Suatu definisi, biasanya dikemukakan untuk mendalami bidang yang didefisikan itu, artinya mempelajari sesuatu tak cukup hanya mengetahui definisi sesuatu itu. Begitu juga dengan hukum kewarisan, definisi -definisi yang diuraikan dibawah ini memberikan gambaran mengenai hukum kewarisan, sehingga suatu definisi merupakan langkah awal yang perlu dan penting sebelum mempelajari dan membahas tentang hukum kewarisan.
1. Pengertian Hukum Kewarisan Islam
Hukum yang mengatur tentang peralihan harta warisan dari pewaris kepada ahli waris dinamakan hukum kewarisan, yang dalam hukum Islam dikenal dengan beberapa istilah seperti : faraidl, Fiqih Mawaris, dan lain-lain, yang kesemua pengertiannya oleh para fuqaha (ahli hukum fiqh) dikemukan sebagai berikut : a. Hasbi Ash-Shiddieqy, hukum kewarisan adalah :
Suatu ilmu yang dengan dialah dapat kita ketahui orang yang menerima pusaka, orang yang tidak menerima pusaka, serta kadar yang diterima tiap-tiap waris dan cara membaginya.32
b. Abdullah Malik Kamal Bin As-Sayyid Salim, Ilmu fara'id ialah :
Ilmu yng mempelajari kaidah-kaidah fikih dan ilmu hitung yang berkaitan dengan harta warisan dan orang-orang yang berhak yang mendapatkannya agar masing-masing orang yang berhak mendapatkan bagian harta warisan yang menjadi haknya.33
c. Ahmad Zahari, Hukum kewarisan Islam yaitu :
Hukum yang mengatur tentang peralihan hak milik atas harta warisan dari pewaris kepada orang-orang yang berhak menerimanya (ahli waris), barapa besar bagiannya masing-masing, kapan dan bagaimana cara peralihannya sesuai ketentuan dan petunjuk Al-Qur'an, hadist dan ijtihad para ahli.34
Dari defisini-definisi di atas dapatlah dipahami bahwa ilmu faraid sebagai ilmu yang mengatur tentang pemindahan dan pembagian harta peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia kepada orang-orang yang masih hidup, baik mengenai harta yang ditinggalkan, orang-orang yang berhak menerimanya (ahli waris), bagian masing-masing ahli waris maupun cara penyelesaian pembagiannya.
Kompilasi Hukum Islam yang tertuang dalam format perundang-undangan yang mengatur ketentuan kewarisan dipakai sebagai pedoman dalam hukum kewarisan Islam.
2. Unsur-unsur Hukum Kewarisan
Menurut hukum kewarisan Islam ada tiga unsur yaitu :
a. Pewaris (Muwarit ).
Yaitu : Seseorang yang telah meninggal dan meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup.35
Dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 huruf b mendefisikan Sebagai berikut :
Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya atau yang dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan, beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.
b. Ahli Waris (Warits).
Yaitu : Orang yang berhak mendapat warisan karena mempunyai hubungan dengan pewaris, berupa hubungan kekerabatan, perkawinan atau hubungan lainnya. Kompilasi Hukum Islam dalam Pasal 171 huruf c, menyatakan ahli waris adalah :
Orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
c. Warisan (Mauruts)
Yaitu : Sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal dunia, baik berupa benda bergerak maupun benda tak bergerak. 3. Syarat-syarat mewaris Sebelum seseorang mewaris haruslah dipenuhi tiga syarat yaitu :
a. Meninggal dunianya pewaris
Meninggalnya pewaris mutlak harus dipenuhi karena seseorang baru disebut pewaris setelah dia meninggal dunia yang berarti jika seseorang memberikan hartanya kepada ahli waris ketika dia
masih hidup itu bukan waris. Meninggal dunia atau mati dapat dibedakan :
1). Mati haqiqy (sejati), adalah kematian yang dapat disaksikan
oleh panca indra. 2). Mati hukmy (menurut putusan hakim), yaitu kematian yang disebabkan adanya putusan hakim, baik orangnya masih hidup maupun sudah mati. 3). Mati taqdiry (menurut dugaan),
yaitu kematian yang didasarkan ada dugaan yang kuat bahwa orang yang bersangkutan telah mati.36
b. Hidupnya ahli waris
Hidupnya ahli waris harus jelas pada saat pewaris meninggal dunia karena seseorang akan mewaris jika dia masih hidup ketika pewaris meninggal dunia. Ahli waris merupakan pengganti untuk menguasai warisan yang ditinggalkan oleh pewaris, perpindahan hak tersebut diperoleh melalui jalan kewarisan.
c. Tidak ada penghalang-penghalang untuk mewaris.
