SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS JUAL BELI DENGAN HAK MEMBELI KEMBALI

Wednesday, April 06, 2016
HUKUM (0056) SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS JUAL BELI DENGAN HAK MEMBELI KEMBALI


BAB II 
PERJANJIAN JUAL BELI DAN PERIKATAN


A. Pengertian Perjanjian Jual Beli dan Perikatan
Perjanjian jual beli merupakan perjanjian yang bertimbal balik karena menyangkut dua perbuatan yang bertimbal balik yaitu menjual dan membeli. Selain itu, jual beli merupakan persesuaian kehendak antara penjual dan pembeli mengenai barang dan harga. Jadi sesuai dengan asas hukum perikatan, perjanjian jual beli juga bersifat konsensual, yaitu berdasarkan kesepakatan antara pembeli dan penjual. Sifat konsensual ini ditegaskan dalam pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yakni: "Jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak sewaktu mereka telah mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar". Dari pasal itu pula dapat diketahui bahwa inti dari perjanjian jual beli adalah barang dan harga. Tanpa barang dan harga, jual beli tidak ada.
Perjanjian diartikan sebagai peristiwa diman seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang saling berjanji untuk menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Ketiga hal yang terakhir tersebut merupakan prestasi yang diperjanjikan, sesuai dengan pasal 1234 Kitab Undang-Undang hukum perdata. Pasal 1234 tersebut menyatakan bahwa tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.2 Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena kedua pihak setuju untuk melakukan prestasi.
Dari perjanjian timbul suatu hubungan antara dua orang tersebut perikatan. Selanjutnya perikatan diartikan sebagai hubungan hukum kekayaan atau harta benda antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi sekaligus mewajibkan pihak lain untuk prestasi tersebut.3 Pihak yang berhak untuk menuntut sesuatu itu disebut kreditur atau si berpiutang, dan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi tuntutan yang diajukan oleh kreditur disebut debitur atau si berhutang. Hubungan antara dua pihak tersebut merupakan hubungan hukum, artinya, hak si berpiutang dijamin oleh hukum atau undang-undang.
Jadi perikatan mempunyai pengertian yang abstrak dan perjanjian mempunyai pengertian yang konkrit. Sumber perikatan adalah perjanjian. Perjanjian merupakan sumber perikatan yang terpenting. Selain perjanjian, terdapat sumber lain perikatan, yaitu undang-undang. Jadi sumber perikatan ada dua, yaitu perjanjian atau undang-undang. Perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh kedua pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang diadakan oleh undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan. 4
B. Pengertian Jual Beli
Mengenai jual beli itu sendiri menurut pengertian yang diberikan oleh undang-undang, dalam hal ini kitab undang-undang hukum perdata atau BW, jual beli adalah: "Suatu perjanjian atau persetujuan timbal balik antara pihak yang satu (si penjual berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lainnya (si pembeli) berjanji untuk membayar harga yang terdiri atas sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut".5
Perkataan jual-beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik itu adalah sesuai dengan istilah belanda koop and perkoop yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu "verkoopt" (rnenjual) sedang yang lainnya "koopt" (membeli). Dalam bahasa Inggeris jual beli disebut dengan hanya "sale" saja yang berarti "penjualan" (hanya dilihat dari sudut-nya si penjual), begitu pula dalarn bahasa Perancis disebut hanya dengan "vente" yang juga berarti penjualan", sedangkan dalam bahasa Jerman dipakainya perkataan "Kauf yang berarti "pembelian".6
Barang yang menjadi obyek perjanjian jual-beli harus cukup tertentu, setidak-tidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat ia akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli. Dengan demikian adalah sah menurut hukum misalnya jual-beli mengenai panenan yang akan diperoleh pada suatu waktu dari sebidang tanah tertentu.
