KODE : (T-0113) : TESIS PERAN SOSIAL GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA KERUKUNAN UMAT BERAGAMA
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Peran Sosial Tokoh Agama/Pemimipin Agama
1. Pengertian Peran Sosial
Peran dalam sosiologi dibahas ketika mengkaji struktur sosial. dalam struktur sosial dikenal dua konsep penting yaitu status (status) dan peran (role). Kedudukan dan peranan merupakan unsur-unsur baku dalam sistem lapisan, dan mempunyai arti penting bagi sistem sosial.Keduanya sangat berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Jika seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, berarti dia telah menjalankan suatu peranan.Peran merupakan aspek dinamis dari kedudukan. Pembedaan antara keduanya dilakukan untuk kepentingan ilmu. Karena memang antara keduanya sebenarnya tidak dapat dipisahkan dan satu tergantung pada yang lain. begitu juga sebaliknya. Tidak ada peran tanpa kedudukan atau kedudukan tanpa peran.
Setiap orang mungkin mempunyai sejumlah status dan diharapkan mengisi peran yang sesuai dengan status tersebut. Dalam arti tertentu, suatu peran adalah dua aspek dari gejala yang sama. Status adalah seperangkat hak dan kewajiban; sedangkan peran adalah pemeranan dari perangkat hak dan kewajiban tersebut.
Asal usul peran sosial, dipinjam dari dunia sandiwara (drama). Pada umumnya setiap peranan (role) diserahkan pada seorang pemain yang sesuai dengan sifat, watak dari tokoh yang dipentaskan. Seorang pelaku harus menirukan tingkah laku tokoh (yang mungkin historis, fiktif) yang hendak digambarkan secara konkret di hadapan penonton. Istilah "peranan" dalam sandiwara oleh para ahli sosiologi dialihkan ke "panggung masyarakat" sehingga disebut "peranan sosial". Perbedaan antara peranan sandiwara dengan peran sosial ialah bahwa pelaku-pelaku peran sosial tidak mementaskan tokoh khayal, tetapi tokoh yang nyata dan masih ada, yang tak lain "pemain itu sendiri".
Soerjono Soekanto mengatakan bahwa peranan yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (social position) merupakan unsur statis yang menunjukkan temapt individu pada organisasi masyarakat. Peranan lebih banyak menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Jadi seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peranan.
Artinya, istilah peran menunjukkan masyarakat mempunyai lakon, bahkan masyarakat adalah lakon itu sendiri. Lakon dalam masyarakat itu disebut fungsi atau tugas masyarakat yang terdiri atas sejumlah pola kelakuan lahiriah dan batiniah yang diterima dan diikuti banyak orang. Sehingga peran dapat didefinisikan sebagai bagian dari fungsi sosial masyarakat yang dilaksanakan oleh orang atau kelompok tertentu, menurut pola kelakuan lahiriah dan batiniah yang telah ditentukan. Peranan mungkin mencakup tiga hal, yaitu:
a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat.dalam hal ini peranan merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.
b. Peranan adalah suatau konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.
c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Peran memiliki beberapa arti. Setiap orang mempunyai macam-macam peran yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peran menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat dan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.
Setiap peranan bertujuan agar antara individu yang melaksanakan peranan dengan orang-orang di sekitarnya yang tersangkut, atau, ada hubungannya dengan peranan tersebut terdapat hubungan yang diatur oleh nilai-nilai sosial yang diterima dan ditaati oleh kedua belah pihak. Nilai-nilai sosial tersebut, misalnya nilai ekonomis yang tercipta antara bankir dengan nasabah, nilai higienis antara dokter dengan pasiennya, nilai-nilai keagamaan antara pemuka agama dengan umatnya.
Mengenai pembahasan tentang macam peranan yang melekat pada individu-individu dalam masyarakat, Marion J. Levy sebagaimana yang dikutip Soerjono33 bahwa ada beberapa hal-hal penting yaitu:
a. Bahwa peranan-peranan tertentu harus dilaksanakan apabila struktur masyarakat hendak dipertahankan kelangsungannya.
b. Peranan tersebut seyogyanya diletakkan pada individu yang dianggap mampu melaksanakannya.
c. Dalam masyarakat kadangkala dijumpai individu yang tidak mampu melaksanakan peranannya sebagaimana diharapkan oleh masyarakat. Karena mungkin pelaksanaanya memerlukan pengorbanan kepentingan-kepentingan pribadi yang banyak.
d. Apabila semua orang sanggup dan mampu melaksanakan peranannya, belum tentu masyarakat akan dapat memberikan peluang yang seimbang. Bahkan seringkali masyarakat terpaksa membatasi peluang-peluang tersebut.
