Kedisiplinan adalah fungsi operatif yang terpenting dari manajemen sumber daya manusia. Karena, semakin baik disiplin karyawan, semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin yang baik, sulit bagi organisasi mencapai hasil yang optimal (Fathoni, 2006). Disiplin yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya (Rivai, 2010).
Pengertian disiplin kerja menurut Rivai (2010) adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Sehingga seorang karyawan dikatakan memiliki disiplin kerja yang tinggi jika yang bersangkutan konsekuen, konsisten, taat asas, bertanggung jawab atas tugas yang diamanahkan kepadanya.
Singodimedjo dalam Sutrisno (2011) mengatakan bahwa disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati norma-norma peraturan yang berlaku di sekitarnya. Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat pencapaian tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang buruk akan menjadi penghalang dan memperlambat pencapaian tujuan perusahaan. Oleh karena itu, disiplin sangat diperlukan baik oleh individu yang bersangkutan maupun oleh organisasi.
Hasibuan (2003) juga berpendapat bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Yang dimaksud dengan kesadaran adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya, bukan atas dasar paksaan. Sedangkan yang dimaksud dengan kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku, dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan, baik yang tertulis maupun tidak.
Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan (Sutrisno, 2011). Sedangkan disiplin menurut Flippo (1996) adalah kemampuan dan kesungguhan seseorang untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan peraturan dalam organisasi, taat dan patuh terhadap segala peraturan yang berlaku dan mempunyai sikap kerjasama dalam melaksanakan tugas pekerjaannya.
Latainer dalam Sutrisno (2011) mengartikan disiplin sebagai suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh karyawan dan menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada keputusan, peraturan, dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan perilaku. Menurut Beach dalam Siagian (2009), disiplin mempunyai dua pengertian. Arti yang pertama, melibatkan belajar atau mencetak perilaku dengan menerapkan imbalan atau hukuman. Arti kedua lebih sempit lagi, yaitu disiplin ini hanya bertalian dengan tindakan hukuman terhadap suatu kesalahan.
Sastrohadiwiryo (2005) dalam bukunya, mengemukakan bahwa disiplin kerja dapat didefinisikan sebagai suatu sikap menghormati, menghargai, patuh, dan taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan disiplin kerja adalah sikap hormat terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan, yang ada dalam diri karyawan, yang menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada peraturan dan ketetapan perusahaan.
2.2 Tujuan Pembinaan Disiplin
Keteraturan adalah ciri utama organisasi dan disiplin adalah salah satu metode untuk memelihara keteraturan tersebut. Menurut Sutrisno (2011), tujuan utama disiplin adalah untuk meningkatkan efisiensi semaksimal mungkin dengan cara mencegah pemborosan waktu dan energi. Selain itu, disiplin mencoba untuk mencegah kerusakan atau kehilangan harta benda, mesin, peralatan dan perlengkapan kerja yang disebabkan oleh ketidakhati-hatian, sendau gurau atau pencurian. Disiplin mencoba mengatasi kesalahan dan keteledoran yang disebabkan karena kurang perhatian, ketidakmampuan, dan keterlambatan. Disiplin berusaha mencegah permulaan kerja yang lambat atau terlalu awalnya mengakhiri kerja yang disebabkan karena keterlambatan atau kemalasan. Disiplin juga berusaha untuk mengatasi perbedaan pendapat antar karyawan dan mencegah ketidaktaatan yang disebabkan oleh salah pengertian dan salah penafsiran.
Siagian (2009) mengemukakan bahwa tujuan pembinaan disiplin karyawan adalah memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap, dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya.
Singkatnya, disiplin dibutuhkan untuk tujuan organisasi yang lebih jauh, guna menjaga efisiensi dengan mencegah dan mengoreksi tindakan-tindakan individu dalam iktikad tidak baiknya terhadap kelompok. Lebih jauh lagi, disiplin berusaha untuk melindungi perilaku yang baik dengan menetapkan respon yang dikehendaki (Tohardi dalam Sutrisno, 2011).
Sedangkan menurut Sastrohadiwiryo (2005), secara umum dapat disebutkan bahwa tujuan utama pembinaan disiplin kerja adalah demi kelangsungan perusahaan sesuai dengan motif perusahaan. Secara khusus, tujuan pembinaan disiplin kerja para tenaga kerja, antara lain:
1. Agar para tenaga kerja menepati segala peraturan dan kebijakan ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah
manajemen.
2. Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang
diberikan kepadanya.
3. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya.
4. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku pada perusahaan.
5. Tenaga kerja mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan pembinaan disiplin kerja adalah untuk memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap, dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi dalam pekerjaannya dan secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya agar tujuan perusahaan dapat tercapai.
2.3 Upaya Penegakan Disiplin
Menurut Handoko (2001), upaya penegakan disiplin dalam organisasi dapat dibedakan menjadi tiga tipe tindakan disiplin, yaitu disiplin preventif, disiplin korektif, dan disiplin progresif.
2.3.1 Disiplin Preventif (Disiplin Pencegahan)
Disiplin preventif menurut Handoko (2001) adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk mendorong para karyawan, agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga berbagai pelanggaran dapat dicegah. Sasaran pokoknya adalah untuk mendorong disiplin diri diantara para karyawan. Dalam hal ini, diharapkan akan timbulnya kesadaran diri dalam diri karyawan agar mengubah perilakunya menjadi lebih disiplin tanpa adanya paksaan.
Sedangkan menurut Siagian (2009), disiplin preventif adalah tindakan yang mendorong para karyawan untuk taat kepada berbagai ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar yang telah ditetapkan. Artinya, melalui kejelasan dan penjelasan tentang pola sikap, tindakan, dan perilaku yang diinginkan dari setiap anggota organisasi diusahakan pencegahan jangan sampai para karyawan berperilaku negatif.
Siagian (2009) juga menjelaskan bahwa keberhasilan penerapan disiplin preventif terletak pada disiplin pribadi para anggota organisasi. Akan tetapi, agar disiplin pribadi tersebut semakin kokoh, paling sedikit tiga hal perlu mendapat perhatian manajemen. Pertama, para anggota organisasi perlu didorong agar mempunyai rasa memiliki organisasi, karena secara logika seseorang tidak akan merusak sesuatu yang merupakan miliknya. Kedua, para karyawan perlu diberi penjelasan tentang berbagai ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang harus dipenuhi. Penjelasan dimaksud seyogianya disertai oleh informasi lengkap mengenai latar belakang berbagai ketentuan yang bersifat normatif tersebut. Ketiga, para karyawan didorong menentukan sendiri cara-cara pendisiplinan diri dalam kerangka ketentuan-ketentuan yang berlaku umum bagi seluruh anggota organisasi.
2.3.2 Disiplin Korektif (Disiplin Perbaikan)
Menurut Handoko (2001), disiplin korektif adalah kegiatan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Kegiatan korektif sering berupa suatu bentuk hukuman dan disebut tindakan pendisiplinan, seperti peringatan atau skorsing. Berat atau ringannya suatu sanksi tentunya tergantung pada bobot pelanggaran yang telah terjadi.
Siagian (2009) menjelaskan bahwa pengenaan sanksi korektif diterapkan dengan memperhatikan paling sedikit tiga hal. Pertama, karyawan yang dikenakan sanksi harus diberitahu pelanggaran atau kesalahan apa yang telah diperbuatnya. Kedua, kepada yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri. Ketiga, dalam hal pengenaan sanksi terberat, yaitu pemberhentian, perlu dilakukan "wawancara keluar" (exit interview). Pada wawancara tersebut, dijelaskan antara lain mengapa manajemen terpaksa mengambil tindakan sekeras itu agar karyawan memahami tindakan manajemen terhadapnya.
Selain itu, Handoko (2001) juga menjelaskan bahwa pengenaan sanksi harus pula bersifat positif yaitu mendidik dan mengoreksi, bukan tindakan negatif yang menjatuhkan karyawan yang berbuat salah. Maksudnya, bahwa pendisiplinan adalah untuk memperbaiki kegiatan di waktu yang akan datang, bukan menghukum kegiatan di masa lalu. Pendekatan negatif yang bersifat menghukum biasanya mempunyai berbagai pengaruh sampingan yang merugikan, seperti hubungan emosional terganggu, absensi meningkat, kelesuan, dan ketakutan pada penyelia. Sasaran tindakan pendisiplinan korektif adalah: