TESIS PENGARUH PERILAKU PENDERITA TERHADAP ANGKA KESAKITAN MALARIA

Tuesday, February 16, 2016
T-(0019) TESIS PENGARUH PERILAKU PENDERITA TERHADAP ANGKA KESAKITAN MALARIA

BAB 2 
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Malaria
Menurut Sudradjat (2000), penyakit malaria disebabkan oleh Plasmodium, yang dalam salah satu tahap perkembangbiakannya akan memasuki dan menghancurkan sel-sel darah merah. Vektor yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Anopheles.
Masa inkubasi penyakit malaria dapat beberapa hari sampai beberapa bulan, setelah masa tunas, orang yang tertular akan mengalami demam tinggi dan menggigil selama beberapa jam, disertai pengeluaran keringat yang banyak, pusing, mual. Penghancuran sel-sel darah merah mengakibatkan penderita menjadi anemis, hati dan limpa membesar, sumbatan-sumbatan pada pembuluh kapiler darah dapat menyebabkan kerusakan pada organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan suplai darah (Sudradjat, 2000).
Menurut Sudradjat (2000), penyakit malaria diklasifikasikan atas 4 (empat) bentuk manifestasi berdasarkan penyebabnya yaitu:
a. Malaria tertiana, disebabkan oleh plasmodium vivax, demam muncul setiap hari ketiga.
b. Malaria quartana, disebabkan oleh plasmodium malariae, demam setiap hari keempat
c. Malaria serebral, disebabkan oleh plasmodium falciparum, demam tidak teratur, disertai gejala terkenanya otak, koma dan kematian yang mendadak.
d. Malaria pemisiosa, disebabkan oleh plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat mendadak, mirip stroke, koma disertai gejala malaria yang berat. Meningkatnya kasus malaria di berbagai tempat di Indonesia dewasa ini diantaranya disebabkan oleh meluasnya plasmodium yang resisten terhadap obat anti malaria dan nyamuk vektor yang resisten terhadap insektisida, sehingga kebutuhan vaksin malaria sangat diharapkan. Namun demikian usaha menemukan vaksin malaria yang protektif sampai saat ini masih belum didapatkan diantaranya oleh karena adanya variasi antigenik antar plasmodium di berbagai daerah. Untuk dapat merencanakan desain vaksin yang protektif bagi masyarakat di daerah endemik di Indonesia, perlu dilakukan identifikasi epitop pada protein permukaan Plasmodium falciparum dari beberapa daerah endemik di Indonesia (Ditjen PPM & PLP, 2004).
Penyebaran penyakit malaria dipengaruhi oleh faktor host, agent, dan environment. Di samping ketiga faktor tersebut faktor perilaku manusia juga berpengaruh terhadap penyebaran penyakit malaria.
2.1.1. Faktor Host
Host pada penyakit malaria terbagi atas dua yaitu host intermediate (manusia) dan host defniitif (nyamuk). Manusia disebut sebagai host intermediate (penjamu sementara) karena di dalam tubuhnya terjadi siklus aseksual parasit malaria.
a. Host Intermediate
Menurut Pribadi (2004), pada dasamya setiap orang dapat terinfeksi oleh agen biologis (Plasmodium), tetapi ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi kerentanan Host terhadap Agent yaitu : usia, jenis kelamin, ras, riwayat malaria sebelumnya, gaya hidup, sosial ekonomi, status gizi dan tingkat immunitas.
(1) Usia, anak-anak lebih rentan terhadap infeksi penyakit malaria.
(2) Jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap kerentanan individu, tetapi bila malaria terjadi pada wanita hamil akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan ibu dan anaknya, seperti
anemia berat, berat badan lahir rendah (BBLR), abortus, partus premature dan kematian janin intrauterine.
(3) Ras, beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya : orang Negro di Afrika Barat dan keturunannya di Amerika dengan golongan darah ressw (-) tidak dapat terinfeksi oleh Plasmodium vivax karena golongan ini tidak mempunyai reseptornya.
(4) Riwayat malaria sebelumnya, orang yang pemah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya akan terbentuk immunitas sehingga akan lebih tahan terhadap infeksi malaria berikutnya.
(5) Cara hidup, kebiasaan tidur tidak memakai kelambu dan sering berada di luar rumah pada malam hari sangat rentan terhadap infeksi malaria.
(6) Sosial ekonomi, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya dengan infeksi
malaria.
(7) Status gizi, keadaan gizi tidak menambah kerentanan terhadap malaria.
Ada beberapa studi yang menunjukan bahwa anak yang bergizi baik justru lebih sering mendapat kejang dan malaria selebral dibandingkan dengan anak yang bergizi buruk. Tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi
malaria berat dengan lebih cepat dibanding anak yang bergizi buruk.