Di dalam interaksi sosial kadangkala kurang disadari bahwa yang paling penting adalah melaksnakan peranan. Tidak jarang terjadi bahwa dalam proses interaksi tersebut, kedudukan lebih dipentingkan, sehingga terjadi hubungan-hubungan timapng yang tidak seharusnya terjadi. Hubungan-hubungan yang timpang tersebut lebih cenderung mementingkan bahwa suatu pihak hanya mementingkan hak saja sedangkan pihak lain hanya mempunyai kewajiban semata.
2. Jenis-Jenis Peran
Peran sosial yang ada dalam masyarakat dapat diklasifikasi menurut bermacam-macam cara sesuai sudut pandang yang diambil. Disini akan di tampilkan sejumlah jenis-jenis peran sosial.
a. Peran yang diharapkan atau diperrjuangkan.
Masyarakat menghendaki peran yang diharapkan dilaksanakan secermat-cermatnya, lengkap, sesuai dengan peraturan. Peran ini antara lain peran hakim, peran pilot pesawat, dan sebagainya. Peran-peran ini merupakan peran yang "tidak dapat ditawar", harus dilaksanakan seperti yang ditentukan.
b. Peran yang disesuaikan
Dalam melaksanakannya harus lebih luwes dari pada peran yang diharapkan, bahkan kadang-kadang harus di sesuaikan. Peran yang disesuaikan mungkin tidak cocok dengan situasi setempat, tetapi kekurangan yang muncul dianggap wajar oleh masyarakat. Suatu peran disesuaikan bukan karena manusia pelakunya, tetapi karena faktor-faktor di luar manusia, yaitu situasi dan kondisi yang selalu baru dan sering sulit di ramalkan sebelumnya.
c. Peran bawaan dan peran pilihan
Peran bawaan adalah peran yang diperoleh secara otomatis, bukan karena usaha, misalnya peran sebagai anak, peran sebagai kakak, sebagai kakek atau nenek dan sebagainya. Kadang-kadang secara tidak langsung terdapat unsur pilihan untuk memperoleh peran bawaan, misalnya peranan bapak dan ibu. Pada saat seorang calon bapak dan calon ibu hendak memasuki hidup perkawinan, keduannya memiliki keputusan bebas. Setelah mereka mempunyai anak, secara otomatis mereka memiliki peranan bapak dan ibu.
d. Peranan kunci (key roles) dan peranan tambahan (suplementary roles)
Dari pengamatan kasar mengenai jenis-jenis peranan yang ada dalam masyarakat, kita dapat mengetahui bahwa setiap orang memegang lebih dari satu peranan, tidak hanya peranan bawaan, tetapi juga sejumlah peranan yang diperoleh melalui usaha sendiri, serta peranan yang ditunjuk oleh pihak-pihak lain. Si B, misalnya, tidak saja memegang peranan bapak, mertua, menantu, tetapi juga guru SMA Negeri, ketua RW, ketua sejumlah Yayasan, anggota perkumpulan tenis, anggota partai, anggota koperasi simpan pinjam dan beberapa peranan lain. Diantara peranan-peranan itu ada satu peranan disebut peranan kunci, sedang peranan lainnya disebut peranan tambahan.
3. Kondisi Dinamis Peranan
Dalam masyarakat terdapat banyak individu dengan peranan yyang beraneka ragam. Kondisi tersebut membawa akibat dinamis bagi peran sosial yang berupa
a. Konflik peran. Konflik peran akan terjadi apabila seseorang dengan kedudukan tertentu harus melaksanakan peran yang sesungguhnya tidak diharapkan.
Paling sedikit ada dua macam konflik peran: konflik antara berbagai peran dan konflik dalam satu peran tunggal.
(1) Satu atau lebih peran mungkin menimbulkan kewajiban-kewajiban yang bertentangan bagi seseorang. Contoh seorang istri yang bekerja menyadari bahwa tuntunan pekerjaannya bertentangan dengan tugas-tugas rumah.
(2) Di dalam peran tunggal bisa terdapat konflik yang inhern. Contoh seorang pendeta dalam ketentaraan yang berdoa demi perdamaian, harus mempertahankan semanagt prajurit agar siap
untuk membunuh.
Bentrokan peranan (role conflict) sering terjadi pada orang-orang yang memegang sejumlah peranan yang berbeda macamnya, kalau peranan-peranan itu mempunyai pola kelakuan yang saling berlawanan meski subjek atau sasaran yang dituju sama. Dengan kata lain bentrokan peranan terjadi kalau untuk menaati satu pola, seseorang harus melanggar pola lain.
b. Ketegangan peran. Ketegangan peran akan terjadi jika seseorang mengalami kesulitan melakukan peran karena adanya ketidaksesuaian antara kewajiban-kewajiban yang harus diembannya dan tujuan peran itu sendiri. Contoh, seorang kepala desa harus menerapkan disiplin di kantor secara ketat kepada para pamong desa yang sebagian besar adalah kerabatnya sendiri.
c. Kegagalan peran. Kegagalan peran akan terjadi jika seseorang tidak sanggup menjalankan beberapa peran sekaligus karena terdapat tuntutan yang saling bertentangan. Contoh, seseorang yang memiliki kecenderungan homoseksualitas dituntut untuk menikah oleh orang tuanya.
d. Kesenjangan peran. Kesenjangan peran akan terjadi jika seseorang harus menjalankan peran yang tidak menjadi prioritas hidupnya sehingga merasa tertekan atau merasa tidak cocok menjalankan peran tersebut.