Jual-beli yang dilakukan dengan percobaan atau mengenai barang-barang yang biasanya dicoba terlebih dahulu, selalu dianggap telah dibuat dengan suatu syarat tangguh.7 Dengan dernikian maka jual beli mengenai sebuah lemari es, meskipun barang dan harga sudah disetujui, baru jadi kalau barangnya sudah dicoba dan memuaskan. Begitu pula halnya dengan jual-beli sebuah pesawat radio atau televisi. Harga yang dibayarkan dalam jual beli berbentuk uang. Harga ini dapat langsung dibayar tunai dan dapat dijadikan hutang sehingga timbul hurang piutang. Tetapi dalam jual beli yang dilakukan sehari-hari, biasanya ketika barang diserahkan, seketika itu juga pembayaran dilakukan.
Jual beli harus dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku, dimana arti hukum itu sendiri adalah rangkaian peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu masyarakat dan bertujuan untuk mengadakan tata tertib di antara anggota masyarakat. Ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Prof. Wirjono, yaitu : kapan suatu jual beli dianggap terjadi ditegaskan oleh hukum dan bilamana tujuan perekonomian, yaitu pemindahan hak milik terlaksana, dan bagaimana wujud hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari kedua belah pihak pada waktu sebelum dan sesudah terjadi jual beli itu, terjadi juga ditegaskan oleh hukum.8 Dengan demikian pengertian dari jual beli menurut Prof. Wirjono adalah:"Suatu perhubungan hukum mengenai harta benda kekayaan-kekayaan antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji akan melakukan sesuatu hal atau akan tidak melakukan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu".9
Pengertian jual beli, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1457 hanya menyebutkan : "Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan".
Menurut pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, jual beli itu telah terjadi di antara para pihak setelah tercapainya kata sepakat tentang barang dan harganya, meskipun barang belum diserahkan dan harganya belum dibayar. Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari pasal 584 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang menyebutkan beberapa cara pemindahan hak milik, yang diantaranya disebutkan penyerahan barang berdasarkan suatu persetujuan atau perbuatan hukum yang dimaksud memindahkan hak milik atas suatu barang dari tangan seseorang ke tangan orang lain. Jadi pada saat jual beli dilaksanakan, hak milik barang yang bersangkutan tidak dengan sendirinya berpindah ke si pembeli. Hak milik ini baru berpindah ke tangan pembeli jika barangnya sudah diserahkan. Jika barang belum diserahkan, hak milik tetap ada di tangan di penjual. Hal ini ditegaskan lagi dalam pasal 1459 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi sebagai berikut: "Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut pasal 612, 613, dan 616". Pasal 612 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan tentang penyerahan benda bergerak yang bertubuh dilakukan secara nyata, pasal 613 tentang penyerahan piutang atas nama dan benda tak bertubuh lainnya yang dilakukan dengan membuat akta otentik atau dibawah tangan, sedangkan pasal 616 menyatakan tentang penyerahan atau penunjukan benda tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akta yang bersangkutan dengan cara yang ditentukan dalam pasal 620. Jadi perjanjian jual beli bersifat obligatoir, hanya menimbulkan hak dan kewajiban, belum memindahkan hak milik.
C. Subyek dan Obyek yang Diperjual Belikan 1. Subyek Jual Beli
Subyek jual beli juga terdiri dari seorang penjual, dan pembeli. Penjual dan pembeli, yang disebut juga dengan individu (persoon), ini bukan saja menurut orang-perorangn (natuurlijke per soon ), tetapi juga dapat merupakan badan hukum (recht persoon).
Menurut pasal 1321, Tiada sepakatan yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan, atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan. Salah pengertian atau kekeliruan dapat terjadi mengenai obyek atau prestasi yang dikehendaki dan juga subyek atau orangnya. Untuk salah pengertian yang pertama, perjanjian dapat dibatalkan, sedangkan untuk salah pengertian yang kedua, perjanjian tidak dapat dibatalkan. Jadi salah pengertian yang menyebabkan batalnya suatu perjanjian harus mengenai:
1. pokok atau maksud obyek perj anjian
2. kedudukan hukum subyek yang membuat perjanjian
3. hak subyek hukum yang bersangkutan
Kesepakatan yang dilakukan dengan paksaan dapat terjadi karena paksaan secara fisik dan paksaan secara psikis. Paksaan secara fisik bersifat absolut, sedangkan paksaan secara psikis bersifat relatif. Jika kesepakatan diperoleh dengan jalan muslihat licik, dimana gambaran keadaan dan kejadian menjadi berkesan benar, maka kesepakatannya diperoleh melalui penipuan. Jika kesepakatan diberi karena hal-hal diatas, maka ada cacat kehendak dalam perjanjian. Perjanjian oleh karenanya dapat dibatalkan. Terhadap perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalan, bukan perjanjian batal dengan sendirinya atau batal demi hukum.11
Mengenai syarat kedua dari pasal 1320, yaitu kecakapan, para pihak dalam perjanjian jual beli harus dapat dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum. Cakap menurut hukum maksudnya adalah: dewasa dan sehat pikirannya. Jadi subyek jual beli bukan orang-orang yang belum dewasa dan bukan orang-orang yang berada dibawah pengampuan (pasal 1330 kitab undang-undang hukum perdata). Jika orang yang belum dewasa dan orang yang berada dibawah pengampuan ingin melakukan perbuatan hukum, maka bagi orang yang belum dewasa diwakili oleh orang tua atau walinya, dan bagi orang yang dibawah pengampuan oleh pengampun atau kuratornya.
