(KODE : 0011-MANAJEMEN) : SKRIPSI PENGARUH FASHION INVOLVEMENT, HEDONIC CONSUMPTION TENDENCY, DAN POSITIVE EMOTION TERHADAP IMPULSE BUYING BEHAVIOR DI DEPARTMENT STORE
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian lain tentang Impulse Buying telah dilakukan oleh Nakasone (2008) dengan Judul "Pengaruh Fashion Involvement, Emosi Positif dan Hedonic Consumption Tendency terhadap Impulse Buying di Matahari Departement Store di Tunjungan Plaza Surabaya". Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh signifikan/as/z/ow involvement, emosi positif dan hedonic consumption tendency terhadap impulse buying pada pelanggan Matahari Departement Store di Surabaya. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah adanya pengaruh yang signifikan dari fashion involvement, emosi positif dan hedonic consumption tendency terhadap impulse buying pada pelanggan Matahari Departement Store di Tunjungan Plaza Surabaya.
Penelitian tentang Impulse Buying telah dilakukan oleh Emir Zakiar (2010) dengan Judul "Faktor-faktor pendorong konsumen melakukan Impulse Buying pada toko-toko ritel fashion di Jakarta". Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fashion involvement, positive emotion dan hedonic consumption tendency terhadap konsumen yang melakukan pembelian secara impulsif. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah fashion involvement memiliki hubungan yang positif terhadap hedonic consumption tendency, positive emotion, dan fashion-orientedimpusive buying. Keterlibatan dalam fashion memberikan suatu efek positif dalam mempengaruhi emosi seseorang. Mereka akan merasakan emosi positif ketika mereka berbelanja yang dapat dikarenakan keterlibatan mereka dalam fashion.
Penelitian ketiga tentang Impulse Buying telah dilakukan oleh Amiri et al (2012) dengan Judul "Evaluation of Effective Fashionism Involvement Factors Effects on Impulse Buying of Customers and Condition of Interrelation between These Factors". Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi secara efektif faktor-faktor fashion involvement pada impulse buying dan kondisi yang menyebabkan hubungan timbal-balik antar faktor-faktor tersebut.
B. Perilaku Konsumen
Menurut Engel, et al. (1994), perilaku konsumen adalah suatu tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk keputusan mendahului dan menyusuli tindakan ini. Elemen penting yang terdapat pada arti perilaku konsumen, yaitu: (1) proses pengambilan keputusan, (2) kegiatan fisik yang melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan dan menggunakan barang dan jasa ekonomis.Pemahaman tentang sikap konsumen dalam menghadapi sesuatu, seseorang dapat menyebarkan ide dengan efektif dan lebih cepat. Serta memberikan gambaran kepada pemasar dalam pembuatan produk, menyesuaikan harga produk, kualitas produk, kemasan yang menarik dan sebagainya agar penjualan produknya tidak menimbulkan kekecewaan bagi konsumennya.
Perilaku konsumen melibatkan berbagai aktivitas, baik yang sifatnya mental, emosi, dan fisik. Berpikir merupakan satu aktivitas mental, misalnya pengolahan informasi yang melibatkan memori otak ketika seseorang menerima suatu stimuli pemasaran. Aktivitas emosi menyangkut evaluasi terhadap suatu produk atau jasa sehingga menimbulkan perasaan senang atau tidak senang terhadap produk atau jasa tersebut. Aktivitas fisik misalnya kegiatan memilih atau memutuskan satu produk yang akan dibeli di antara beberapa produk yang tersedia di pasar. Bagi pemasar, memahami semua aktivitas itu sangat membantu dalam merumuskan strategi pemasaran.
Tipe proses pengambilan keputusan merupakan tindakan manajemen dalam pemilihan alternatif untuk mencapai sasaran. Proses pengambilan keputusan ini terbagi atas 3 tipe, yaitu (1) Keputusan terprogram atau terstruktur, merupakan keputusan yang berulang-ulang dan rutin, sehingga dapat diprogram. Keputusan terstruktur terjadi dan dilakukan terutama pada manajemen tingkat bawah. (2) Keputusan setengah terprogram atau setengah terstruktur, adalah keputusan yang sebagian dapat diprogram, sebagian berulang-ulang dan rutin dan sebagiannya lagi tidak terstruktur. Keputusan ini seringnya bersifat rumit dan membutuhkan perhitungan-perhitungan serta analisis yang terperinci. (3) Keputusan tidak terprogram atau tidak tersruktur, merupakan keputusan yang tidak terjadi berulang-ulang dan tidak selalu terjadi. Keputusan ini terjadi di manajemen tingkat atas. Informasi untuk pengambilan keputusan ini tidak terstruktur, tidak mudah untuk didapatkan, tidak mudah tersedia dan biasanya berasal dari lingkungan luar.