(8) Immunitas, masyarakat yang tinggal di daerah endemis malaria biasanya mempunyai immunitas alami sehingga mempunyai pertahanan alamiah terhadap infeksi malaria.
b. Host Definitif
Host definitif yang paling berperan dalam penularan penyakit malaria dari orang yang sakit malaria kepada orang yang sehat adalah nyamuk Anopheles betina. Hanya nyamuk Anopheles betina yang mengisap darah untuk pertumbuhan telurnya. Host definitif'ini sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu: (1) Perilaku nyamuk, pada prinsipnya perilaku nyamuk dapat dibagi menjadi empat katagori, yaitu perilaku hidup, perilaku berkembangbiak, perilaku mencari darah dan perilaku beristirahat. a. Perilaku hidup, suatu daerah akan disenangi nyamuk sebagai habitatnya apabila daerah tersebut memenuhi syarat sebagai berikut: tersedia tempat beristirahat, tersedia tempat untuk mencari darah dan tersedia tempat untuk berkembangbiak.
b. Perilaku berkembangbiak, masing-masing jenis nyamuk mempunyai kemampuan untuk memilih tempat berkembangbiak sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya, misalnya Anopheles sundaicus lebih senang
di air payau dengan kadar garam 12 %o -18 %o dan terkena sinar matahari langsung, sedangkan Anopheles maculatus lebih senang di air tawar dan terlindung dari sinar matahari (teduh).
c. Perilaku mencari darah, hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah dibutuhkan untuk pertumbuhan telurnya. Bila dipelajari lebih jauh perilaku nyamuk mencari darah terbagi atas empat hal yaitu :
(1) berdasarkan waktu menggigit, biasanya mulai senja hari hingga tengah malam, bahkan ada yang menggigit sampai dini hari,
(2) berdasarkan tempat,
(3) berdasarkan sumber darah, anthrofofilik,
(4) berdasarkan frekuensi menggigit.
d. Perilaku istirahat, (1) istirahat berdasarkan kebutuhan, yaitu istirahat sebenamya yang merupakan masa menunggu proses perkembangan telur dan istirahat sementara, yaitu masa sebelum dan sesudah mencari darah,
(2) istirahat berdasarkan kesukaan, eksofilik (lebih suka beristirahat di luar
rumah) dan endofilik (lebih suka beristirahat di dalam rumah).
(2) Faktor lain yang mendukung:
a. Umur nyamuk (longevity), semakin panjang umur nyamuk semakin besar
kemungkinannya untuk menjadi penular atau vektor malaria.
b. Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit.
c. Frekuensi menggigit manusia.
d. Siklus gonotrofik, yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya telur sebagai indikator untuk mengukur interval menggigit nyamuk pada objek yang digigit (manusia).
(3) Syarat-syarat nyamuk sebagai vektor:
a. Tingkat kepadatan Anopheles di sekitar pemukiman manusia yang sesuai dengan daya jangkau atau kemampuan terbang nyamuk antara 2-3 km.
b. Umur nyamuk, lamanya hidup nyamuk harus cukup lama sehingga parasit dapat menyelesaikan siklus sporogoni di dalam tubuh nyamuk.
c. Adanya kontak dengan manusia, jika nyamuk yang ada kesukaannya menghisap darah manusia (Anthropofilik).
d. Kerentanan nyamuk terhadap parasit, hanya spesies nyamuk Anopheles tertentu yang efektif sebagai penular malaria kepada manusia.
e. Adanya sumber penular, pada umumnya nyamuk yang baru menetas tidak mengandung parasit dan baru akan menjadi vektor bila terdapat parasit yang berasal dari obyek gigitan dan menjadi infektif setelah menyelesaikan
siklus hidupnya.
2.1.2. Faktor Agent
Pada tahun 1880 Charles Louis Alphonso Laveran di Aljazair menemukan parasit malaria dalam darah manusia, Selanjutnya pada tahun 1886 Golgi di Italia menemukan Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae, serta pada tahun 1890 Celli dan Marchiava menemukan Plasmodium falciparum (Hidayat, 2001).
Parasit malaria yang terdapat pada manusia ada empat spesies yaitu : a. Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan malaria berat.
b. Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana.
c. Plasmodium malariae penyebab malaria quartana.
d. Plasmodium ovale spesies ini banyak dijumpai di Afrika dan Pasifik Barat.
