(KODE : 0015-KEPERAWATAN) : SKRIPSI HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Budaya Organisasi
1. Pengertian Budaya Organisasi
Robbin (2007) mendefenisikan bahwa budaya organisasi adalah sebagai suatu sistem makna yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lain. Robbin mendefenisikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem pemaknaan bersama yang dibentuk oleh anggotanya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Riani (2011) menjelaskan bahwa budaya organisasi merupakan sistem dari shared value, keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menciptakan norma-norma perilaku.
Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar-standar yang mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan.
Budaya organisasi adalah simbol dan interaksi unik pada setiap organisasi. Hal ini meliputi cara berpikir, berperilaku, berkeyakinan yang sama-sama dimiliki oleh anggota unit (Marquis, 2010). Budaya organisasi tampak dalam dimensi aktivitas tugas dan aktivitas pemeliharaan (dinamika) kelompok/organisasi yang berupa penggunaan bahasa, pengambilan keputusan, teknologi yang digunakan, dan praktik kerja sehari-hari (Diklat DIKNAS, 2007).
Druicker (dalam Tika, 2006) menyebutkan bahwa budaya organisasi adalah pokok penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah.
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka budaya organisasi adalah aturan kerja yang ada di organisasi yang akan menjadi pegangan dari sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berperilaku dalam organisasi. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam perilaku dan sikap mereka sehari hari selama mereka berada dalam organisasi tersebut dan sewaktu mewakili organisasi berhadapan dengan pihak luar. Dengan kata budaya organisasi mencerminkan cara staf melakukan sesuatu (membuat keputusan, melayani pasien, dll) yang dapat dilihat kasat mata dan dirasakan terutama oleh orang diluar organisasi tersebut. Dapat juga dikatakan budaya organisasi adalah pola terpadu perilaku manusia di dalam organisasi termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan tindakan, pembicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi berikutnya (Muluk, 1999).
Organisasi yang berorientasi pada pelayanan kesehatan memerlukan budaya dukungan (Support Culture) dan budaya peran (Role Culture) sebagai cara meningkatkan motivasi dan kepuasan anggota organisasi. Budaya organisasi yang efektif adalah budaya organisasi yang mengakar kuat dan dalam. Di rumah sakit yang berbudaya demikian, dapat dipastikan hampir semua individunya menganut nilai-nilai yang seragam dan konsisten.
2. Fungsi Budaya Organisasi
Budaya organisasi menurut Tika (2006) memiliki beberapa fungsi yaitu :
(1) sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok lain,
(2) sebagai perekat bagi staf dalam suatu organisasi,
(3) mempromosikan stabilitas sistem sosial,
(4) sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk sikap serta perilaku staf,
(5) sebagai integrator, (6)membentuk perilaku bagi para staf,
(7) sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi,
(8) sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan,
(9) sebagai alat komunikasi,
(10)sebagai penghambat berinovasi.
Robbins (2003) menyatakan bahwa budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi dalam organisasi yaitu memberi batasan untuk mendefinisikan peran sehingga memperlihatkan perbedaan yang jelas antar organisasi, memberikan pengertian identitas terhadap sesuatu yang lebih besar dibandingkan minat anggota organisasi secara perorangan, menunjukkan stabilitas sistem sosial, memberikan pengertian dan mekanisme pengendalian yang dapat dijadikan pedoman untuk membentuk sikap dan perilaku anggota organisasi dan pada akhirnya budaya orgnisasi dapat membentuk pola pikir dan perilaku anggota organisasi.
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh kedua belah pihak, baik organisasi maupun para anggotanya. Manfaat tersebut adalah memberikan pedoman bagi tindakan pengambilan keputusan, mempertinggi komitmen organisasi, menambah perilaku konsistensi perilaku para anggota organisasi dan mengurangi keraguan para anggota orgnisasi, karena budaya memberitahukan pada mereka sesuatu dilakukan dan dianggap penting (Mangkunegara, 2005).