Selanjutnya dalam pasal 1467 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa suami isteri tidak boleh terjadi jual beli, kecuali dalam ketiga hal berikut :
a. jika seoang suami atau seorang istri menyerahkan benda-benda kepada istri atau kepada
suaminya, dai siapa ia boleh pengadilan telah dipisahkan, untuk memenuhi apa yang
menjadi hak istrinya atau suaminya itu menurut hukum;
b. jika penyerahan yang dilakukan oleh seorang suami kepada istrinya, juga dari siapa ia
tidak dipisahkan, berdasarkan pada suatu alasan yang sah, misalnya untuk
mengembalikan benda-benda si istri yang telah dijual, atau uang yang menjadi kepunyaan
si istri, demikian itu jika benda-benda atau uang tersebut dikecualikan dari persatuan;
c. jika si istri mneyerahkan barang-barang kepada suaminya untuk melunasi suatu jumlah uang, yang ia telah janjikan kepada suaminya sebagai harta perkawinan, sekadar benda-benda itu dikecualikan dari persatuan . Ini berarti seorang suami tidak boleh menjual sesuatu kepada isterinya dan sebaliknya.
Selain suami-isteri, ada beberapa orang yang dilarang untuk memiliki suatu hak atau barang
yaitu:
1. Pegawai-pegawai yang memangku suatu jabatan umum untuk dirinya sendiri atau untuk
orng lain atas pembelian barang-barang yang dijual oleh atau di hadapan mereka, dengan
pengecualian terhadap benda-benda bergerak, jika perlu, presiden mengijinkannya demi
kepentingan umum; dan terhadap benda-benda tak bergerak dalam hal istimewa dan
untuk kepentingan para penjual, presiden memberikan ijin kepada pegawai-pegawai yang
dimaksud untuk membeli benda-benda tersebut (pasal 1469).
2. Para hakim, jaksa, panitera, advokat, pengacara, jurusita dan notaris atas penyerahan hak-
hak dan tuntutan-tuntutan yang menjadi pokok perkara-perkara yang sedang ditangani
oleh pengadilan negeri yang dalam wilayahnya mereka melakukan pekerjaan (pasal
1468).
