SKRIPSI HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT

Saturday, May 28, 2016

(KODE : 0015-KEPERAWATAN) : SKRIPSI HUBUNGAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN KEPUASAN KERJA PERAWAT PELAKSANA DI RUMAH SAKIT


BAB II
KAJIAN TEORI 

A. Budaya Organisasi 
1. Pengertian Budaya Organisasi 
Robbin (2007) mendefenisikan bahwa budaya organisasi adalah sebagai  suatu sistem makna yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan  organisasi tersebut dengan organisasi lain. Robbin mendefenisikan budaya  organisasi sebagai sebuah sistem pemaknaan bersama yang dibentuk oleh anggotanya yang sekaligus menjadi pembeda dengan organisasi lain. Riani (2011)  menjelaskan bahwa budaya organisasi merupakan sistem dari shared value,  keyakinan dan kebiasaan-kebiasaan dalam suatu organisasi yang saling  berinteraksi dengan struktur formalnya untuk menciptakan norma-norma perilaku. 
Budaya organisasi juga mencakup nilai-nilai dan standar-standar yang  mengarahkan perilaku pelaku organisasi dan menentukan arah organisasi secara keseluruhan. 
Budaya organisasi adalah simbol dan interaksi unik pada setiap organisasi.  Hal ini meliputi cara berpikir, berperilaku, berkeyakinan yang sama-sama dimiliki  oleh anggota unit (Marquis, 2010). Budaya organisasi tampak dalam dimensi  aktivitas tugas dan aktivitas pemeliharaan (dinamika) kelompok/organisasi yang  berupa penggunaan bahasa, pengambilan keputusan, teknologi yang digunakan,  dan praktik kerja sehari-hari (Diklat DIKNAS, 2007). 
Druicker (dalam Tika, 2006) menyebutkan bahwa budaya organisasi adalah pokok  penyelesaian masalah-masalah eksternal dan internal yang pelaksanaannya  dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan  kepada anggota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami,  memikirkan, dan merasakan terhadap masalah-masalah. 
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas maka budaya organisasi adalah  aturan kerja yang ada di organisasi yang akan menjadi pegangan dari sumber daya  manusia dalam menjalankan kewajibannya dan nilai-nilai untuk berperilaku dalam  organisasi. Nilai-nilai tersebut tercermin dalam perilaku dan sikap mereka sehari hari selama mereka berada dalam organisasi tersebut dan sewaktu mewakili  organisasi berhadapan dengan pihak luar. Dengan kata budaya organisasi  mencerminkan cara staf melakukan sesuatu (membuat keputusan, melayani pasien, dll) yang dapat dilihat kasat mata dan dirasakan terutama oleh orang diluar  organisasi tersebut. Dapat juga dikatakan budaya organisasi adalah pola terpadu  perilaku manusia di dalam organisasi termasuk pemikiran-pemikiran, tindakan tindakan, pembicaraan-pembicaraan yang dipelajari dan diajarkan kepada generasi  berikutnya (Muluk, 1999). 
Organisasi yang berorientasi pada pelayanan kesehatan memerlukan budaya  dukungan (Support Culture) dan budaya peran (Role Culture) sebagai cara  meningkatkan motivasi dan kepuasan anggota organisasi. Budaya organisasi yang  efektif adalah budaya organisasi yang mengakar kuat dan dalam. Di rumah sakit  yang berbudaya demikian, dapat dipastikan hampir semua individunya menganut  nilai-nilai yang seragam dan konsisten. 

2. Fungsi Budaya Organisasi 
 Budaya organisasi menurut Tika (2006) memiliki beberapa fungsi yaitu :
(1) sebagai batas pembeda terhadap lingkungan, organisasi maupun kelompok lain, 
(2) sebagai perekat bagi staf dalam suatu organisasi, 
(3) mempromosikan stabilitas  sistem sosial, 
(4) sebagai mekanisme kontrol dalam memadu dan membentuk  sikap serta perilaku staf, 
(5) sebagai integrator, (6)membentuk perilaku bagi para  staf, 
(7) sebagai sarana untuk menyelesaikan masalah-masalah pokok organisasi, 
(8) sebagai acuan dalam menyusun perencanaan perusahaan, 
(9) sebagai alat  komunikasi, 
(10)sebagai penghambat berinovasi. 
Robbins (2003) menyatakan bahwa budaya organisasi mempunyai beberapa  fungsi dalam organisasi yaitu memberi batasan untuk mendefinisikan peran  sehingga memperlihatkan perbedaan yang jelas antar organisasi, memberikan  pengertian identitas terhadap sesuatu yang lebih besar dibandingkan minat  anggota organisasi secara perorangan, menunjukkan stabilitas sistem sosial,  memberikan pengertian dan mekanisme pengendalian yang dapat dijadikan  pedoman untuk membentuk sikap dan perilaku anggota organisasi dan pada  akhirnya budaya orgnisasi dapat membentuk pola pikir dan perilaku anggota  organisasi. 
Ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh kedua belah pihak, baik  organisasi maupun para anggotanya. Manfaat tersebut adalah memberikan  pedoman bagi tindakan pengambilan keputusan, mempertinggi komitmen  organisasi, menambah perilaku konsistensi perilaku para anggota organisasi dan  mengurangi keraguan para anggota orgnisasi, karena budaya memberitahukan pada mereka sesuatu dilakukan dan dianggap penting (Mangkunegara, 2005). 

