1. Pendidikan Anak Usia Dini
a. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia enam tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak (Sujiono, 2009: 7). Usia dini merupakan usia dimana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tersebut.
b. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Sujiono (2009: 42) mengatakan bahwa secara khusus tujuan pendidikan anak usia dini adalah: 1) Agar anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta mencintai sesamanya.
2) Agar anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya termasuk gerakan motorik kasar dan motorik halus, serta mampu menerima rangsangan sensorik.
3) Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk berpikir dan belajar.
4) Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.
5) Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial, peranan masyarakat dan menghargai keragaman sosial dan budaya serta mampu mengembangkan konsep diri yang positif dan kontrol diri.
6) Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta menghargai karya kreatif.
c. Prinsip-prinsip Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini pelaksanaannya menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu intelektual, bahasa, motorik, dan sosio emosional.
2) Belajar melalui bermain
Bermain merupakan saran belajar anak usia dini. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan mengenai benda di sekitarnya.
3) Menggunakan lingkungan yang kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat mendukung kegiatan belajar melalui bermain.
4) Menggunakan pembelajaran terpadu
Pembelajaran pada anak usia dini harus menggunakan konsep pembelajaran terpadu yang dilakukan melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan dapat membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah dan bermakna bagi anak.
5) Mengembangkan berbagai kecakapan hidup
Mengembangkan keterampilan hidup dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini dimaksudkan agar anak belajar untuk menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggung jawab serta memiliki disiplin diri.
6) Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar
Media dan sumber pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik /guru.
7) Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Agar konsep dapat dikuasai dengan baik hendaknya guru menyajikan kegiatan-kegiatan yang berluang. d. Bidang Pengembangan Pendidikan Anak Usia dini
Vigotsky tahun 2006 dan (Dworetsky, 1990: 7.5) dalam metode pengembangan kognitif, mengemukakan bahwa manusia dilahirkan dengan seperangkat fungsi kognitif dasar yakni kemampuan memperhatikan, mengamati dan mengingat. Kebudayaan akan mentransformasikan kemampuan tersebut dalam bentuk fungsi kognitif yang lebih tinggi terutama dengan cara mengadakan hubungan bermasyarakat dan melalui proses pembelajaran serta penggunaan bahasa untuk membantu perkembangan kognitif, anak perlu dibekali dengan pengalaman belajar yang dirancang melalui kegiatan mengobservasi dan mendengarkan dengan tepat. Selanjutnya Dworetsky (1990: 7.5) mengemukakan ada beberapa macam-macam metode yang dapat digunakan untuk pengembangan kognitif anak antaranya yaitu: 1) bermain, 2) pemberian tugas, 3) demonstrasi, 4) tanya jawab 5) mengucapkan syair, 6) percobaan/eksperimen, 7) bercerita, 8) karyawisata, 9) dramatisasi.
2. Anak Usia Dini
Anak merupakan seorang lak-laki/perempuan yang belum dewasa/belum mengalami masa pubertas. Anak juga merupakan keturunan kedua, di mana kata "anak" merujuk pada lawan dari orang tua, orang dewasa adalah anak dari orang tua mereka, meskipun mereka telah dewasa.
Menurut para pakar pendidikan anak, anak usia dini adalah anak yang berada pada usia 0-6 tahun (Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 Bab I Pasal 2) dan 0-8 tahun. Anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Mereka memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.
Pada masa usia 0-8 tahun merupakan masa emas atau golden age, karena anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan tidak tergantikan pada masa mendatang. Menurut berbagai penelitian neurologi terbukti bahwa 50% kecerdasan anak terbentuk dalam waktu 4 tahun pertama. Setelah anak berusia 8 tahun perkembangan kecerdasan mencapai 80% dan pada usia 8 tahun mencapai 100% . B. Teori Kognitif
a. Pengertian Kognitif
Kognitif adalah suatu proses berfikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau pristiwa. Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelligesi) yang menandai seseorang anak mempunyai minat terutama pada ide-ide dan proses belajar.
Kemampuan kognitif adalah suatu proses berfikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Kemampuan perkembangan kognitif antara lain mengelompokkan benda yang memiliki persamaan warna, bentuk, dan ukuran, mencocokkan lingkaran, segitiga, dan segiempat serta mengenali dan menghitung angka 1 sampai 20.
Beberapa ahli yang berkecipung dalam bidang pendidikan mendefinisikan intelektual atau kognitif dengan berbagai pendapat. Gardner dan Munandar (2011: 47), mengemukakan bahwa inteligensi sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah atau untuk mencipta karya yang dihargai dalam suatu kebudayaan atau lebih. Lebih lanjut Gardner (2000:47) mangajukan konsep pluralistis dari inteligensi dan membedakan kepada delapan jenis inteligensi. Dalam kehidupan sehari-hari, inteligensi tidak berfungsi dalam bentuk murni, tetapi setiap individu memiliku campuran (blend) yang unik dari sejumlah inteligensi yaitu inteligensi linguistic, logis, music, kinestetik, intrapribadi, antarpribadi, dan pribadi.
Pada rentang usia 3-4 sampai 5-6 tahun, anak mulai memasuki masa prasekolah yang merupakan masa kesiapan untuk memasuki pendidikan formal yang sebenarnya di sekolah dasar. Menurut Montessory (2011: 49) masa ini ditandai dengan masa peka terhadap segala stimulasi yang diterimanya melalui panca indra. Masa peka memiliki arti penting bagi perkembangan steiap anak. Itu artinya bahwa orang tua mempengaruhi anaknya telah memasuki masa peka dan mereka segera memberi stimulasi yang tepat, maka akan mempercepat penguasaan terhadap tugas-tugas perkembangan pada usianya.
Piaget (2011:49) berpendapat bahwa, anak pada rentang usia dini, masuk dalam perkembangan berpikir praoperasional konkrit. Pada saat ini sifat egoisentris pada anak semakin nyata. Anak mulai memiliki perspektif yang berbeda dengan orang lain yang berada disekitarnya. Orang tua sering menganggap periode ini sebagai masa sulit karena anak menjadi susah diatur, bisa disebut nakal atau bandel, suka membantah dan banyak bertanya. Anak mengembangkan keterampilan berbahasa dan menggambar, namun egois dan tak dapat mengerti penalaan abstrak atau logika Bryden & vos, (2011:49).
Untuk membuat anak kecil mengerti agama, konsep keagamaan, harus diajarkan dalam bahasa sehari-hari dan dengan contoh dari kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, konsep-konsep menjadi konkrit dan realistis. Pembelajaran yang terlalu tekstual akan sulit dipahami oleh anak. Mereka harus diberi pemahaman melalui contoh-contoh konkrit, peragaan langsung, dan dikemas melalui bermain. Dengan cara ini, maka secara tidak langsung mereka menerima apa yang diajarkan kepada mereka.