TESIS POLA KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN

Monday, March 28, 2016
T-(0097) TESIS POLA KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN



BAB II
LANDASAN TEORI 


A. Pola Kepemimpinan
Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer pola diartikan sebagai model, contoh, pedoman, rancangan, dasar kerja.19 Pola atau jenis kepemimpinan dapat diartikan sebagai tipe kepemimpinan, yang di dalamnya diimplementasikan satu atau lebih perilaku atau gaya kepemimpinan sebagai pendukungnya. Sedangkan gaya kepemimpinan diartikan sebagai perilaku atau cara yang dipilih dan dipergunakan pemimpin dalam mempengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku para anggota organisasi/bawahannya. Sehubungan dengan itu Agus Dharma (1984:37) mendefinisikan bahwa gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang ditunjukkan seseorang pada saat ia mencoba mempengaruhi orang lain. Definisi yang sama diketengahkan juga oleh Paul Hersey dan Kenneth Blanchard (1988:1) yang mengatakan gaya kepemimpinan adalah pola perilaku pada saat seseorang mencoba mempengaruhi orang lain dan mereka menerimanya.20
Untuk mendefinisikan istilah kepemimpinan (leadership) secara tepat bukanlah hal yang mudah. Hal ini, menurut Janda (1990) dikarenakan istilah kepemimpinan diambil dari kata-kata yang umum dipakai dan merupakan gabungan dari kata ilmiah yang, menurut Bennis (1959), belum ada yang tuntas mendefinisikannya. Akibatnya, istilah kepemimpinan selalu kabur karena artinya yang kompleks dan mendua. Begitu sulitnya menentukan definisi yang tepat tentang kepemimpinan, sampai-sampai Greenberg dan Baron (1997)21 memandang kepemimpinan serupa dengan cinta, dalam artian banyak orang yang meyakini bahwa ia bisa memahami tentang kepemimpinan tetapi menemukan kesulitan ketika mencoba mendefinisikannya.
Di samping itu, menurut Yukl (1987), digunakannya istilah-istilah lain seperti kekuasaan, wewenang, manajemen, administrasi, pengendalian, dan supervisi yang juga menjelaskan hal yang sama dengan kepemimpinan semakin menambah kebingungan tersebut.22 Sehingga tidak mengherankan jika kita menemukan begitu banyak definisi tentang kepemimpinan, sampai-sampai Ralph M. Stodgill (1974)23 setelah melakukan kajian mendalam terhadap literatur kepemimpinan berkesimpulan bahwa "terdapat definisi mengenai kepemimpinan yang berbeda hampir sebanyak orang yang berusaha mendefinisikan konsep tersebut."
Stephen P Robbins mendefinisikan kepemimpinan sebagai kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan.24 Gibson dkk. (1985) mendefinisikannya sebagai upaya penggunaan jenis pengaruh bukan paksaan untuk memotivasi orang-orang mencapai tujuan tertentu.25 Demikian pula definisi yang dikemukakan Stoner dkk.,26 tampaknya senada dengan definisi sebelumnya, menurut mereka kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota kelompok.
Berbicara tentang pola kepemimpinan kepala sekolah dalam kaitannya dengan peningkatan kinerjanya, maka prinsip-prinsip dan praktek kepemimpinan ini hendaknya dikaitkan dengan peranan kepala sekolah dan kedudukan pimpinan lainnya yang relevan, dan peranan kepemimpinan khusus yang meliputi hubungan dengan staf, siswa, orang tua siswa, dan orang-orang lain di luar komunitas tempat sekolah itu berada.
Sejarah pertumbuhan peradaban manusia banyak menunjukkan bukti bahwa salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dan keberlangsungan organisasi adalah kuat tidaknya kepemimpinan. Kegagalan dan keberhasilan suatu oganisasi banyak ditentukan oleh pemimpin karena pemimpin merupakan pengendali dan penentu arah yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuan yang akan dicapai. Hal ini sejalan dengan dengan apa yang dikemukakan Siagian bahwa arah yang hendak ditempuh oleh organisasi menuju tujuan harus sedemikian rupa hingga mengoptimalkan pemanfaatan dari segala sarana dan prasarana yang tersedia. Arah yang dimaksud tertuang dalam strategi dan taktik yang disusun dan dijalankan oleh organisasi yang bersangkutan. Perumus serta penentu strategi dan taktik adalah pemimpin dalam organisasi tersebut.27
Kepemimpinan yang efektif dalam organisasi yang kompleks, terdiri dari : Pertama, Membuat suatu agenda untuk perubahan
a. Termasuk suatu visi tentang dapat dan seharusnya jadi apa organisasi tersebut
b. Suatu visi yang memperhitungkan minat jangka panjang logis dari pihak-pihak yang terlibat
c. Termasuk strategi untuk mencapai visi itu
d. Suatu strategi yang memperhitungkan semua kekuatan organisasi dan lingkungan yang relevan
Kedua, Membangun jaringan pelaksanaan yang kuat
a. Termasuk hubungan yang mendukung dengan sumber kekuatan utama yang diperlukan untuk melaksanakan strategi
b. Hubungan yang cukup kuat untuk mendatangkan kerjasama, kerelaan, dan dimana perlu kerja tim
c. Termasuk kelompok inti yang bermotivasi tinggi
d. Suatu kelompok inti yang membuat visi itu suatu kenyataan.28