Dengan demikian, di dalam menjalankan peranan, seorang anggota masyarakat ada yang mengalami ada yang mengalami permasalahan sehubungan dengan kedudukan dan peranan sosial, di antaranya adalah konflik kedudukan (satus conflic), konflik peranan (role conflic), dan ada juga pemisahan antara peranan individu dan peranan yang seharusnya dijalankan. 4. Peran Pemimpin Agama/Tokoh Agama di Masyarakat
Dengan mengacu pada pengertian mengenai peran di atas, bahwa dapat dibedakan antara status sebagai seorang tokoh/pemimpin agama dengan peran sebagai tokoh agama. Dapat dikatakan bahwa status tokoh agama terdiri atas sekumpulan kewajiban tertentu seperti kewajiban mendidik umat, mengabdikan hidup untuk agama dan mengajarkan ilmu yang dimiliki. Selain sekumpulan kewajiban, dalam status sebagai tokoh agama, juga terdapat sekumpulan hak seperti mendapat penghormatan dari umat, memperoleh legitimasi sosial, memiliki pengikut dan menerima imbalan atas jasanya.
Adapun terkait dengan peran, maka peran seorang tokoh agama mengacu kepada bagaimana seseorang yang berstatus sebagai tokoh agama menjalankan hak dan kewajibannya tersebut, antara lain bagaimana mendidik umat, memberikan keteladanan dan melakukan bimbingan kepada umat. Dengan demikian peran merupakan implementasi dari kerangka yang melekat pada hak-haknya tersebut.
Membahas peranan para tokoh agama dalam pembangunan masyarakat memang sangat menarik, bukan saja lantaran para tokoh agama merupakan salah satu komponen itu sendiri, melainkan juga karena pada umumnya pembangunan diorientasikan pada upaya-upaya manusia yang bersifat utuh dan serasi antara aspek lahiriah dan aspek batiniah. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa keberadaan manusia yang terdiri atas unsur jasmaniah dan ruhaniah. Kedua unsur itu harus terisi dalam proses pembangunan. Kekosongan pada salah satu unsur, berarti hilangnya keseimbangan, dan hilangnya keseimbangan pada diri manusia sama artinya dengan tidak tercapainya keutuhan dalam pembangunan.
Peran serta aktif tokoh agama (yang dalam Islam seperti ulama, kiayi, ustadz dan sejenisnya) adalah sangat diharapakan, karena mereka adalah para pemimpin informal yang sering kali lebih disegani, lebih dipatuhi dan lebih dicintai daripada para pemimpin yang formal dalam masyarakat Indonesia khususnya pada masyarakat dunia pada umumnya.
Pentingnya keterlibatan para tokoh agama adalah dalam pembangunan aspek ruhaniah. Unsur ini mustahil dapat terisi tanpa keterlibatan para tokoh agama. Dengan demikian, keterlibatan para pemimpin agama dalam kegiatan pembangunan tidak bersifat suplementer (pelengkap penderita), tetapi benar-benar menjadi salah satu komponen inti dalam seluruh proses pembangunan. Dalam pelaksanaannya, bahkan para pemimipin agama dapat berperan lebih luas, bukan hanya terbatas pada pembangunan ruhani masyarakat, tetapi juga dapat berperan sebagai motivator, pembimbing, pemberi landasan moral, serta menjadi mediator dalam seluruh aspek kegiatan pembangunan.
a. Pemimpin agama sebagai motivator
Tokoh agama/pemimpin agama/elit agama yang termasuk di dalamnya guru agama merupakan wakil representatif dari masyarakat sehingga jabatan Guru yang dalam Islam juga disebut ustadz, ulama, cendikiawan muslim adalah merupakan elit agama. Konsep tentang elit ini oleh Pareto (Varma, 1987:202) diartikan sebagai sekelompok kecil orang yang mempunyai kualitas-kualitas yang diperlukan bagi kehadiran mereka pada kekuasaan sosial dan politik yang penuh. Sedangkan Kaplan (1950) menguraikan elit sebagai orang yang memperoleh paling banyak dari apa yang seharusnya diperoleh, dan tiga hal yang berharga untuk sebagai guru sekaligus merupakan jabatan kemasyarakatan.48 Guru bertugas membina masyarakat agar berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam kedudukan seperti ini, guru bukan hanya pengajar di kelas, tetapi juga diharapkan tampil aktif sebagai pendidik dan pembimbing di masyarakat yang harus memberikan keteladanan yang baik.