SKRIPSI IMPLEMENTASI PERATURAN TENTANG PENGENDALIAN ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KE NON PERTANIAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KANTOR PERTANAHAN

Sunday, January 10, 2016
(0010-HUKUM) SKRIPSI IMPLEMENTASI PERATURAN TENTANG PENGENDALIAN ALIH FUNGSI TANAH PERTANIAN KE NON PERTANIAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI KANTOR PERTANAHAN

BAB 2 
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Implementasi
Menurut Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut :
"Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan"(Usman, 2002:70).
Pengertian implementasi yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya.
Menurut Guntur Setiawan dalam bukunya yang berjudul Implementasi Dalam Birokrasi Pembangunan mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut :
"Implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana, birokrasi yang efektif”(Setiawan, 2004:39).
Pengertian implementasi yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa implementasi yaitu merupakan proses untuk melaksanakan ide, proses atau seperangkat aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat menerima dan melakukan penyesuaian dalam tubuh birokrasi demi terciptanya suatu tujuan yang bisa tercapai dengan jaringan pelaksana yang bisa dipercaya.
Implementasi adalah proses untuk memastikan terlaksananya suatu kebijakan dan tercapainya kebijakan tersebut.
- Memantau kegiatan harian dalam pelaksanaan kebijakan. Apakah semua rencana kebijakan dilaksanakan? Apakah staff pelaksana sudah dilatih untuk melakukan tugasnya?
- Penilaian kegiatan dan kepuasan klien dengan layanan yang diberikan. Apa yang telah dilakukan / diberikan, kepada siapa / kelompok mana? Adakah cara yang lebih baik supaya pelaksanaan tugas lebih efisien?

2.1.1 Keberhasilan Implementasi
1. Program dirancang dengan landasan yang jelas, dengan kelompok sasaran, perubahan perilaku, dan tujuan yang jelas.
2. Pendukung kebijakan memuat arahan dan struktur organisasi yang tepat sehingga memaksimalkan proses pelaksanaan.
3. Pemimpin lembaga punya keterampilan manajerial dan politik yang
memadai.
4. Program didukung oleh kelompok konstituen yang terorganisasi dengan dukungan legislatif yang kuat.
5. Prioritas kebijakan tidak diganggu oleh konflik diantara perumus kebijakan dan perubahan kondisi sosial-ekonomi.
Menurut penulis Implementasi adalah aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem, yang memiliki tujuan pasti. Kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Dalam hal ini adalah pelaksanaan dari peraturan perundangan yang telah dirancang dan ditetapkan, harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tertulis dan telah ditetapkan dalam peraturan perundangan tersebut, dengan tujuan pencapaian secara optimal dan pelaksanaan di lapangan yang sesuai dengan peraturan perundangan tersebut.

