KODE : (0023-AKUNTANSI) SKRIPSI PENGARUH KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT, CAPITAL ADEQUACY RATIO, UKURAN PERUSAHAAN, LEVERAGE, DAN REPUTASI AUDITOR TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Agensi (Agency Theory)
Konsep teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara prinsipal dan agen. Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai prinsipal, dan CEO (Chief Executive Officer) sebagai agen mereka. Pemegang saham mempekerjakan CEO untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya konflik kepentingan dalam hubungan keagenan. Adanya perbedaan posisi, fungsi, situasi, tujuan, kepentingan dan latar belakang antara prinsipal dan agen yang saling bertolak belakang dapat menimbulkan conflict of interest atau pertentangan tarik menarik kepentingan dan pengaruh antara yang satu dengan lainnya. Prinsipal dan agen diasumsikan termotivasi oleh kepentingan sendiri. Perbedaan kepentingan dapat menimbulkan asimetri informasi (kesenjangan informasi). Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Prinsipal hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau investasi dalam perusahaan. Sedangkan agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan biaya agensi dalam tiga jenis:
1. Biaya monitoring (monitoring cost), pengeluaran biaya yang dirancang untuk mengawasi aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh agen.
2. Biaya bonding (bonding cost), untuk menjamin bahwa agen tidak akan bertindak yang dapat merugikan prinsipal, atau untuk meyakinkan bahwa prinsipal akan memberikan kompensasi jika agen benar-benar melakukan tindakan yang tepat.
3. Kerugian residual (residual cost), merupakan nilai uang yang ekuivalen dengan pengurangan kemakmuran yang dialami oleh prinsipal sebagai akibat dari perbedaan kepentingan.
Dalam sektor perbankan, aplikasi teori agensi menjadi unik karena sektor ini berbeda dengan industri yang lain. Salah satunya adalah adanya regulasi yang sangat ketat, yang mengakibatkan penerapan teori agensi dalam akuntansi perbankan dapat berbeda dengan akuntansi untuk perusahaan non perbankan. Dengan adanya regulasi tersebut maka ada pihak lain yang terlibat dalam hubungan keagenan, yaitu regulator dalam hal ini pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) yang berperan sebagai prinsipal dan bank-bank yang terdapat di Indonesia sebagai agennya. BI bertugas untuk mengawasi kegiatan dan kinerja perbankan di Indonesia.
2. Manajemen Laba
Menurut Sulistyanto (2008), manajemen laba merupakan upaya manajer perusahaan untuk mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Manajemen laba {earnings management) dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab akrual merupakan komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan transaksi dan menyusun laporan keuangan. Alasannya, komponen akrual merupakan komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehingga upaya mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan.
Manajemen laba dilakukan oleh manajer dengan merekayasa laba perusahaannya menjadi lebih tinggi, rendah ataupun selalu sama selama beberapa periode. Secara umum ada beberapa motivasi yang mendorong manajer untuk berperilaku oportunis. Menurut Scott (2006) motivasi tersebut adalah:
1. Motivasi bonus
Bonus plan hypothesis menegaskan bahwa ceteris paribus, manajer perusahaan cenderung untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser earnings yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. Manajer melakukan manajemen laba untuk kepentingan bonusnya.
2. Motivasi kontraktual lainnya
Hipotesis debt/equity yaitu ceteris paribus, suatu perusahaan yang rasio debt/equity besar cenderung manajer perusahaan memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser earnings yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. Manajemen melakukan manajemen laba untuk memenuhi perjanjian utangnya agar meloloskan perusahaan dari kesulitan keuangan.
3. Motivasi politik
Perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat mengurangi laba periodiknya dibanding perusahaan yang kecil. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah.
4. Motivasi pajak
Manajer termotivasi melakukan manajemen laba karena income taxation. Karena semakin tinggi labanya maka semakin besar pajak yang dikenakannya. Sehingga manajer melakukan manajemen laba untuk mengurangi pajak tersebut.
5. Pergantian CEO
Motivasi manajemen laba ada di sekitar pergantian CEO. Hipotesis rencana bonus menjelaskan bahwa CEO yang akan diganti melakukan pendekatan strategi untuk memaksimalisasi laba agar menaikkan bonusnya.
6. Motivasi pasar modal
Motivasi ini muncul karena informasi akuntansi digunakan secara luas oleh investor dan para analis keuangan untuk menilai saham. Dengan begitu, kondisi ini menciptakan kesempatan bagi manajer untuk memanipulasi earnings dengan cara mempengaruhi performa harga saham jangka pendek.
Menurut Scott (2006) pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara:
1. Taking a Bath
Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang.
2. Income Minimization
Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat laba yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
3. Income Maximization
Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.
4. Income Smoothing
Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
3. Capital Adequacy Ratio
Bank yang melakukan praktik Manajemen Laba disebabkan oleh faktor penururnan nilai dari Capital Adequacy Ratio. Bank Indonesia sebagai pengawas semua bank yang ada di Indonesia menerapkan cara penilaian CAR suatu bank berdasarkan pada laporan keuangan. Penilaian CAR dengan menggunakan laporan keuangan itulah yang menyebabkan manajer memiliki inisiatif untuk melakukan manajemen laba agar perusahaan mereka dapat memenuhi kriteria.
Dalam formula CAR dibandingkan antara modal dengan semua jenis aktiva yang dianggap mengandung risiko atau yang lazim disebut aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR). CAR menunjukkan sejauh mana penurunan aset bank masih dapat ditutup oleh ekuitas bank yang tersedia, semakin tinggi CAR semakin baik kondisi sebuah bank. BI menerapkan CAR yaitu kewajiban penyediaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh tiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total ATMR.