Tidak terdapat salah satu dari sebab terhalangnya seseorang untuk menerima warisan. 4. Sebab - sebab orang mewaris Harta orang yang telah meninggal dunia dengan sendirinya berpindah kepada orang yang masih hidup yang mempunyai hubungan dengan orang yang meninggal tersebut. Hubungan yang dimaksud adalah yang menyebabkan orang menerima warisan, yaitu:
a. Hubungan Kekerabatan
Hubungan kekerabatan adalah hubungan yang ditentukan oleh adanya hubungan darah yang ditentukan pada saat adanya kelahiran.37
Hubungan kekerabatan dalam garis lurus kebawah (anak, cucu dan seterusnya), garis lurus keatas (ayah, kakek dan seterusnya), maupun garis kesamping (saudara-saudara) dan mereka saling mewaris satu sama lainnya sesuai dengan ketetapan Allah dalam Al-Qur'an, baik dari garis laki-laki/ayah maupun dari garis perempuan/ibu.
b. Hubungan Perkawinan
Hak saling mewaris antara suami istri yang disebabkan adanya hubungan hukum yaitu perkawinan.
Berlakunya hubungan kewarisan antara suami isteri didasarkan
pada :
1). Adanya akad nikah yang sah.
2). Keduanya masih terikat perkawinan ketika salah satu meninggal dunia, termasuk juga isteri yang dalam masa iddah setelah di talak raji’i.
c. Hubungan Wala
Adalah hubungan antara seorang hamba dengan orang yang memerdekakannya, orang yang memerdekakan hamba dapat mewarisi harta hamba yang dimerdekakannya, berdasarkan ketentuan Rasul (Hadis).
d. Hubungan Seagama
Hak saling mewaris sesama umat Islam yang pelaksanaannya melalui Baitulmaal. Hubungan ini terjadi apabila seorang Islam meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris, sehingga hartanya diserahkan ke Baitulmaal untuk digunakan oleh umat Islam. 5. Penghalang orang mewaris
Dalam hukum kewarisan Islam ada empat yang menjadi penghalang
mewaris, yaitu :
a. Pembunuhan
Pembunuhan yang dilakukan ahli waris terhadap pewaris menjadi penghalang baginya untuk menerima warisan dari pewaris. Hal ini sesuai dengan Hadist Rasulullah yakni hadits riwayat Ahmad yang artinya :
"Barang siapa membunuh seorang korban, maka ia tidak dapat mewarisinya, walaupun korban tidak mempunyai ahli waris selain dirinya sendiri,(begitu juga) walaupun korban itu adalah orang tuanya atau anaknya sendiri, maka bagi pembunuh tidak berhak menerima warisan".38
Pada dasarnya pembunuhan adalah kejahatan, namun demikian ada juga pembunuhan yang dilakukan dalam keadaan tertentu sehingga pembunuhan bukan menjadi suatu kejahatan, untuk itu pembunuhan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu :
1) Pembunuhan secara hak dan tidak melawan hukum, yaitu : pembunuhan yang pelakunya tidak dinyatakan sebagai pelaku kejahatan atau dosa, dapat dikategori dalam hal ini :
(a) Pembunuhan musuh dalam perang.
(b) Pembunuhan dalam pelaksanaan hukuman mati.
(c) Pembunuhan dalam membela jiwa, harta dan kehormatan.
2) Pembunuhan secara tidak hak dan melawan hukum, yaitu: pembunuhan yang dilarang oleh agama dan terhadap pelakunya dikenakan sanksi dunia dan/atau akhirat, yang termasuk dalam kategori ini adalah :