2.2 Alih Fungsi Tanah Pertanian Ke Non Pertanian
2.2.1 Pengertian Tanah
Menurut Boedi Harsono dalam buku Hukum Agraria Indonesia (2003:265), tanah adalah permukaan bumi yang dalam penggunaannya meliputi juga sebagian tubuh bumi yang ada dibawahnya dan sebagian dari ruang yang ada di atasnya, dengan pembatasan dalam pasal 4 UUP A, yaitu:
"sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah yang bersangkutan, dalam batas-batas menurut UUP A dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi."
Dalam pengertian tanah disini juga meliputi permukaan bumi yang berada di bawah air, termasuk air laut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994), yang dimaksud dengan tanah adalah :
1. Permukaan bumi atau lapisan bumi yang ada di atas;
2. Keadaan bumi di suatu tempat;
3. Permukaan bumi yang diberi batas;
4. Bahan-bahan dari bumi, bumi sebagai bahan sesuatu (pasir, cadas, napal dan sebagainya).
Pengertian tanah memiliki arti yang sangat luas, maka dari itu dibutuhkan batasan-batasannya. Menurut Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, batasan resmi mengenai tanah adalah sebagai berikut :
"Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan hukum".
Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) di atas, maka yang dimaksud dengan tanah adalah permukaan bumi. Sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar.
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan-peraturan pokok-pokok Agraria, terutama pasal 14 yang berbunyi:
1). Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 2 ayat 2 dan 3, pasal 9 ayat 2 serta pasal 10 ayat 1 dan 2 Pemerintah dalam rangka Sosialisasi Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan, dan penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya:
a. Untuk keperluan Negara
b. Untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa
c. Untuk keperluan-keperluan pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan, dan lain-lain kesejahteraan
d. Untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu
e. Untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi, dan pertambangan.
2). Berdasarkan rencana umum tersebut pada ayat 1 pasal ini dapat mengingat peraturan-peraturan yang bersangkutan, Pemerintah Daerah mengatur persediaan, peruntukan, penggunaan bumi, air serta ruang angkasa untuk daerahnya, sesuai dengan keadaan daerah masing-masing.
3). Peraturan Pemerintah Daerah yang dimaksud dalam ayat 2 pasal ini berlaku setelah mendapat pengesahan, mengenai Daerah Tingkat I dari Presiden, Daerah Tingkat II dari Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan dan Daerah Tingkat III dari Bupati/ Walikota/ Kepala Daerah yang bersangkutan. 2.2.2 Tanah Pertanian
Menurut Boedi Harsono dalam buku Hukum Agraria Indonesia (2003:269), tanah dalam pengertian pertanian adalah lapisan atas bumi yang terdiri dari bahan padat cair, udara dan jasad hidup yang merupakan medium untuk tumbuhnya tanam-tanaman. Tanah pertanian merupakan tanah yang digunakan untuk usaha pertanian yang selain sebagai persawahan dan tegalan juga semua tanah perkebunan, tambak untuk perikanan, tanah tempat penggembalaan ternak, tanah belukar bekas ladang dan hutan yang menjadi tempat mata pencaharian bagi yang berhak. Tanah non pertanian adalah tanah yang dipergunakan untuk usaha atau kegiatan selain usaha untuk pertanian. Misalnya untuk pemukiman, perindustrian, jasa dan lain-lain.
Sesuai dengan ketentuan undang-undang Nomor 56/Prp/1960 tentang penetapan luas tanah pertanian, bahwa tanah pertanian yang boleh dimiliki dan dikuasai ditentukan luas maksimum dan minimum. Sebagaimana tercantum dalam pasal 1 ayat (2) penetapan luas maksimum itu adalah paling banyak untuk daerah-daerah yang tidak padat 15 hektar untuk tanah sawah dan 20 hektar untuk tanah kering, untuk daerah yang kurang padat luasnya 10 hektar untuk tanah sawah dan 12 hektar untuk tanah kering, untuk daerah cukup padat luasnya 7,5 hektar tanah sawah dan 9 hektar tanah kering sedangkan untuk daerah sangat padat 5 hektar untuk tanah sawah dan 6 hektar untuk tanah kering. Luas minimum ditetapkan 2 hektar, baik untuk tanah sawah maupun tanah kering. Untuk mengetahui kepadatan digunakan indikator jumlah penduduk setiap kilometer persegi di tiap kabupaten.
Luas maksimum yang ditetapkan oleh pasal 1 ayat (2) tidak berlaku terhadap tanah pertanian:
a. yang dikuasai dengan hak guna usaha atau hak-hak lainnya yang bersifat sementara dan terbatas yang didapat dari pemerintah,
b. yang dikuasai oleh badan-badan hukum. Luas maksimum ditetapkan untuk tiap-tiap daerah tingkat I dengan memperhatikan keadaan daerah masing-masing dan faktor-faktor sebagai berikut: (Pasal 2 UU Nomor 56/Prp/1960)
a. Tersedianya tanah-tanah yang masih dapat dibagi
b. Kapadatan penduduk
c. Jenis-jenis dan kesuburan tanahnya (diadakan perbedaan antara sawah dan tanah kering, diperhatikan pula apakah ada pengairan yang teratur atau tidak)
d. Besarnya usaha tani yang sebaik-baiknya menurut kemampuan satu keluarga dengan mengerjakan beberapa buruh tani
e. Tingkat kemajuan teknik pertanian sekarang ini. Tujuan ditetapkannya luas maksimum dan luas minimum adalah sebagai berikut: (Pasal 2 UU Nomor 56/Prep/1960)
a. Agar pemilikan tanah yang merupakan faktor utama dalam produksi pertanian akan lebih merata
b. Agar pemilikan dan penguasaan tanah tidak melampaui batas yang akan merugikan kepentingan umum, karena hal ini menyangkut terbatasnya persediaan tanah
c. Dengan ditetapkannya luas maksimum dan luas minimum maka fungsi sosial tanah dapat dilaksanakan.

2.2.3 Tanah non Pertanian
Yang dimaksud dengan tanah non pertanian adalah tanah yang dipergunakan untuk usaha/kegiatan selain usaha pertanian, (Harsono Boedi 2003:272). Penggunaan tanah non pertanian adalah untuk sebagai berikut:
a. Tanah perumahan (misal penggunaan tanah untuk tempat tinggal/ rumah, lapangan, tempat rekreasi, pemakaman dll)
b. Tanah Perusahaan (misal penggunaan tanah untuk pasar, pertokoan, gudang, bank, bioskop, hotel, stasiun dll)
c. Tanah Industri ( misal penggunaan tanah untuk Pabrik, percetakan dll)
d. Tanah untuk jasa ( misal penggunaan tanah untuk kantor-kantor pemerintah, tempat ibadah, rumah sakit, sekolah dan sarana umum)
e. Tanah kosong yang sudah diperuntukkan (siap bangun).

2.2.4 Alih Fungsi Tanah Pertanian
Alih fungsi tanah pertanian merupakan fenomena yang tidak dapat dihindarkan dari pembangunan. Upaya yang mungkin dilakukan adalah dengan memperlambat dan mengendalikan kegiatan alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non pertanian. Dalam rangka dilakukannya alih fungsi tanah pertanian menjadi tanah non pertanian para pihak yang bersangkutan harus mengajukan permohonannya melalui mekanisme perijinan. Mekanisme tersebut terbagi dalam dua jalur yaitu dapat melalui

Artikel Terkait

Previous
Next Post »