SKRIPSI KEEFEKTIFAN PERMAINAN KOOPERATIF DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK PRASEKOLAH

Wednesday, January 13, 2016
(0005-PSIKOLOGI) SKRIPSI KEEFEKTIFAN PERMAINAN KOOPERATIF DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN SOSIAL ANAK PRASEKOLAH

BAB 2 
LANDASAN TEORI

2.2. Keterampilan Sosial Anak Pra Sekolah
2.1.1 Pengertian Keterampilan Sosial
Menurut Combs & Slaby (dalam Cartledge & Milburn 1995: 3) keterampilan sosial merupakan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dalam konteks sosial dengan cara-cara khusus yang dapat diterima oleh lingkungan dan pada saat bersamaan dapat menguntungkan individu, atau bersifat saling menguntungkan atau menguntungkan orang lain. Definisi lain dikemukakan oleh Libet & Lewinsohn (dalam Cartledge & Milburn 1995: 3) yang menjelaskan bahwa keterampilan sosial merupkan suatu kemampuan yang kompleks untuk melakukan perbuatan yang akan diterima dan menghindari perilaku yang akan ditolak oleh lingkungan.
Keterampilan sosial merupakan bagian dari kompetensi sosial. Cavell (dalam Cartledge & Milburn 1995: 4) menyebutkan bahwa kompetensi sosial terdiri dari tiga kontrak yaitu penyesuaian sosial, performansi sosial, dan keterampilan sosial. Bagi seorang anak, keterampilan dan kompetensi sosial merupakan faktor yang penting untuk memulai dan memiliki hubungan sosial yang positif. Anak yang tidak memiliki keterampilan sosial dan dinilai oleh sebaya sebagai anak yang tidak memiliki kompetensi sosial, akan kesulitan dalam
memulai dan menjalani hubungan yang positif dengan lingkungannya, bahkan boleh jadi akan ditolak atau diabaikan oleh lingkungannya.
Yanti (2005) menyebutkan bahwa keterampilan sosial merupakan suatu kemampuan mengatur pikiran, emosi dan perilaku untuk memulai dan memelihara hubungan atau interaksi dengan lingkungan sosial secara efektif dengan mempertimbangkan norma dan kepentingan sosial serta tujuan pribadi. Memperhatikan usaha komunikasi orang lain dan memiliki kemauan untuk memenuhi permintaan partner sosial, sesuai dengan konsep situasi khusus yang dikemukakan oleh Hersen & Bellack (dalam Cartledge & Milburn 1995: 9) yang menyatakan bahwa efektifitas suatu perilaku tergantung pada konteks dan parameter situasi, maka individu yang memiliki keterampilan sosial akan lebih efektif karena ia mampu memilih dan melakukan perilaku yang tepat sesuai dengan tuntutan lingkungan. Berdasarkan prinsip situasi khusus ini pula, sulit untuk menyusun daftar yang lengkap tentang keterampilan sosial apa yang harus dimiliki anak agar selalu berhasil dalam sosialisasi, karena sebagaimana kehidupan sosial, kesempatan untuk berhasil secara sosial juga dapat berubah sesuai waktu, konteks, dan budaya.
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keterampilan sosial merupakan suatu kemampuan yang dimiliki untuk berinteraksi sosial dengan lingkungan di sekitarnya dalam rangka memenuhi kebutuhan untuk dapat diterima oleh orang lain atau teman sebaya agar ia memperoleh rasa dibutuhkan dan rasa berharga serta menguntungkan diri sendiri dan orang lain.

2.1.2 Aspek-aspek Keterampilan Sosial
Secara lebih spesifik, Elksnin & Elksnin (dalam Adiyanti 1999: 7) mengidentifikasi keterampilan sosial dengan beberapa ciri, yaitu :
1. Perilaku Interpersonal
Aspek ini merupakan perilaku yang menyangkut keterampilan yang dipergunakan selama melakukan interaksi sosial. Perilaku ini disebut juga keterampilan menjalin persahabatan, misalnya memperkenalkan diri, menawarkan bantuan, dan memberikan atau menerima pujian. Keterampilan ini kemungkinan berhubungan dengan usia dan jenis kelamin.
2. Perilaku yang Berhubungan dengan Diri Sendiri
Aspek ini merupakan keterampilan mengatur diri sendiri dalam situasi sosial, misalnya keterampilan menghadapi stress, memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan dan sejenisnya. Dengan kemampuan ini, maka dapat memperkirakan kejadian-kejadian yang mungkin akan terjadi dan dampak perilakunya pada situasi sosial tertentu.
3. Perilaku yang Berhubungan dengan Kesuksesan Akademik
Aspek ini merupakan perilaku atau keterampilan sosial yang dapat mendukung prestasi belajar di sekolah, misalnya mendengarkan dengan tenang saat guru menerangkan pelajaran. Mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, melakukan apa yang diminta oleh guru, dan semua perilaku mengikuti aturan kelas.
4. Peer Acceptance
Aspek ini merupakan perilaku yang berhubungan dengan penerimaan teman sebaya, misalnya memberi salam, memberi dan meminta informasi, mengajak teman terlibat dalam suatu aktivitas, dan dapat menangkap dengan tepat emosi orang lain.
5. Keterampilan Komunikasi
Keterampilan komunikasi merupakan salah satu keterampilan yang diperlukan untuk menjalin hubungan sosial yang baik. Kemampuan anak dalam berkomunikasi dapat dilihat dalam beberapa bentuk, antara lain menjadi pendengar yang responsif, mempertahankan perhatian dalam pembicaraan dan memberikan umpan balik terhadap kawan bicara.