Semakin tinggi kepemimpinan yang diduduki oleh seseorang dalam organisasi, nilai dan bobot strategik dari keputusan yang diambilnya semakin besar. Sebaliknya semakin rendah kedudukan seseorang dalam suatu organisasi, keputusan yang diambilnya pun lebih mengarah kepada hal yang operasional. Terlepas dari keputusan yang diambil, apakah pada kategori strategik, taktis, teknis, atau operasional, semuanyatergolongpada "penentuan arah" dari perjalanan yang hendak ditempuh oleh organisasi.
Banyak hasil studi yang menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan yang terdapat dalam setiap organisasi merupakan faktor yang berhubungan dengan produktivitas dan efektivitas suatu organisasi. Sutermeister mengemukakan ada beberapa faktor determinan terhadap pruduktivitas kerja antara lain iklim kepemimpinan (leadership climate), tipe kepemimpinan (type of leadership), dan pemimpin (leaders), dari 33 faktor lain yang berpengaruh, dalam pada itu, Sagir (1985) mengemukakan enam yang turut menentukan tingkat produktivitas, yaitu pendidikan, teknologi, tata nilai, iklim kerja, derajat kesehatan, dan tingkat upah minimal. Dari keenam faktor tersebut, yang mendukung produktivitas kerja, secara ekspilisit, dalam iklim kerja, diuraikan pentingnya kepemimpinan.29 Kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard adalah didasarkan pada saling berhubungannya di antara hal-hal berikut ini :
1. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan pimpinan
2. Jumlah dukungan sosio-emosional yang diberikan oleh pimpinan
3. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukkan dalam
melaksanakan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu.30
Konsepsi ini telah dikembangkan untuk membantu orang menjalankan kepemimpinan dengan tanpa memperhatikan peranannya, yang lebih efektif di dalam interaksinya dengan orang-orang lain setiap harinya. Konsepsional melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara gaya kepemimpinan yang efektif dan tingkat kematangan para pengikutnya. Dengan demikian walaupun terdapat banyak variabel-variabel situasional yang penting lainnya misalnya : Organisasi, tugas-tugas pekerjaan, pengawasan, dan waktu kerja, akan tetapi penekanan dalam kepemimpinan situasional ini hanyalah pada perilaku pemimpin dan bawahannya saja. Perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting untuk mengetahui kepemimpinan situasional. Karena bukan saja pengikut sebagai individu bisa menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai pengikut secara kenyataannya dapat menentukan kekuatan pribadi apapun yang dipunyai pemimpin.
Pola Kepemimpinan Situasional oleh Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard mengemukakan kombinasi antara perilaku tugas dan perilaku hubungan pemimpin yang meliputi :
1. Telling, ini merupakan gaya kepemimpinan dengan ciri: -tinggi tugas dan rendah hubungan
- pemimpin memberikan perintah khusus
- pengawasan dilakukan secara ketat
Pemimpin menerangkan kepada bawahan apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakan, kapan harus dilaksanakan pekerjaan itu, dan di mana pekerjaan itu harus dilakukan. Gaya kepemimpinan telling disebut pula dengan gaya 1 atau G1
2. Selling, ini merupakan gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri:
- tinggi tugas dan tinggi hubungan
- pemimpin menerangkan keputusan
- pemimpin memberi kesempatan untuk penjelasan
- pemimpin masih banyak melakukan pengarahan
- pemimpin mulai melakukan komunikasi dua arah
Gaya kepemimpinan selling disebut pula dengan gaya 2 atau G2
3. Participating, ini merupakan gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri:
- tinggi hubungan dan rendah tugas
- pemimpin dan bawahan saling memberikan gagasan
- pemimpin dan bawahan bersama-sama membuat keputusan
Gaya kepemimpinan participating disebut pula dengan gaya 3 atau G3 4. Delegating, ini merupakan gaya kepemimpinan dengan ciri-ciri:
- rendah hubungan dan rendah tugas
- pemimpin melimpahkan pembuatan keputusan dan pelaksanaan
kepada bawahan.
Gaya kepemimpinan delegating disebut pula dengan gaya 4 atau G4.
Dalam hubungannya dengan pola kepemimpinan ini, ada dua hal yang biasanya dilakukan olehnya terhadap bawahan atau pengikutnya, yakni: perilaku mengarahkan dan perilaku mendukung. Perilaku mengarahkan dapat dirumuskan sebagai sejauh mana seorang pemimpin melibatkan dalam komunikasi satu arah. Bentuk pengarahan dalam komunikasi satu arah ini antara lain, menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan pengikut, memberitahukan pengikut tentang apa yang seharusnya dilakukan pengikut, memberitahukan apa yang bisa dikerjakan, di mana melakukan hal tersebut, bagaimana melakukakan nya, dan melakukan pengawasan secara ketat kepada pengikutnya.
Perilaku mendukung adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan diri dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengar, menyediakan dukungan dan dorongan, memudahkan interaksi dan melibatkan para pengikut dalam pengambilan keputusan.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »