Heryanto (2008) meneliti tentang "Pengaruh Gaya Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan dengan Motivasi sebagai Variabel Pemoderasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pria Tangerang". Berdasarkan hasil analisis, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) persamaan regresi yang diperoleh adalah: Y = 47,933 + 0,646X1 + 0,088X1.X2. Berdasarkan persamaan di atas menunjukkan bahwa variabel motivasi memoderasi pengaruh antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pria Tangerang; 2) Hasil analisis uji t, didapatkan nilai t hitung untuk gaya kepemimpinan sebesar 2,353 > ttabel (2,000) dan interaksi variabel gaya kepemimpinan dan motivasi kerja didapatkan thitung (2,328)
> ttabel (2,000), artinya ada pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pria Tangerang, dan variabel motivasi memoderasi pengaruh antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan di
Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pria Tangerang; 3) Hasil uji F diperoleh Fhitung
> Ftabel ; 86,646 > 3,150 maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti variabel motivasi memoderasi pengaruh antara gaya kepemimpinan terhadap kinerja karyawan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pria Tangerang. Etikawaty (2007) dalam penelitiannya di LP Kelas I Surakarta menyatakan bahwa motivasi dan disiplin mempengaruhi kinerja petugas. Hal ini terlihat dari indikator:
1. Kurangnya pemahaman mengenai fungsi dan tanggung jawab kerja petugas LP
2. Prilaku indisipliner seperti tidak masuk kerja dengan alasan sakit, terlambat masuk kantor, sering meninggalkan kantor pada jam kerja, menunda peneyelesaian pekerjaan, dan tidak menggunakan pakaian dinas ketika bekerja.
3. Melaksanakan tugas bila diperintah. Desmaniar (2006) melakukan penelitian untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja dengan judul "Hubungan Kepemimpinan dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Pegawai Biro Umum Sekretariat Jendral Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia". Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara kepemimpinan dengan kinerja memiliki hubungan yang signifikan, besar hubungan tersebut positif, sedang dengan angka korelasi ( r = 0,501 ), motivasi kerja dengan kinerja memiliki hubungan yang signifikan, positif dan sedang dengan r = 0,429 dan antara kepemimpinan dan motivasi secara bersama-sama dengan kinerja memiliki hubungan signifikan, positif dengan r = 0,568, besar hubungan tersebut berpedoman kepada interpretasi koefisien korelasi adalah sedang. Disamping itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kontribusi variabel kepemimpinan dan motivasi kerja secara bersama terhadap kinerja adalah sebesar 32,3%, sedangkan 67,7% dipengaruhi oleh faktor lain di luar faktor kepemimpinan dan motivasi kerja.
2.2. Teori Tentang Kepemimpinan
2.2.1. Pengertian Kepemimpinan dan Gaya Kepemimpinan
Setiap dan semua organisasi apapun jenisnya pasti memiliki dan memerlukan seorang pimpinan tertinggi dan manajer tertinggi (top manager) yang harus menjalankan kegiatan kepemimpinan dan manajemen bagi keseluruhan organisasi sebagai satu kesatuan (Nawawi, 2003).
Robbins (1999) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian (tujuan), pendapat ini memandang semua anggota kelompok/organisasi sebagai satu kesatuan, sehingga kepemimpinan diberi makna sebagai kemampuan mempengaruhi semua anggota kelompok/organisasi agar bersedia melakukan kegiatan/bekerja untuk mencapai tujuan kelompok/organisasi.
Rivai (2004) menyatakan bahwa "Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya kepemimpinn adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh seorang pemimpin".
Gaya kepemimpinan yang paling tepat digunakan oleh seorang pimpinan adalah suatu gaya yang dapat memaksimumkan kinerja dari para pegawainya. Untuk menentukan gaya yang paling efektif dalam memimpin para pegawai dalam suatu organisasi perlu mempertimbangkan kekuatan yang ada dalam tiga unsur, yaitu pemimpin, bawahan, dan situasi secara menyeluruh (Rivai, 2004).