3. - Para pemegang kuasa oleh mereka sendiri atau oleh perantaranya, atas pembelian
dibawah tangan barang-barang yang dikuasakan untuk dijualnya;
- Pengurus benda-benda milik negara dan milik badan-badan hukum yang dipercaya untuk memelihara dan mengurusnya, oleh mereka sendiri atau oleh perantaranya, atas pembelian dibawah tangan benda-benda tersebut, kecuali presiden membebaskan mereka;
Maka ancaman hukuman jika orang-orang diatas memiliki atau membeli benda-benda yang dimaksud adalah pembatalan perbuatnan hukumnya, penggantian biaya, kerugian, dan bunga, perlu ditambahkan, bahwa menurut pasal 1470 ayat (4) Kitab undang-undang hukum
perdata, segala wali dapat membeli benda-benda tak bergerak kepunyaan anak-anak yang berada di bawah perwalian mereka, dengan cara untuk ditetapkan dalam pasal 399 yang berbunyi wali tak boleh menjual barang tak bergerak sebelum dewasa dengan cara lain melainkan dengan lelang umum. Namun itu pembelian tidak akan berlaku, sebelum disahkan oleh pengadilan, pengesahan mana diberikan menurut perintah-perintah dan ketentuan-ketentuan dalam ayat ke dua, ketiga dan keempat pasal 396. 2. Obyek yang diperjual belikan
Obyek jual beli adalah tanah atau benda. Bertitik tidak dari pengertian benda adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan obyek harta benda atau harta kekayaan. Maka yang dapat menjadi obyek jual beli adalah segala sesuatu yang bernilai harta kekayaan. Segala sesuatu yang bernilai harta kekayaan ini mencakup benda bergerak dan benda tidak bergerak. Untuk benda bergerak bisa berupa benda berwujud dan benda tak berwujud. Benda bergerak yang berwujud, contohnya adalah kapal, perkakas rumah, mebel, perhiasan dan sebagainya. Sedangkan benda bergerak tak berwujud, misalnya piutang, saham, hak-hak. Benda yang yang tak bergerak dapat diberikan contoh: tanah, rumah, sawah, ladang dan sebagainya. Bahkan obyeknya juga termasuk barang yang diharapkan dimasa yang akan datang (1334). Hal ini sesuai dengan pasal 1332 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu: hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapatmenjadi pokok suatu perjanjian. Jadi apa yang dapat dijadikan obyek persetujuan merupakan obyek jual beli, dengan syarat benda tersebut harus sudah ada atau tidak gugur pada saat persetujuan jual beli diperbuat, sehingga jual beli dianggap sah.
Hal lain mengenai benda/barang sehubungan dengan syarat ketiga sahnya suatu perjanjian (pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), yaitu obyek jual beli adalah benda-benda tertentu. Benda yang dimaksud dalam perjanjian jual beli paling sedikit harus ditentukan jenisnya. Jika jumlah benda tidak tentu pada saat persetujuan, ini diperbolehkan, asal jumlah tersebut dapat ditentukan atau dihitung kemudian. Obyek jual beli, sesuai dengan syarat keempat sahnya suatu perjanjian (pasal 1320 Kitab Undang-Undang hukum perdata), tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kepentingan umum, dan kesusilaan.
Yang dapat menjadi masalah adalah jika benda/barang yang diperjual belikan adalah benda milik orang lain. Pasal 1471 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa jual beli barang orang lain adalah batal dan dapat memberikan dasar untuk penggantian biaya, kerugian dan bunga, jika si pembeli tidak telah mengetahui bahwa barang itu kepunyaan orang lain. u Padahal jual beli itu bersifat obligatoir, artinya jual beli belum memindahkan hak milik, sehingga seseorang yang ingin menjual barang yang belum dimilikinya dapat menjual barang itu, asal saja pada waktu penjual menyerahkan barang, penjual sudah menjadi pemilik barang tersebut. Oleh karena itu pasal 1471 ini tidak tepat. Seharusnya perkataan "batal" dalam pasal 1471 ditafsirkan menjadi "dapat dibatalkan". Dengan demikian pasal 1471 harus dibaca bahwa jual beli benda orang lain itu dapat dibatalkan atas permintaan beli dan dapat memberikan dasar untuk ganti rugi, jika si pembeli tidak mengetahui bahwa benda kepunyaan orang lain. Jika si pembeli memang sudah mengetahui bahwa benda yang dijual kepadanya belum berada di tangan di penjual, maka pembeli tidak dapat meminta pembatalam. 13
Untuk obyek jual beli yang merupakan benda berwujud (barang), "jika pada saat penjualan, barang yang dijual sama sekali telah musnah, maka pembelian adalah batal.Tetapi jika hanya sebagian saja yang musnah, maka si pembeli adalah leluasa untuk meniadakan pembelian atau menuntut bagian yang masih ada, serta menyeluruh menetapkan harganya menurut penilaian yang seimbang".14
Selain benda yang diperjualbelikan, harga merupakan salah satu unsur pokok jual beli. Harga juga merupakan prestasi yang ada dalam perjanjian jual beli. Harga ini dibayarkan oleh


Artikel Terkait

Previous
Next Post »