Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia adalah pertentangan atau konflik. Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu obyek permasalahan. Menurut Winardi, Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu obyek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
Pengertian sengketa pertanahan dirumuskan dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 tahun 1999 tentang Tata Cara Penanganan Sengketa Pertanahan, selanjutnya disebut PMNA/KBPN 1/1999, yaitu:
" Perbedaan pendapat antara pihak yang berkepentingan mengenai keabsahan suatu hak, pemberian hak atas tanah, pendaftaran hak atas tanah, termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya serta pihak yang berkepentingan yang merasa mempunyai hubungan hukum dan pihak lain yang berkepentingan terpengaruh oleh status hukum tanah tersebut."
Menurut Sarjita, sengketa pertanahan adalah :
"Perselisihan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang merasa atau dirugikan pihak-pihak tersebut untuk penggunaan dan penguasaan hak atas tanahnya, yang diselesaikan melalui musyawarah atau melalui pengadilan."47
Sedangkan menurut Ali Achmad berpendapat :48
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Dari kedua pendapat diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sanksi hukum bagi salah satu diantara keduanya. Kemudian sebagaimana defenisi sengketa diatas terdapat beberapa bentuk sengketa yang sering dijumpai yakni :
1. Sengketa dibidang Ekonomi
2. Sengketa dibidang Pajak
3. Sengketa dibidang Internasional
4. Sengketa dibidang Pertanahan
47 Sarjita, Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, (Yogyakarta : Tugujogja
Pustaka, 2005), halaman 8.
48 Ali. Achmad Chomzah, Seri Hukum Pertanahan III Penyelesaian Sengketa Hak Atas
Tanah dan Seri Hukum Pertanahan IV Pengadaan Tanah Instansi Pemerintah, (Jakarta : Prestasi
Pustaka, 2003), halaman 14.
Sebagaimana bentuk-bentuk sengketa yang dipaparkan diatas maka yang menjadi pokok dalam pembahasan ini adalah sengketa dibidang pertanahan. Sengketa dibidang pertanahan dapat didefenisikan menurut Ira wan Surojo yakni :49
Sengketa tanah adalah merupakan konflik antara dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan berbeda terhadap satu atau beberapa obyek hak atas tanah yang dapat mengakibatkan akibat hukum bagi keduanya.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas Edi Prajoto juga mengatakan bahwa :50 Sengketa tanah adalah merupakan konflik antara dua orang atau lebih yang sama mempunyai kepentingan atas status hak obyek tanah antara satu atau beberapa obyek tanah yang dapat mengakibatkan akibat hukum tertentu bagi para pihak.
Dari definisi diatas maka dapat dikatakan bahwa sengketa tanah adalah merupakan konflik antara beberapa pihak yang mempunyai kepentingan yang sama atas bidang-bidang tanah tertentu yang oleh karena kepentingan tersebut maka dapat menimbulkan akibat hukum. Dalam bidang pertanahan ada dikenal sengketa sertipikat ganda dimana pada satu obyek tanah diterbitkan dua sertipikat, dimana hal ini dapat mengakibatkan akibat hukum. Sengketa sertipikat ganda adalah bentuk kesalahan administratif oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (disingkat BPN) dalam hal melakukan pendataan/pendaftaran tanah pada satu obyek tanah yang mengakibatkan terjadinya penerbitan sertipikat tanah yang bertindih sebagian atau keseluruhan tanah milik orang lain.
Adapun beberapa tipologi sengketa dibidang pertanahan yang marak menjadi perhatian dewasa ini adalah :51
1. Pendudukan tanah perkebunan atau non perkebunan atau tanah kehutanan dan atau tanah aset Negara/Pemerintah, yang dianggap tanah terlantar.
2. Tuntutan pengembalian tanah atas dasar ganti rugi yang belum selesai, mengenai tanah-tanah perkebunan, non perkebunan, tanah bekas tanah partikelir, bekas
tanah hak barat, tanah kelebihan maksimum dan pengakuan hak ulayat.
3. Tumpang tindih status tanah atas dasar klaim bekas eigendom, tanah milik adat dengan bukti girik, dan atau Verponding Indonesia, tanah obyek landreform dan Iain-lain.
4. Tumpang tindih putusan pengadilan mengenai sengketa tanah.
Timbulnya sengketa hukum mengenai tanah berawal dari pengaduan suatu pihak (orang atau badan hukum) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.52 Sifat permasalahan dari suatu sengketa ada beberapa macam:53
1. Masalah yang menyangkut prioritas untuk dapat ditetapkan sebagai pemegang hak yang sah atas tanah yang berstatus hak atas tanah yang belum ada haknya.