Menurut Mangkuprawira (2004) "Kepemimpinan" bukanlah sekedar bakat atau sesuatu yang hanya dapat diperoleh sebagai faktor keturunan atau bawaan, tetapi dapat dimiliki oleh setiap orang melalui proses belajar artinya kepemimpinan itu dapat dipelajari.
Suatu usaha mempengaruhi orang antar perseorangan (interpersonal) lewat proses komunikasi untuk mencapai sesuatu atau beberapa tujuan. Suatu bentuk dominasi yang didasari oleh kapabilitas/kemampuan pribadi: yaitu mampu mendorong dan mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan bersama (Kartono, 1991).
Dari beberapa pengertian tentang kepemimpinan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan erat kaitannya dengan kemampuan seseorang untuk memprakarsai tindakan anggota kelompok dalam upaya memecahkan masalah kelompok atau mencapai tujuan kelompok. Kepemimpinan adalah suatu fungsi yang harus dilaksanakan dalam suatu organisasi, sebab kepemimpinan itulah yang setiap kali mengambil keputusan tentang hal-hal yang harus dilakukan oleh organisasi atau kelompok (Mangkuprawira, 2004).
Mengingat kepemimpinan bukan merupakan sifat bawaan atau turunan, maka setiap orang mempunyai peluang untuk dapat melaksanakan fungsi kepemimpinan. Fungsi kepemimpinan dapat dilakukan setiap orang, namun orang yang memiliki hak dan wewenang untuk menjalankan tugas kepemimpinan disebut pimpinan. Meskipun demikian tidak sedikit pemimpin yang kurang mampu menjalankan tugas kepemimpinan dengan baik, sebaliknya seseorang yang bukan pemimpin dapat menjalankan fungsi kepemimpinan secara baik.
Menurut Sutarto (1998), kepemimpinan adalah suatu rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Mangkunegara (2007) menyatakan bahwa dalam mendiskripsikan kepemimpinan senantiasa terdapat variabel-variabel: (1) adanya seorang pemimpin, (2) adanya kelompok yang dipimpin, (3) adanya tujuan yang ingin dicapai, (4) adanya aktivitas, (5) adanya interaksi, dan (6) adanya otoritas.
Mangkuprawira (2004) menyebutkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu kemampuan, proses, atau fungsi pada umumnya untuk mempengaruhi orang-orang agar berbuat sesuatu dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya Mangkuprawira (2004) menyatakan bahwa kepemimpinan penting dalam kehidupan bersama dan kepemimpinan itu hanya melekat pada diri individu, dan kepemimpinan itu harus mengena kepada setiap pegawai yang dipimpinnya. Hal ini berarti harus diakui secara timbal balik, misalnya sasaran yang dipimpin harus mengakui bahwa orang tersebut adalah pimpinannya.
Berkait dengan soal kepemimpinan organisasi dan kemampuan memotivasi, sangat tergantung pada potensi keupayaan dan kemampuan seorang pemimpin membentuk arah, wawasan, tujuan, prinsip, dan membina budaya. Kemampuan memotivasi juga sangat dipengaruhi oleh kesiapan pemimpin dalam menimbulkan motivasi dalam dirinya, sehingga dapat dijadikan teladan dalam memotivasi orang lain atau pengikutnya.
Hubungan pemimpin dengan anggota berkaitan dengan derajat kualitas emosi dari hubungan tersebut, yang mencakup tingkat keakraban dan penerimaan anggota terhadap pemimpinnya. Semakin yakin dan percaya anggota kepada pemimpinnya, semakin efektif kelompok dalam mencapai tujuannya. Dalam hubungan pemimpin dengan anggotanya perlu diperhatikan antisipasi kepuasaan anggota dan harus dipadukan dengan tujuan kelompok, motivasi anggota dipertahankan tinggi, kematangan anggota dalam pengambilan keputusan dan adanya tekad yang kuat dalam mencapai tujuan (Mangkuprawira, 2004).
