanah, kemiringannya, permukaan tanah, pengaruh banjir pada musim hujan dan sebagainya (Mubarak, 2009). Menurut konstruksi dan cara mempergunakannya. Dikenal macam-macam tempat pembuangan tinja (jamban/kakus), yaitu (Notoatmodjo, 2007):
a) Jamban Cemplung
Bentuk jamban ini adalah yang paling sederhana yang sering dijumpai masyarakat di pedesaan. Jamban cemplung ini hanya terdiri atas sebuah galian yang di atasnya diberi lantai dan tempat jongkok. Jamban semacam ini masih menimbulkan gangguan karena baunya. b) Jamban Plengsengan
Nama jamban ini berasal dari kata "melengseng" yang artinya miring dan digunakan karena dari lubang tempat jongkok ke tempat penampungan kotoran dihubungkan oleh suatu saluran yang miring.
c) Jamban Bor
Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan menggunakan bor. Jamban bor mempunyai keuntungan bau yang ditimbulkan sangat berkurang, akan tetapi kekurangannya adalah perembesan kotoran akan lebih jauh dan mengotori air tanah.
d) Jamban Leher Angsa (Angsatrine / Water Seal Latrine)
Jamban jenis ini di bawah tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasang alat yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl ini berfungsi mencegah timbulnya bau karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang melengkung.
e) Jamban di atas Balong/Empang (Fishpond Latrine)
Jamban jenis ini semacam rumah-rumahan di atas kolam, rawa, balong, empang atau sungai. Kerugiannya adalah mengotori air permukaan tersebut sehingga bibit penyakit yang terdapat di dalamnya dapat tersebar melalui media air tersebut.
f) Jamban Septic Tank
Dipergunakan nama septic tank karena dalam pembuangan kotoran terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang bersifat anaerob.
Bahaya terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat pembuangan tinja secara tidak baik adalah pencemaran tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan dan perkembangbiakan lalat (Chandra, 2006). Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat keadaan tersebut misalnya adalah diare, disentri, tifoid, penyakit infeksi cacing, penyakit infeksi gastrointestinal lain. 4. Sarana Pembuangan Sampah
Menurut definisi (WHO) Sampah adalah sesuatu yang tidak
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang
yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya. Sampah, baik kuantitas maupun kualitasnya sangat dipengaruhi
oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup manusia. Beberapa faktor yang
penting antara lain adalah (Slamet, 2009):
a) Jumlah penduduk, semakin banyak penduduknya maka akan semakin banyak pula sampah nya. Pengelolaan sampah ini pun berpacu dengan laju pertambahan penduduk.
b) Keadaan sosial ekonomi, semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat maka semakin banyak jumlah perkapita sampah yang dibuang.
c) Kemajuan Teknologi, dengan kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam pula.