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Sosial
Sebagai suatu kemampuan yang diperoleh melalui proses belajar, menurut Rubin, Bukowski & Parker (1988) perkembangan keterampilan sosial anak tergantung pada beberapa faktor, yaitu : 2.1.3.1 Kondisi Anak
Beberapa kondisi yang mempengaruhi tingkat keterampilan sosial anak menurut Rubin, Bukowski & Parker (1988), antara lain temperamen anak, regulasi emosi, serta kemampuan sosial kognitif nya.
Penelitian menunjukkan bahwa anak yang memiliki temperamen sulit dan cenderung mudah terluka secara psikis, biasanya akan takut atau malu-malu dalam menghadapi stimulus sosial yang baru, sedangkan anak-anak yang ramah dan terbuka lebih responsif terhadap lingkungan sosial. Selain itu anak-anak
yang memiliki temperamen sulit ini cenderung lebih agresif dan impulsif sehingga sering ditolak oleh teman sebaya. Kedua kondisi ini menyebabkan kesempatan mereka untuk berinteraksi dengan teman sebaya berkurang, padahal interaksi merupakan media yang penting dalam proses belajar keterampilan sosial.
Kemampuan mengatur emosi juga mempengaruhi keterampilan sosial anak. Anak yang mampu bersosialisasi dan mengatur emosi akan memiliki keterampilan sosial yang baik sehingga kompetensi sosialnya juga tinggi. Anak yang kurang mampu bersosialisasi namun mampu mengatur emosi, maka walau jaringan sosialnya tidak luas tetapi ia mampu bermain secara konstruktif dan berani bereksplorasi saat bermain sendiri, sedangkan anak-anak yang mampu bersosialisasi namun kurang dapat mengontrol emosi, cenderung akan berperilaku agresif dan merusak. Adapun anak-anak yag tidak mampu bersosialisasi dan mengontrol emosi, cenderung lebih pencemas dan kurang berani bereksplorasi.
Perkembangan keterampilan sosial anak juga dipengaruhi oleh kemampuan sosial kognitif nya, yaitu keterampilan memproses semua informasi yang ada dalam proses sosial. Kemampuan ini antara lain kemampuan mengenali isyarat sosial, menginterpretasi isyarat sosial dengan cara yang tepat dan bermakna, mengevaluasi isyarat dari beberapa kemungkinan respon serta memilih respon yang akan dilakukan. Kemampuan sosial kognitif lain yang juga penting ialah kemampuan empati. Semakin baik keterampilan memproses informasi sosial anak, maka akan semakin mudah baginya untuk membentuk hubungan dengan orang lain, yang berarti akan menambah luas jaringan sosial sebagai media pengembangan keterampilan sosial.

2.1.3.2 Inter aksi Anak dengan Lingkungan
Anak banyak belajar mengembangkan keterampilan sosial baik dengan proses modelling terhadap perilaku orang tua dan teman sebaya, ataupun melalui penerimaan penghargaan saat melakukan sesuatu yang tepat dan penerimaan hukuman saat melakukan sesuatu yang tidak pantas menurut orang tua dan teman sebaya..
Keterampilan sosial anak terutama dipengaruhi oleh proses sosialisasinya dengan orang tua yang mulai terjalin sejak awal lahir. Sebagai figur yang paling dekat dengan anak, orang tua tidak hanya berperan dalam mengajarkan ketrampilan sosial secara langsung pada anak, tetapi juga berperan dalam pembentukan hubungan dengan lingkungan terutama dengan teman sebaya (Hetherington, dalam Yanti (2005)). Seiring bertambahnya usia, pengaruh teman sebaya sangat menonjol sebagai sumber penguat dan model. Anak memperoleh rentang pengetahuan yang luas dan bermacam-macam respon dengan cara mengobservasi dan melakukan imitasi perilaku teman sebayanya, dan dengan adanya penguat anak akan mampu menilai respon mana yang dapat diterima oleh teman-temannya.
Menurut Pettit dan Mize (dalam Rubin, Bukowski & Parker 1998: 125)
bahwa orang tua mempengaruhi perkembangan perilaku sosial, pada interaksi dan
kualitas hubungan anak dengan teman sebaya melalui:
1. Memberi anak kesempatan untuk berhubungan dengan teman sebayanya
2. Mengawasi pertemuan anak dengan teman sebaya (bila dibutuhkan)
3. Mengajarkan anak untuk mampu memenuhi tugas-tugas yang berkaitan dengan hubungan interpersonal dengan teman sebaya, dan
4. Menegakkan disiplin terhadap perilaku yang tidak dapat diterima dan maladaptive.
Anak yang memiliki hubungan sosial yang positif dan lebih populer memilki keterampilan sosial yang lebih baik dibandingkan anak yang kurang mampu bersosialisasi. Begitu pula anak yang jaringan sosialnya terbatas.
Keterampilan sosial dalam perkembangannya termasuk dalam perkembangan sosial yang dipelajari atau dilalui anak untuk memenuhi tahap-tahap perkembangan. Menurut Soetarno (Nugraha 2004: 4.10) berpendapat bahwa ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, dan kedua faktor tersebut dilengkapi oleh Hurlock (Nugraha 2004: 4.10) dengan faktor ketiga yaitu faktor pengalaman awal yang diterima anak, yaitu:
1. Faktor lingkungan keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial anak. Di dalam keluarga yang interaksi sosialnya berdasarkan simpati inilah manusia pertama kali belajar memperhatikan keinginan-keinginan orang lain, belajar bekerja sama, belajar membantu orang lain. Pengalaman berinteraksi sosial dalam keluarga turut menentukan tingkah laku terhadap orang-orang lain dalam kehidupan sosial di luar keluarga. Diantara faktor yang terkait dengan keluarga dan yang banyak berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak ialah : a. Status sosial ekonomi keluarga

Artikel Terkait

Previous
Next Post »