3. Pembentukan Budaya Organisasi 
Robbins (2001) berpendapat bahwa dibutuhkan waktu yang lama untuk pembentukan budaya organisasi. Sekali terbentuk, budaya itu cenderung berakar,  sehingga sukar bagi para manager untuk mengubahnya. 
Dari gambar diatas, dapat dilihat bahwa budaya organisasi diturunkan dari  filsafat pendiri, kemudian budaya ini sangat mempengaruhi kriteria yang  digunakan dalam merekrut/memperkerjakan anggota organisasi. Tindakan dari  manajemen puncak menentukan iklim umum dari perilaku yang dapat diterima  baik dan tidak. Tingkat kesuksesan dalam mensosialisasikan budaya organisasi   tergantung pada kecocokan nilai-nilai staf baru dengan nilai-nilai organisasi dalam  proses seleksi maupun pada preferensi manajemen puncak akan metode-metode sosialisasi. 

4. Dimensi Budaya Organisasi 
Robbins (2007) menjelaskan bahwa budaya organisasi adalah sebuah proses  deskripsi mengenai keadaan organisasi. Penelitian mengenai budaya organisasi  berfokus pada staf mampu merasakan budaya organisasi, terlepas dari mereka  suka atau tidak suka pada budaya organisasi tersebut. Budaya organisasi dapat dirasakan keberadaannya melalui perilaku anggota dalam organisasi tersebut. Hal ini dapat dilihat dari pola dan cara-cara berpikir, merasa, menanggapi dan menuntun para anggota organisasi dalam mengambil keputusan maupun kegiatan kegiatan lainnya dalam organisasi.
Robbins (2007) menjelaskan bahwa pelaksanaan budaya organisasi dapat dikaji dari dimensi budaya organisasi. Dimensi budaya organisasi tidak ditetapkan  secara mudah melainkan berdasarkan studi empiris. Studi empiris ini biasanya  tidak dilakukan menggunakan sampel kecil melainkan menggunakan sampel besar  yang melibatkan beberapa organisasi. Hasilnya tidak ditemukan dimensi budaya  yang berlaku secara umum. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa memahami budaya organisasi melalui dimensi-dimensinya dapat menggambarkan budaya organisasi dari suatu organisasi tersebut. Banyak ahli yang menguraikan dimensidimensi dalam budaya organisasi salah satunya adalah Denison. Denison and Mirsha (1995) dalam Casida (2007) mengaikat budaya  organisasi dengan efektifitas organisasi. efektifitas organisasi tersebut dipengaruhi oleh empat faktor di dalam budaya organisasi yaitu keterlibatan (Involvement), konsistensi (consistency), adapatasi (Adadptation), Misi (Mision). 
1. Keterlibatan (involvement) 
Keterlibatan merupakan kunci yang tampak dan dapat dirasakan dalam setiap  budaya organisasi (Sutrisno, 2010). Keterlibatan merupakan dimensi budaya  organisasi yang menunjukkan tingkat partisipasi staf dalam proses pengambilan  keputusan (Sobirin, 2007). Denison (2000) dalam Casida (2007) menyatakan,  keterlibatan adalah suatu perlakuan yang membuat staf meras diikutsertakan 
dalam kegiatan organisasi sehingga membuat staf bertanggung jawab tentang  tindakan yang dilakukannya. Keterlibatan (involvement) adalah kebebasan atau  independensi yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat. 
Keterlibatan tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pimpinan suatu organisasi  sepanjang menyangkut ide untuk memajukan dan mengembangkan  organisasi/perusahaan. Wesemann (2001) dalam Zwan (2006) menjelaskan bahwa keterlibatan mencakup kemampuan organisasi untuk membangun professional dan administrasi staf. Cho (2006) menyatakan bahwa staf yang memiliki perasaan  terlibat dalam organisasi, mereka akan merasa bagian di dalam organisasi dan  pendapat serta tindakan yang mereka lakukan akan terhubung langsung dengan  tujuan organisasi. Keterlibatan menciptakan partisipasi dan komitmen staf terhadap organisasi. Staf yang terlibat di dalam organisasi maka akan meningkat  kinerjanya (Denison (1990) dalam Zwan (2006)).

Artikel Terkait

Previous
Next Post »