3. Pembentukan Budaya Organisasi
Robbins (2001) berpendapat bahwa dibutuhkan waktu yang lama untuk pembentukan budaya organisasi. Sekali terbentuk, budaya itu cenderung berakar, sehingga sukar bagi para manager untuk mengubahnya.
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa budaya organisasi diturunkan dari filsafat pendiri, kemudian budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang digunakan dalam merekrut/memperkerjakan anggota organisasi. Tindakan dari manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima baik dan tidak. Tingkat kesuksesan dalam mensosialisasikan budaya organisasi tergantung pada kecocokan nilai-nilai staf baru dengan nilai-nilai organisasi dalam proses seleksi maupun pada preferensi manajemen puncak akan metode-metode sosialisasi.
4. Dimensi Budaya Organisasi
Robbins (2007) menjelaskan bahwa budaya organisasi adalah sebuah proses deskripsi mengenai keadaan organisasi. Penelitian mengenai budaya organisasi berfokus pada staf mampu merasakan budaya organisasi, terlepas dari mereka suka atau tidak suka pada budaya organisasi tersebut. Budaya organisasi dapat dirasakan keberadaannya melalui perilaku anggota dalam organisasi tersebut. Hal ini dapat dilihat dari pola dan cara-cara berpikir, merasa, menanggapi dan menuntun para anggota organisasi dalam mengambil keputusan maupun kegiatan kegiatan lainnya dalam organisasi.
Robbins (2007) menjelaskan bahwa pelaksanaan budaya organisasi dapat dikaji dari dimensi budaya organisasi. Dimensi budaya organisasi tidak ditetapkan secara mudah melainkan berdasarkan studi empiris. Studi empiris ini biasanya tidak dilakukan menggunakan sampel kecil melainkan menggunakan sampel besar yang melibatkan beberapa organisasi. Hasilnya tidak ditemukan dimensi budaya yang berlaku secara umum. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa memahami budaya organisasi melalui dimensi-dimensinya dapat menggambarkan budaya organisasi dari suatu organisasi tersebut. Banyak ahli yang menguraikan dimensidimensi dalam budaya organisasi salah satunya adalah Denison. Denison and Mirsha (1995) dalam Casida (2007) mengaikat budaya organisasi dengan efektifitas organisasi. efektifitas organisasi tersebut dipengaruhi oleh empat faktor di dalam budaya organisasi yaitu keterlibatan (Involvement), konsistensi (consistency), adapatasi (Adadptation), Misi (Mision).
1. Keterlibatan (involvement)
Keterlibatan merupakan kunci yang tampak dan dapat dirasakan dalam setiap budaya organisasi (Sutrisno, 2010). Keterlibatan merupakan dimensi budaya organisasi yang menunjukkan tingkat partisipasi staf dalam proses pengambilan keputusan (Sobirin, 2007). Denison (2000) dalam Casida (2007) menyatakan, keterlibatan adalah suatu perlakuan yang membuat staf meras diikutsertakan
dalam kegiatan organisasi sehingga membuat staf bertanggung jawab tentang tindakan yang dilakukannya. Keterlibatan (involvement) adalah kebebasan atau independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat.
Keterlibatan tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan organisasi/perusahaan. Wesemann (2001) dalam Zwan (2006) menjelaskan bahwa keterlibatan mencakup kemampuan organisasi untuk membangun professional dan administrasi staf. Cho (2006) menyatakan bahwa staf yang memiliki perasaan terlibat dalam organisasi, mereka akan merasa bagian di dalam organisasi dan pendapat serta tindakan yang mereka lakukan akan terhubung langsung dengan tujuan organisasi. Keterlibatan menciptakan partisipasi dan komitmen staf terhadap organisasi. Staf yang terlibat di dalam organisasi maka akan meningkat kinerjanya (Denison (1990) dalam Zwan (2006)).