Faktor-faktor penting yang terdapat dalam pengertian kepemimpinan: (1) Pendayagunaan pengaruh, (2) Hubungan antar manusia, (3) Proses komunikasi, dan (4) pencapaian suatu tujuan. Kepemimpinan tergantung pada kuatnya pengaruh yang diberikan serta intensitas hubungan antara pemimpin dengan pengikut (Rivai, 2004).
Berdasarkan uraian-uraian di atas berarti setiap dan semua pemimpin dan calon pemimpin perlu memahami pengertian kepemimpinan, sebelum melakukan usaha meningkatkan efektivitas organisasinya. Untuk itu pada giliran berikutnya seorang pemimpin dan calon pemimpin perlu pula mengetahui dan memahami berbagai teori kepemimpinan dan teori-teori pendukungnya, agar memiliki wawasan sejalan dengan orientasi baru dalam kepemimpinan.
Wawasan sebagai orientasi baru itu selain perlu dipahami juga harus dapat dimplementasikan dalam mewujudkan kepemimpinannya untuk mengefektifkan organisasi, agar memberi manfaat yang lebih besar bagi pemimpin, anggota organisasi yang dipimpin, masyarakat khususnya pihak yang dilayani organisasinya, bahkan juga untuk bangsa dan negaranya.
Gaya kepemimpinan adalah merupakan cara-cara orang memimpin. Sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan kepribadian sendiri yang unik khas. Sebagai gaya yang diterapkan oleh seorang pemimpin pada situasi tertentu, demi tercapainya tujuan yang telah ditetapkan (Mangkuprawira, 2004).
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan dalam mempengaruhi anggotanya untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. (1) Gaya Kepemimpinan Autocratic
Mardikanto (1993) menyebutkan bahwa otokrasi merupakan gaya kepemimpinan yang mengarah kepada pengambilan keputusan tergantung kepada pemimpinnya sendiri.
Kartono (1991) menyatakan bahwa kepemimpinan otokrasi mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang mutlak harus dipatuhi. Pemimpinnya selalu mau berperan sebagai pemain tunggal (one man show).
Dari kedua pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa otokrasi merupakan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada pemimpin, dimana segala keputusan dilakukannya sendiri, tanpa mau berkonsultasi dengan anggotanya. Setiap perintah dan kebijakan ditetapkan tanpa konsultasi dengan bawahannya.
Pemimpin otokrasi senantiasa berkuasa absolut, tunggal dan merajai keadaan. Pemimpin mau bersikap "baik"sepanjang bawahannya patuh secara mutlak terhadap dirinya.
(2) Gaya Kepemimpinan Autoritarian
Gaya kepemimpinan autotarian pada hakikatnya sama dengan gaya kepemimpinan otokratis. Prinsip dan gaya ini adalah segala keputusan terpusat pada pemimpin. Anggota atau bawahan hanya menjalankan segala sesuatu yang diputuskan pemimpin tanpa pernah mengajak untuk berkonsultasi. Hubungan antara pemimpin dan anggotanya pada gaya ini sangat kaku.
(3) Gaya Kepemimpinan Task Oriented
Mangkuprawira (2004) mengatakan bahwa gaya kepemimpinan yang sepenuhnya berorientasi pada tugas yang harus diselesaikan oleh organisasi disebut dengan gaya kepemimpinan task oriented.
Gaya kepemimpinan ini sangat mengutamakan terlaksananya tugas dengan baik, dengan mengabaikan perasaan tidak senang anggotanya. Dengan kata lain, hubungan antara pimpinan dengan anggotanya bukan merupakan sesuatu yang penting.
Rivai (2004) menyatakan bahwa pemimpin yang memusatkan perhatiannya pada pekerjaan dengan melakukan pengawasan yang ketat sehingga bawahan menjalankan tugas mereka dengan menggunakan prosedur khusus, merupakan gaya kepemimpinan job-centered. Selanjutnya dikatakan, bahwa tipe pemimpin ini mendasarkan diri pada paksaan, imbalan, dan kekuasaan yang sah untuk mempengaruhi perilaku dan hasil karya anggotanya.