KODE : (0024-AKUNTANSI) SKRIPSI PENGARUH KOMISARIS INDEPENDEN, KOMITE AUDIT, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, DAN KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Teori Keagenan
Dalam perekonomian modern, manajemen dan pengelolaan pemsahaan semakin banyak dipisahkan dari kepemilikan pemsahaan. Hal ini sejalan dengan teori agensi yang menekankan pentingnya pemilik pemsahaan (pemegang saham) menyerahkan pengelolaan pemsahaan kepada para tenaga profesional yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen mempakan pihak yang dikontrak untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham dan memiliki keleluasaaan dalam menjalankan manajemen pemsahaan. Sementara, pemilik pemsahaan (pemegang saham) hanya bertugas mengawasi jalannya pemsahaan yang dikelola oleh manajemen serta mengembangkan sistem insentif bagi pengelola manajemen untuk memastikan bahwa mereka bekerja demi kepentingan pemsahaan.
Teori agensi memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Pihak prinsipal termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi.
Teori agensi pertama sekali dipopulerkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Definisi yang dibuat oleh Jensen dan Meckling (2012: 17) "A contract under which one or more persons (the principal/s) engage another person (agent) to perform some service on their behalf which involve delegating some decisions making authority to the agent. If both partners to relationship are utility maximizes there is good reason to believe that the agent will not always act in the best interest of the principal".
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agen. Agen mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh prinsipal dan agen. Ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut dengan asimetri informasi. Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara prinsipal dan agen mendorong agen untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada prinsipal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agen. Asimetri informasi antara manajemen dengan pemilik dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan.
2. Good Corporate Governance
a. Definisi Corporate Governance
Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan mendapatkan return atas dana yang telah mereka investasikan. Penerapan prinsip good corporate governance ke seluruh aspek kegiatan perusahaan sangat diperlukan. Hal ini disebabkan prinsip utama dari good corporate governance adalah keadilan bagi seluruh pemegang saham, keterbukaan melalui laporan keuangan yang akurat dan informasi tepat waktu atas kinerja perusahaan.
Good Corporate Governance dapat didefmisikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang Saham/Pemilik Modal, Komisaris/Dewan Pengawas, dan Direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan pemangku kepentingan lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.
Adapun pengertian corporate governance menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) yaitu seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ektern lainnya sehubungan dengan kata hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain si stem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
Good Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah untuk semua pemangku kepentingan. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya, dan kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan pemangku kepentingan. Tujuan dari corporate governance adalah untuk menciptakan pertambahan nilai bagi pihak pemegang kepentingan.
b. Prinsip - Prinsip Corporate Governance
Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006), asas Good Corporate Governance adalah transparansi, akuntabilitas, resposibilitas, independensi, serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan
Beberapa prinsip dasar GCG adalah sebagai berikut:
1. Transparansi, mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas dan dapat diperbandingkan, yang menyangkut keadaan keuangan,pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.
2. Akuntabilitas, menjelaskan peran dan tanggungjawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyimpangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komi saris.
3. Responsibity, perusahaan hams mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggungjawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
4. Independensi, untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
5. Kewajaran dan Kesetaraan, dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperlihatkan kepentingan pemegang saham dan stackeholder lainnya Berdasarkan asas kewajaran dan kesetaaraan.
c. Manfaat Corporate Governance
Manfaat corporate governanace menurut pedoman Umum Good Governance Indonesia (2006) adalah:
1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntanbilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan.
2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan, yaitu dewan komisaris, dewan direksi dan rapat umum pemegang saham.
3. Mendorong pemegang saham, anggota dewan komi saris dan anggota direksi agar dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.
5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan lainnya.
6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
3. Komisaris Independen
Dewan komisaris memiliki peran untuk memonitor kebijakan direksi. Peran komisaris ini diharapkan dapat meminimalisir permasalahan agensi yang muncul antara dewan direksi dan pemengang saham, sehingga kinerja yang dihasilkan oleh perusahaan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Dewan komisaris memegang peran penting dalam mengarahkan strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta memastikan bahwa para manajer benar- benar meningkatkan kinerja perusahaan sebagai bagian dari pencapaian perusahaan. Dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas (Egon, 2000).
Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar terciptanya perusahaan good corporate governance.
Dewan komisaris yang independen secara umum mempunyai pengawasan yang lebih baik terhadap manajemen , sehingga mempengaruhi kemungkinan kecurangan dalam menyajikan laporan keuangan yang dilakukan oleh manajer (Chtourou et al.,2001) atau dengan kata lain, semakin kompeten dewan komisaris maka semakin mengurangi kemungkinan kecurangan dalam pelaporan keuangan.
Komi saris independen diangkat karena pengalamannya dianggap berguna bagi organisasi tersebut. Mereka bisa mengawasi dewan komisaris dan mengawasi bagaimana dewan direksi menjalankan perusahaan tersebut. Komisaris independen biasanya berguna dalam melerai sengketa antara dewan direksi, atau antara pemegang saham dan dewan komisaris. Komisaris independen dianggap berguna karena mereka bisa bersikap objektif dan memiliki resiko kecil dalam conflict of interest.
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (2006) menetapkan beberapa kriteria untuk menjadi komisaris independen pada perusahaan tercatat sebagai berikut:
1. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham pengendali perusahaan yang bersangkutan.
2. Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan Direktur dan/atau Komisaris lainnya pada perusahaan yang bersangkutan.
3. Tidak bekerja rangkap sebagai Direktur di perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan perusahaan yang bersangkutan.
4. Tidak menduduki jabatan eksekutif atau mempunyai hubungan bisnis dengan perusahaan yang bersangkutan dan perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi dalam jangka waktu 3 tahun terakhir.
5. Tidak menjadi partner atau principal di perusahaan konsultan yang memberikan jasa pelayanan professional pada perusahaan dan perusahaan-perusahaan lainnya yang terafiliasi.
6. Bebas dari segala kepentingan dan kegiatan bisnis atau hubungan yang lain yang dapat diinterpretasikan akan menghalangi atau mengurangi kemampuan Komisaris Independen untuk bertindak dan berpikir independen demi kepentingan perusahaan.
7. Memahami peraturan perundang-undangan PT, UU Pasar Modal dan UU serta peraturan-peraturan lain yang terkait.
Dengan demikian, terlihat bahwa pada dasarnya komisaris independen memiliki peranan yang sama dengan komisaris yaitu menjamin pelaksanaan strategis perusahaan, mengawasi manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaan, serta terlaksananya akuntabilitas.