Telah terhadap tesis dan jurnal yang terkait dengan variabel penelitian yang berlandaskan teori Zeithaml et.al ditinjau dari dimensi tangiable, reliability, responsiveness, assurance and emphaty dengan maksud penelitian yang penulis lakukan fokus terhadap sejumlah variabel yang mengacu kepada teori yang sama mengenai kualitas pelayanan. Dari hasil telaah tersebut diharapkan dapat menjadi gambaran bagi penulis dalam rangka mempertegas teori-teori yang telah ada, sekaligus menjadi acuan untuk kemudian diturunkan ke dalam butir-butir pernyataan yang nantinya akan disebarkan kepada responden.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang relevan dan dapat dijadikan perbandingan oleh peneliti dalam memahami kualitas pelayanan diantaranya sebagai berikut:
Azharuddin (2006), Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Kualitas Layanan Pada Direktor Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas layanan pegawai dengan menggunakan konsep Servqual melalui dimensi tangiable, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty di Ditjen AHU, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Hasil analisis berdasarkan perhitungan statistic kelima pada dimensi kualitas pelayanan, dapat diasumsikan pelanggan menyatakan cukup puas. Sementara menurut perhitungan servqual score kualitas pelayanan belum memenuhi harapan pelanggan. Selain itu terdapat hubungan yang signifikan antara harapan pegawai dengan kualitas pelayanan pegawai.
Toto Bondan (2005), penelitian tersebut dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan masyarakat di kantor-kantor lurah se-Kotamadya Jakarta Timur dilihat dari dimensi tangibility, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kelima dimensi tersebut masih memiliki nilai kepuasan yang negative. Dengan kata lain bahwa kualitas pelayanan masyarakat di kantor lurah se-Kotamadya Jakarta Timur belum memberikan kepuasan kepada masyarakat sebagai penerima layanan, sehingga perlunya ditanamkan sikap kepada aparat kelurahan bahwa kesediaan membantu kesulitan yang dihadapi masyarakat merupakan hal yang perlu dilakukan, namun yang harus diingat bahwa hal ini tidak terlepas dari peran pimpinan.
Lidya Erika (2003), penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis komponen yang berpengaruh terhadap kualitas pelayanan nasabah bank. Hasil analisis menyatakan terdapat kesenjangan antara persepsi dan harapan terhadap pelayanan secara keseluruhan dan terbukti bahwa kualitas pelayanan yang diberikan belum optimal. Kemudian pada dimensi reliability dan tangibility mempunyai hubungan tinggi terhadap kepuasan pelanggan, sehingga diharapkan adanya dukungan pengetahuan dan keterampilan pegawai untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Muhammad RIdha (2001), faktor-faktor yang berdampak pada kualitas pelayanan pelanggan di Matahari Departemen Store Group, ditinjau dari 5 (lima) dimensi, yaitu tangible, reliability, responsiveness, assurance dan emphaty. Hasil analisis menyatakan tingkat kompetensi sumber daya manusia internal sangat signifikan dalam menentukan kualitas layaan terhadap pelanggan. Selain itu kualitas pelayanan ditentukan juga oleh waktu, kondisi ruangan, keteraturan dan keamanan. Manajemen sumber daya manusia dan budaya organisasi mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kualitas pelayanan.
2.2. Komunikasi
Istilah komunikasi (bahasa inggris; communication) mempunyai banyak arti. Asal katanya (etimologi), istilah komunikasi berasal dari bahasa latin, yaitu communis, yang berarti sama (common). Dari kata communis berubah menjadi kata kerja kommunicare, yang berarti menyebarkan atau memberitahukan. Jadi menurut asal katanya, komunikasi berarti menyebarkan atau memberitahukan informasi kepada pihak lain guna mendapatkan pengertian yang sama. (Indrawan, 2006:143)
Umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti kedua belah pihak. Komunikasi juga dapat dilakukan secara non verbal jika bahasa verbal tidak dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Komunikasi non verbal dapat dilakukan dengan gerak-gerik badan, menunjukan sikap misalnya, tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu, mengangguk dan masih banyak lagi.
Komunikasi adalah suatu proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka. Menurut Handoko (2006: 272) komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke-orang lain. Dalam perpindahan pengertian tersebut tidak hanya sekedar kata-kata yang digunakan dalam sebuah percakapan, tetapi juga dibutuhkan ekspresi wajah, intonasi, titik putus vocal dan lain sebagainya.
