TESIS ANALISIS PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASIONAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

Tuesday, February 16, 2016
T-(0016) TESIS ANALISIS PENGARUH KEPUASAN KERJA DAN MOTIVASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DENGAN KOMITMEN ORGANISASIONAL SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

BAB II 
TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN MODEL

2.1 Konsep Dasar
2.1.1 Kinerja Karyawan
Setiap perusahaan ingin karyawannya memiliki kemampuan menghasilkan suatu kinerj a yang tinggi. Hal ini sangat sulit dicapai apabila kary awan yang bekerja di dalamnya merupakan orang - orang yang tidak produktif. Perusahaan kadang kala tidak memiliki kemampuan untuk membedakan mana karyawan yang produktif atau mana karyawan yang tidak produktif. Perusahaan yang sangat berorientasi pada profit, banyak yang memandang bahwa karyawan adalah mesin pencetak uang sehingga perusahaan lupa untuk memberikan maintenance dengan baik. Padahal karyawan itu sendiri adalah sebuah investasi yang perlu untuk selalu dipelihara agar dapat berproduksi dengan semaksimal mungkin.
Konsep tentang kinerja diungkapkan oleh Dessler (1992) yang mendefinisikan kinerja sebagai prestasi kerja yakni perbandingan antara hasil kerja yang secara nyata dengan standar kerja yang ditetapkan. Dengan demikian, kinerja menfokuskan pada hasil kerjanya. Bernaders dan Russel (1993: 379) menyatakan kinerja sebagai "performance is defined as the record of outcomes produced on specified job function or activity during a specified time period". Hal tersebut berarti bahwa kinerja dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau hasil dari suatu aktivitas selama periode waktu tertentu. Hasibuan (1997) juga menjelaskan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu. Lebih lanjut, Hasibuan mengungkapkan bahwa kinerja merupakan gabungan tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi pekerja. Apabila kinerja tiap individu atau karyawan baik, maka diharapkan kinerja perusahaan akan baik pula.
Beragam penilaian kinerja telah diteliti sebelumnya. Tsui et al (1997) dalam Fuad Mas'ud (2004) melakukan penilaian terhadap kinerja sumber day a manusia berdasarkan perilaku yang spesifik (judgement performance evaluation) dengan menggunakan sebelas kriteria yaitu (1) kuantitas kerja karyawan, (2) kualitas kerja karyawan, (3) efisiensi karyawan, (4) standar kualitas karyawan, (5) usaha karyawan, (6) standar profesional karyawan, (7) kemampuan karyawan terhadap pekerjaan inti, (8) kemampuan karyawan menggunakan akal sehat, (9) ketepatan karyawan, (10) pengetahuan karyawan, dan (11) kreativitas karyawan. 2.1.2 Komitmen organisasional
Keberhasilan pengelolaan organisasi sangatlah ditentukan oleh keberhasilan dalam mengelola SDM. Dalam studi manajemen sumber day a manusia, komitmen organisasional sebagai salah satu aspek yang mempengaruhi perilaku manusia dalam organisasi telah menjadi hal penting yang telah banyak didiskusikan dan diteliti. Alasannya sangat sederhana, contohnya sebaik apapun visi, misi, dan tujuan organisasi, tidak akan tercapai jika tidak ada komitmen dari anggota organisasinya (Johnson Dongoran, 2001). Seberapa jauh komitmen karyawan terhadap organisasi tempat mereka bekerja sangatlah menentukan organisasi itu dalam mencapai tujuannya. Beberapa organisasi berani memasukkan unsur komitmen sebagai salah satu syarat untuk menempati posisi atau jabatan yang ditawarkan dalam iklan lowongan pekerjaan, namun tidak jarang para pelaku organisasi masih belum memahami makna komitmen tersebut secara sungguh-sungguh. Dalam rangka memahami komitmen karyawan terhadap organisasi yang sebenarnya, maka beberapa ahli memberikan pengertian dan pandangan mereka.