C. Fashion Involvement
Keterlibatan konsumen diartikan oleh Engel et al (1994) sebagai tingkat kepentingan pribadi yang dirasakan dan atau minat yang dibangkitkan oleh stimulus di dalam situasi yang spesifik. Keterlibatan yang paling baik dipahami sebagai fungsi dari orang, objek dan situasi. Involvement atau keterlibatan seseorang terhadap sesuatu adalah motif yang membuat seseorang tertarik atau ingin membeli suatu produk atau mengkonsumsi jasa yang ditawarkan karena dipajang maupun karena situasi yang memungkinkan. (O'Cass, 2004 dalam Amiri, 2012). Secara umum konsep involvement adalah interaksi antara individu (konsumen) dengan objek (produk).
Jenis produk dibedakan menjadi dua, yaitu high involvement dan low involvement. Produk dengan kategori high involvement adalah produk yang membutuhkan pertimbangan dan perhatian khusus sebelum membeli, misalnya mobil, rumah, laptop, handphone, sepeda motor, dan Iain-lain. Dalam membeli produk jenis high involvement ini, biasanya konsumen telah merencanakan dan mempertimbangkannya terlebih dahulu, misalnya merencanakan budgetnya, memperhatikan spesifikasi produknya, kalau membeli rumah harus pertimbangkan lokasinya, dan Iain-lain.
Kesalahan dalam membeli produk ini, akan beresiko cukup besar, baik resiko keuangan maupun non keuangan. Produk dengan kategori low involvement adalah produk yang tidak membutuhkan perhatian khusus sebelum membeli, misalnya permen, coklat, dan Iain-lain. Pada saat konsumen membeli produk kategori low involvement ini, biasanya mereka tidak merencanakannya dan mempertimbangkannya secara khusus, misalnya tidak menabung dulu beberapa waktu sebelum membeli permen, atau memeriksa kandungan bahan di dalam permen. Berbeda dengan pembelian produk high involvement, pembelian produk jenis low involvement ini tidak memiliki resiko sama sekali. Produk low involvement memberikan dorongan orang untuk melakukan impulse buying lebih besar daripada high involvement.
Dalamfashion marketing, keterlibatan dalamfashion merujuk pada ketertarikan terhadap kategori produk fashion seperti baju, tas, dan sepatu. Fashion involvement digunakan perusahaan untuk memprediksi variabel tingkah laku konsumen dalam menentukan pakaian yang akan mereka gunakan, seperti product involvement, tingkah laku membeli, dan karakteristik konsumen (Flynn & Goldsmith, 1993 dalam Amiri, 2012). Keterlibatan seseorang dalam fashion berhubungan erat dengan dengan karakteristik seseorang dan pengetahuannya mengenai fashion (O'Cass 2000, 2004 dalam Amiri, 2012), yang pada akhirnya mempengaruhi seseorang dalam menentukan barang apa yang akan dibeli.
D. Hedonic Consumption Tendency
Konsumsi adalah kegiatan mengurangi atau menghabiskan nilai guna barang dan jasa. Kecenderungan mengkonsumsi disebut dengan pola konsumsi. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi yaitu faktor internal (sumber daya konsumen, motivasi, pengetahuan, sikap, dan kepribadian) dan faktor eksternal (nilai-nilai budaya & etnis, kelas sosial & kelompok status, kelompok sosial, keluarga & rumah tangga, dan pengaruh situasi) (Engel et al, 1994).
Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia. Babin et al (1994) dalam Utami (2010) mengemukakan bahwa aspek hedonis berkaitan dengan emosional konsumen sehingga ketika berbelanja konsumen benar-benar merasakan perasaan emosional (senang, benci, marah, ataupun merasa bahwa berbelanja merupakan suatu petualangan). Menurut Utami (2010) keputusan pembelian lebih dipengaruhi oleh hedonic motivation karena manfaat hedonis mencakupi respon emosional, kesenangan pancaindra, mimpi, dan pertimbangan estetis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup berasal dari dalam (internal) dan dari luar (eksternal). Faktor internal meliputi sikap, pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, dan persepsi. Adapun faktor eksternal meliputi kelompok referensi, keluarga, kelas sosial, dan kebudayaan. Teori ini diperjelas oleh Engel et al (1994), bahwa adanya faktor dari individu dan lingkungan yang dapat mempengaruhi gaya hidup seseorang dalam berperilaku. Faktor individu meliputi sumber daya konsumen, motivasi, pengetahuan, sikap, dan kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Sedangkan faktor lingkungan meliputi budaya, kelas sosial, pengaruh pribadi, keluarga, dan situasi.