Menurut Hovland dalam Effendy (2005:10) komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain. Seseorang dapat mempengaruhi sikap, pendapat dan perilaku orang lain apabila terjalin komunikasi yang komunikatif. Sementara paradigma Lasswell menjelaskan komunikasi meliputi unsur-unsur sebagai jawaban dari pertanyaan yang diajukkan (Who says, what in, which channel, to whom, with what effect?) diantaranya: komunikator, pesan, media, komunikasi, dan efek.
Komunikasi merupakan sarana untuk mengadakan koordinasi antara berbagai subsistem dalam organisasi. Menurut Kohler ada dua model komunikasi dalam rangka meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan perkantoran ini. Pertama, komunikasi koordinatif, yaitu proses komunikasi yang berfungsi untuk menyatukan bagian-bagian (subsistem) perkantoran. Kedua, komunikasi interaktif, ialah proses pertukaran informasi yang berjalan secara berkesinambungan, pertukaran pendapat dan sikap yang dipakai sebagai dasar penyesuaian di antara sub-sub sistem dalam perkantoran, maupun antara perkantoran dengan mitra kerja. Frekuensi dan intensitas komunikasi yang dilakukan juga turut mempengaruhi hasil dari suatu proses komunikasi tersebut.
Kompetensi komunikasi yang baik akan mampu memperoleh dan mengembangkan tugas yang diembannya, sehingga tingkat kinerja suatu organisasi menjadi semakin baik. Dan sebaliknya, apabila terjadi komunikasi yang buruk akibat tidak terjalinnya hubungan yang baik, sikap yang otoriter atau acuh, perbedaan pendapat atau konflik yang berkepanjangan, dan sebagainya, dapat berdampak pada hasil kerja yang tidak maksimal.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi merupakan proses penyampaian pesan dari seseorang komunikator kepada komunikan atau pengirim pesan dari satu pihak kepada pihak lain untuk
mendapatkan saling pengertian. Komunikasi dengan orang lain kadang sukses atau efektif mencapai maksud yang dituju, namun terkadang juga gagal. Adapun makna komunikasi yang efektif menurut Effendy (2005:11) adalah komunikasi yang berhasil menyampaikan pikiran dengan menggunakan perasaan yang disadari. Walter Lippman dalam Effendy (2005:11) juga menjelaskan komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berusaha memilih cara yang tepat agar gambaran dalam benak dan isi kesadaran dari komunikator dapat dimengerti, diterima bahkan dilakukan oleh komunikan.
Menurut Suranto (2005: 107) ada beberapa indikator komunikasi efektif, yaitu:
a.-Pemahaman
Ialah kemampuan memahami pesan secara cermat sebagaimana dimaksudkan oleh komunikator. Tujuan dari komunikasi adalah terjadinya pengertian bersama, dan untuk sampai pada tujuan itu, maka seorang komunikator maupun komunikan harus sama-sama saling mengerti fungsinya masing-masing. Komunikator mampu menyampaikan pesan sedangkan komunikan mampu menerima pesan yang disampaikan oleh komunikator.
b.-Kesenangan
Yakni apabila proses komunikasi itu selain berhasil menyampaikan informasi, juga dapat berlangsung dalam suasana yang menyenangkan kedua belah pihak. Suasana yang lebih rilex dan menyenangkan akan lebih enak untuk berinteraksi bila dibandingkan dengan suasana yang tegang. Karena komunikasi bersifat fleksibel. Dengan adanya suasana semacam itu, maka akan timbul kesan yang menarik.
c.-Pengaruh pada sikap
Tujuan berkomunikasi adalah untuk mempengaruhi sikap. Jika dengan berkomunikasi dengan orang lain, kemudian terjadi perubahan pada perilakunya, maka komunikasi yang terjadi adalah efektif, dan jika tidak ada perubahan pada sikap seseorang, maka komunikasi tersebut tidaklah efektif.
d.-Hubungan yang makin baik
Bahwa dalam proses komunikasi yang efektif secara tidak sengaja meningkatkan kadar hubungan interpersonal. Seringkali jika orang telah memiliki persepsi yang sama, kemiripan karakter, cocok, dengan sendirinya hubungan akan terjadi dengan baik.
e.-Tindakan
Komunikasi akan efektif jika kedua belah pihak setelah berkomunikasi terdapat adanya sebuah tindakan. Alexis Tan mengemukakan bahwa perlu ada daya tarik dengan similarity (kesamaan), familiarity (Iceakraban) dan proximity (Icesukaan). Seseorang biasanya akan cenderung lebih tertarik dengan orang lain karena memiliki faktor kesamaan (sama hobi, sama sifat), keakraban (keluarga, teman karib), dan kesukaan. Dengan kondisi seperti itu orang tidak merasa sungkan untuk berbicara, yakni menceritakan masalah hidupnya secara jujur tanpa adanya kecanggungan berkomunikasi dintara kedunya. Jika sudah demikian, maka antara satu dengan yang lainnya akan saling mempengaruhi dan dengan sendirinya komunikasi akan berlangsung secara efektif.
Adapun komunikasi bisa disebut efektif jika suara pesan:
a)-Diterima oleh pendengar yang dimaksud.
b)-Diinterpretasikan dengan cara yang pada dasarnya sama oleh penerima dan si
penerima.
c)-Diingat dalam jangka waktu yang cukup lama, dan
d)-Digunakan jika timbul keadaaan yang tepat (Gellerman, 1999: 66)
Keempat dari unsur ini penting sekali, dan jika salah satu tidak ada, maka komunikan tidaklah efektif. Dengan demikian, komunikasi hanya akan efektif jika memberikan pengaruh bagi perilaku.
Menurut Sentoso (2007: 103) prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam berkomunikasi dapat dirangkum dalam satu kata, yaitu REACH {Respect, Empathy, Audible, Clarity, Humble), yang berarti merengkuh atau meraih.
a)-Hukum pertama dalam berkomunikasi adalah Respect.
Respect merupakan sikap hormat dan sikap menghargai terhadap lawan bicara kita. Dengan sikap ini kita belajar untuk berhenti sejenak agar tidak mementingkan diri kita sendiri akan tetapi lebih mengutamakan kepentingan orang lain. Dengan informasi yang telah disampaikan kita berusaha untuk memahami orang lain dan menjaga sikap bahwa kita memang butuh akan informasi tersebut.
b)-Hukum kedua adalah Empathy
Yaitu kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Dalam hal ini kita berusaha untuk memahami sikap seseorang serta ikut dalam kondisi yang sedang dialami oleh seseorang tersebut, sehingga hubungan emisional pun akan lebih mudah terjalin. Biasanya orang akan lebih senang berkomunikasi dengan orang yang bisa membuat perasannya nyaman. Arti nyaman di sini adalah lebih pada perhatian dan pengertian seseorang dalam memahami sikap orang lain.
c)-Hukum ketiga adalah Audible
Makna dari audible antara lain: dapat didengarkan atau dimengerti dengan baik. Kunci utama untuk dapat menerapkan hukum ini dalam mengirimkan pesan adalah:
(1)-Buat pesan Anda mudah untuk dimengerti
(2)-Fokus pada informasi yang penting
(3)-Gunakan ilustrasi untuk membantu memperjelas isi dari pesan tersebut
(4)-Taruhlah perhatian pada fasilitas yang ada dan lingkungan di sekitar Anda
(5)-Antisipasi kemungkinan masalah yang akan muncul
(6)-Selalu menyiapkan rencana atau pesan cadangan(&ac£wp).
Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa komunikasi yang
efektif memerlukan kemampuan seseorang dalam menyampaikan pesan, menganalisis, serta cepat tanggap tehadap situasi dan kondisi yang ada.
d)-Hukum keempat adalah kejelasan dari pesan yang kita sampaikan
(Clarity)
Kejelasan dari pesan dibutuhkan adanya simbol atau isyarat, bahasa yang baik dan penegasan kata. Cara untuk menyiapkan pesan agar jelas yaitu:
(1)-Tentukan tujuan yang jelas
(2)-Luangkan waktu untuk mengorganisasikan ide kita
(3)-Penuhi tuntutan kebutuhan format bahasa yang kita pakai
(4)-Buat pesan anda jelas, tepat dan meyakinkan
(5)-Pesan yang disampaikan harus fleksibel.
Untuk menunjang uraian di atas juga perlu diperhatikan, bahwa untuk menyampaikan pesan tidak bisa hanya sekali saja, akan tetapi harus berulang kali, karena sifat dari pesan atau informasi biasanya informasi yang lama akan kalah dengan informasi yang baru. Agar pesan yang lama tersebut tidak dilupakan maka perlu diingatkan kembali. Maka dari itu, ketika menyampaikan sebuah pesan diusahakan semenarik mungkin, sehingga kesan dari epsan tersebut mampu bertahan lama.
e)-Hukum kelima dalam komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati {Humble)
Sikap seperti ini berarti juga tidak sombong, karena dengan kerendahan hati, seseorang akan lebih menghargai seseorang baik sikap, tindakan serta perkatannya. Dengan sikap seperti ini juga akan lebih memudahkan seseorang untuk menyampaikan pesan, karena pada dasarnya sikap seperti ini lebih mengutamakan kepentingan orang lain dari pada kepentingannya sendiri. Karena sikap ini lebih kepada bagaimana memahami orang lain, bukannya bagaimana orang lain memahami kita.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi dikatakan efektif apabila dalam suatu proses komunikasi itu, pesan yang disampaikan seorang komunikator dapat diterima dan dimengerti oleh komunikan, persis seperti yang dikehen-daki oleh komunikator, dengan demikian, dalam komunikasi itu komunikator berhasil menyampaikan pesan yang dimaksudkannya, sedang komunikan berhasil menerima dan memahaminya. Efektifnya sebuah komunikasi adalah jika pesan yang dikirim memberikan pengaruh terhadap komunikan, artinya bahwa informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik sehingga menimbulkan respon atau umpan balik dari penerimanya. Contohnya; adanya tindakan, hubungan yang makin baik dan pengaruh pada sikap.
2.3. Komunikasi Interpersonal
Pada dasarnya, setiap orang memerlukan komunikasi interpersonal sebagai salah satu alat bantu dalam kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam bidang apapun. Komunikasi interpersonal merupakan aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, dan merupakan cara untuk menyampaikan dan menerima pikiran-pikiran, informasi, gagasan, perasaan, dan bahkan emosi seseorang, sampai pada titik tercapainya pengertian yang sama antara komunikator dan komunikan. Secara umum, definisi komunikasi interpersonal adalah "Sebuah proses penyampaian pikiran-pikiran atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain tersebut mengerti apa yang dimaksud oleh penyampaian pikiran-pikiran atau informasi.
Secara kontekstual, komunikasi interpersonal digambarkan sebagai suatu komunikasi antara dua individu atau sedikit individu, yang mana saling berinteraksi, saling memberikan umpan balik satu sama lain. Namun, memberikan definisi kontekstual saja tidak cukup untuk menggambarkan komunikasi interpersonal karena setiap interaksi antara satu individu dengan individu lain berbeda-beda.
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang mempunyai efek besar dalam hal mempengaruhi orang lain terutama perindividu. Hal ini disebabkan, biasanya pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi bertemu secara langsung, tidak menggunakan media dalam penyampaian pesannya sehingga tidak ada jarak yang memisahkan antara komunikator dengan komunikan (face to face). Oleh karena saling berhadapan muka, maka masing-masing pihak dapat langsung mengetahui respon yang diberikan, serta mengurangi tingkat ketidak jujuran ketika sedang terjadi komunikasi. Sedangkan apabila komunikasi interpersonal itu terjadi secara sekunder, sehingga antara komunikator dan komunikan terhubung media, efek komunikasi sangat dipengaruhi oleh karakteristik intepersonalnya. Misalnya dua orang saling berkomunikasi melalui media telepon selular, maka efek komunikasi tidak semata-mata dipengaruhi oleh kualitas pesan dan kecanggihan media, namun yang lebih penting adalah adanya ikatan interpersonal yang bersifat emosional.
Meskipun komunikasi interpersonal ini merupakan aktivitas yang rutin kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari, namun kenyataan menunjukkan bahwa proses komunikasi interpersonal tidak selamanya mudah. Pada saat tertentu, kita menyadari bahwa perbedaan latar belakang sosial budaya antar individu telah menjadi faktor potensial menghambat keberhasilan komunikasi.
Muhammad (2005: 159) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi di antara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya di antara dua orang yang dapat langsung diketahui balikannya. Sedangkan Mulyana (2005: 73) menyatakan bahwa komunikasi interpersonal ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami isteri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru-murid dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal merupakan proses penyampaian informasi, pikiran dan sikap tertentu antara dua orang atau lebih yang terjadi pergantian pesan baik sebagai komunikan maupun komunikator dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian, mengenai masalah yang akan dibicarakan yang akhirnya diharapkan terjadi perubahan perilaku.
Komunikasi interpersonal diistilahkan sebagai komunikasi yang terjadi antara beberapa individu (bukan banyak individu) yang saling kenal satu sama lainnya dalam periode waktu tertentu. Dengan kata lain, seseorang akan memandang individu lain sebagai seorang yang unik, tergantung dari kualitas hubungan interpersonal dengan orang tersebut. Fakta yang harus di perhatikan, bahwa dalam berkomunikasi perhatian seseorang justru lebih tertuju kepada figure orang yang berkomunikasi dengannya. Dari perbedaan latar belakang pendidikan, latar belakang budaya, perbedaan kemampuan, perbedaan karakter dari tiap orang dan faktor-faktor lainnya akan mempengaruhi tingkat keefektifan komunikasi.