2.1 3. Faktor Environment
Menurut Hidayat (2001), faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk berada yang memungkinkan terjadinya transmisi malaria setempat (indigenous), lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.
a. Lingkungan fisik: meliputi suhu, kelembapan, hujan, ketinggian, angin, sinar matahari dan arus air.
b. Lingkungan kimia: meliputi kadar garam yang cocok untuk berkembangbiaknya nyamuk Anopheles sundaicus.
c. Lingkungan biologik : adanya tumbuhan, lumut, ganggang, ikan kepala  timah, gabus, nila sebagai predator jentik Anopheles, serta adanya temak sapi, kerbau dan babi akan mengurangi frekuensi gigitan nyamuk pada manusia.
d. Lingkungan sosial budaya ; meliputi kebiasaan masyarakat berada di luar rumah, tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit malaria dan pembukaan lahan dengan peruntukannya yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat dengan banyak menimbulkan breading places potensial untuk berkembangbiaknya nyamuk Anopheles. Penyakit malaria berhubungan dengan perilaku masyarakat, disamping itu pelaksanaan program penanggulangan oleh tenaga kesehatan juga menentukan apakah kasus malaria pada suatu daerah akan meningkat atau tidak (Ditjen PPM & PLP,1999).
Sebagai salah satu penyakit reemerging (menular kembali secara massal), malaria hingga saat ini menjadi ancaman daerah tropis dan subtropis. Di kawasan tropis dan subtropis, malaria sering menimbulkan jumlah kematian mencapai lebih dari satu juta orang setiap tahunnya. Yang perlu menjadi perhatian adalah terdapatnya kasus malaria di daerah-daerah yang sudah jarang terjadi kasus malaria selama beberapa tahun. Hal ini terjadi karena lemahnya sistem kewaspadaan dini serta perencanaan pemberantasan malaria yang tidak dilakukan secara tepat dan berkesinambungan (Achmadi, 2003).
2.1.4. Perilaku
Perilaku adalah suatu reaksi psikis seseorang terhadap lingkungannya. Dari batasan dapat diuraikan bahwa reaksi dapat diuraikan bermacam-macam bentuk, yang pada hakekatnya digolongkan menjadi 2, yaitu bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkret) dan dalam bentuk aktif dengan tindakan nyata (konkret).
Dalam pengertian umum perilaku adalah segala perbuatan tindakan yang dilakukan mahluk hidup. Perilaku adalah suatu aksi dan reaksi suatu organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru berwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang disebut rangsangan. Dengan demikian suatu rangsangan tentu akan menimbulkan perilaku tertentu pula.
Didalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yantg berasal dari diri individu itu sendiri, antara lain susunan syaraf pusat, persepsi, motivasi, emosi dan belajar. Susunan syaraf pusat memegang peranan penting dalam perilaku manusia, karena perilaku merupakan perpindahan dari rangsangan yang masuk ke respon yang dihasilkan. Perpindahan ini dilakukan oleh susunan syaraf pusat dengan unit-unit dasarnya yang disebut neuron. Neuron memindahkan energi dalam impuls-impuls syaraf. Perubahan perilaku dalam diri seseorang dapat diketahui melalui persepsi. Persepsi ini adalah pengalaman yang dihasilkan melalui indra pendengaran, penciuman dan sebagainya (Notoatmodjo, 2005)
Perilaku mempunyai pengaruh terhadap status kesehatan individu, kelompok maupun masyarakat. Berdasarkan analisis Blum (1956) dalam konteks kesehatan, maka yang mempengaruhi derajat kesehatan terdiri dari faktor lingkungan, keturunan, pelayanan kesehatan dan perilaku masyarakat itu sendiri. Secara keseluruhan keempat faktor tersebut mempunyai derajat atau tingkat pengaruh yang berbeda-beda. Disimpulkan bahwa faktor perilaku masyarakat mempunyai peran yang sangat besar terhadap peningkatan kesehatan setelah pengaruh faktor lingkungan.
Green (1980) menganalisis perilaku manusia dalam hal kesehatan. Dalam mencapai kualitas hidup yang baik (quality of life) dapat dicapai melalui peningkatan derajat kesehatan, faktor perilaku dan gaya hidup (behavior and lifestyle) serta lingkungan (environment). Yang paling besar pengaruhnya terhadap derajat kesehatan adalah faktor perilaku dan gaya hidup serta lingkungan, misalnya seorang menderita diare karena minum air yang tidak masak (masalah perilaku) atau seseorang yang tidak merokok terkena kanker paru akibat berada di lingkungan orang yang merokok (masalah lingkungan). Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi perilaku masyarakat dan sering juga disebut determinan perilaku yaitu : a. Predisposing factor (faktor pemudah), faktor-faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat

Artikel Terkait

Previous
Next Post »