2. Bantahan terhadap sesuatu alas hak/bukti perolehan yang digunakan sebagai dasar pemberian hak.
3. Kekeliruan/kesalahan pemberian hak yang disebabkan penerapan peraturan yang kurang/tidak benar.
4. Sengketa/masalah lain yang mengandung aspek-aspek sosial praktis (bersifat strategis).
Jadi dilihat dari substansinya, maka sengketa pertanahan meliputi pokok persoalan yang berkaitan dengan :
1. Peruntukan dan/atau penggunaan serta penguasaan hak atas tanah.
2. Keabsahan suatu hak atas tanah.
3. Prosedur pemberian hak atas tanah.
4. Pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihan dan penerbitan tanda bukti haknya.
B. Sertipikat Hak Atas Tanah
1. Pengertian Sertipikat Tanah
Dalam Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang dimaksud sertipikat adalah
"Surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan."
Buku Tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya (Pasal 1 angka 19 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Menurut Ali Achmad Chomsah, yang dimaksud dengan sertipikat adalah :54
"Surat tanda bukti hak yang terdiri salinan buku tanah dan surat ukur, diberi sampul, dijilid menjadi satu, yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional."
Surat Ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian (Pasal 1 angka 17 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Peta Pendaftaran adalah peta yang menggambarkan bidang atau bidang-bidang tanah untuk keperluan pembukuan tanah (pasal 1 angka 15 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997). Sertipikat diberikan bagi tanah-tanah yang sudah ada surat ukurnya ataupun tanah-tanah yang sudah diselenggarakan Pengukuran Desa demi Desa, karenanya sertipikat merupakan pembuktian yang kuat, baik subyek maupun obyek ilmu hak atas tanah.
Menurut Bachtiar Effendie, sertipikat tanah adalah :
"Salinan dari buku tanah dan salinan dari surat ukur yang keduanya kemudian dijilid menjadi satu serta diberi sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Negara." 55
Mengenai jenis sertipikat Ali Achmad Chomsah berpendapat bahwa sampai saat ini ada 3 jenis sertipikat, yaitu :56
1. Sertipikat hak atas tanah yang biasa disebut sertipikat.
2. Sertipikat hak atas tanah yang sebelum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dikenal dengan Sertipikat Hypotheek dan Sertipikat Credietverband. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, penyebutan sertipikat hyphoteek dan sertipikat credietverband sudah tidak dipergunakan lagi yang ada penyebutannya adalah Sertipikat Hak Tanggungan saja.
3. Sertipikat hak milik atas satuan rumah susun.
2. Kedudu kan Sertipikat Tanah
Pasal 32 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa :
1. Sertipikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku, apabila data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
2. Dalam hal ada suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat menuntut pelaksanaan atas hak tersebut apabila dalam 5 tahun sejak diterbitkannya sertipikat telah mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang hak sertipikat dan kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan melakukan penguasaan atau penerbitan sertipikat tersebut.
Sedangkan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUP A disebutkan bahwa: "pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat."
Jadi sertipikat dimaksud berlaku sebagai alat bukti yang kuat, bukan suatu alat bukti yang mutlak dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya harus diterima sebagai keterangan yang benar.
Sebagai alat bukti yang kuat maka sertipikat mempunyai manfaat sebagai berikut:57
1. Menjamin kepastian hukum karena dapat melindungi pemilik sertipikat terhadap gangguan pihak lain serta menghindarkan sengketa dengan pihak lain.
2. Mempermudah usaha memperoleh kredit dengan tanah bersertipikat sebagai jaminan.
57 Maria S.W. Sumardjono (b), Puspita Serangkum Aneka Masalah Hukum Agraria, (Yogyakarta: Andi Offset, 1982), halaman 26.
3. Dengan adanya surat ukur dalam sertipikat maka luas tanah sudah pasti, sehingga
untuk penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) akan lebih adil. 3. Bentuk-Bentuk Sertipikat Cacat Hukum a. Sertipikat Palsu
Sertipikat disebut sertipikat palsu, apabila :58
a. Data pembuatan sertipikat adalah palsu atau dipalsukan.
b. Tandatangan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya dipalsukan.
c. Blanko yang dipergunakan untuk membuat sertipikatnya merupakan blanko yang palsu/ bukan blanko yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Sebuah sertipikat dinyatakan palsu atau tidak, dapat diketahui dari buku tanah yang ada pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat, yaitu bahwa data yang ada pada sertipikat tidak sesuai dengan data yang ada pada buku tanah.
Meskipun jumlah sertipikat palsu pada kenyataannya relatif tidak banyak, namun dengan adanya sertipikat palsu dapat menimbulkan kerawanan-kerawanan tersendiri dalam bidang pertanahan. Umumnya sertipikat palsu ini dibuat terhadap tanah-tanah yang masih kosong dan mempunyai nilai tanah yang cukup tinggi, serta terhadap tanah-tanah yang sertipikatnya masih mempergunakan blanko sertipikat lama.59
Untuk memonitor setiap lembar sertipikat yang telah beredar tidaklah mudah, sehingga masih saja adanya sertipikat palsu meskipun telah ada usaha-usaha