Mowday et. al. (1982) mendefinisikan komitmen organisasional sebagai kekuatan relatif dari identifikasi individu dan keterlibatan dalam organisasi khusus, meliputi kepercayaan, dukungan terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan keinginan yang kuat untuk menggunakan upaya yang sungguh-sungguh untuk kepentingan organisasi, dan kemauan yang kuat untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi. Komitmen organisasional menunjuk pada pengidentifikasian tujuan karyawan dengan tujuan organisasi, kemauan untuk mengerahkan segala upaya kepentingan organisasi dan keterikatan untuk tetap menjadi bagian organisasi (Mowday, Steers, Porter, 1979). Sebagai definisi yang umum, Luthans (1995) mengartikan komitmen organisasional merupakan sikap yang menunjukkan loyalitas karyawan dan merupakan proses berkelanjutan bagaimana seorang anggota organisasi mengekspresikan perhatian mereka kepada kesuksesan dan kebaikan organisasinya.
Allen dan Meyer (1993) mengajukan tiga model komitmen organisasional dan direfleksikan dalam tiga pokok utama yaitu:
(1) Affective commitment adalah keinginan untuk bekerja pada perusahaan karena sepakat terhadap tujuan organisasi dan ada keinginan untuk menjalankannya.
(2) Continuance commitment adalah keinginan untuk tetap bekerja pada perusahaan karena tidak ingin kehilangan sesuatu yang terkait dengan pekerjaannya.
(3) Normative commitment adalah keinginan untuk bekerja pada perusahaan karena adanya tekanan dari pihak lain. Allen dan Meyer (1993) berpendapat setiap komponen tersebut memiliki dasar yang berbeda, yaitu :
1. Komponen affective berkaitan dengan emosional, identifikasi, dan keterlibatan karyawan di dalam suatu organisasi.
2. Komponen continuance berarti komponen berdasarkan persepsi karyawan tentang kerugian yang akan dihadapi jika meninggalkan organisasi.
3. Komponen normative merupakan perasaan - perasaan karyawan tentang kewajiban yang harus diberikan kepada organisasi. Karyawan dengan komponen affective tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi. Sementara itu, karyawan dengan komponen continuance tinggi tetap bergabung dengan organisasi karena mereka membutuhkan organisasi. Karyawan yang memiliki komponen normative tinggi tetap menjadi anggota organisasi karena mereka harus melakukannya.
Setiap karyawan memiliki dasar dan perilaku yang berbeda tergantung pada komitmen organisasional yang dimilikinya. Karyawan yang memiliki komitmen organisasional dengan dasar affective memiliki tingkah laku yang berbeda dengan karyawan yang berdasarkan continuance. Karyawan yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk menggunakan usaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya mereka yang terpaksa menjadi anggota akan menghindari kerugian finansial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal. Sementara itu, komponen normative yang berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normative menimbulkan perasaan kewajiban pada pegawai untuk memberi balasan atas apa yang telah diterimanya dari organisasi.
2.1.3 Kepuasan Kerja
Seorang karyawan akan merasa nyaman dan tinggi loyalitasnya pada perusahaan apabila memperoleh kepuasan kerja sesuai dengan apa yang diinginkan. Menurut Dole and Schroeder (2001), kepuasan kerja dapat didefinisikan sebagai perasaan dan reaksi individu terhadap lingkungan pekerjaannya, sedangkan Testa (1999) mendefinisikan kepuasan kerja merupakan kegembiraan atau pernyataan emosi yang positif hasil dari penilaian salah satu pekerjaan atau pengalaman-pengalaman pekerjaan. Locke (dalam Testa, 1999) juga menjelaskan bahwa bahwa kepuasan kerja mencerminkan kegembiraan atau sikap emosi positif yang berasal dari pengalaman kerja seseorang. Kegembiraan yang dirasakan oleh karyawan akan memberikan dampak sikap yang positif bagi karyawan.

Artikel Terkait

Previous
Next Post »