SKRIPSI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PESERTA (DEELNEMING) DALAM DEMONSTRASI YANG BERSIFAT ANARKI

Sunday, April 03, 2016
HUKUM (0039) SKRIPSI PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PESERTA (DEELNEMING) DALAM DEMONSTRASI YANG BERSIFAT ANARKI

BAB II
PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG
DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI)
SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT


A. Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Pada intinya, yang banyaklah yang menang dan yang banyak dianggap sebagai suatu kebenaran.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas (independen) dan berada dalam peringkat yang sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip checks and balances30.
Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang tepatnya diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan defmisi modern telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem "demokrasi" di banyak negara. Kata "demokrasi" berasal dari dua kata,yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam bidang ilmu politik. Hal ini disebabkan karena demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai indikator perkembangan politik suatu negara31.
Demokrasi menempati posisi vital dalam kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara umumnya berdasarkan konsep dan prinsip trias politica dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Prinsip semacam trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat.
Intinya, setiap lembaga negara bukan saja harus akuntabel {accountable), tetapi harus ada mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiaplembaga negara dan mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi kekuasaan lembaga negara tersebut.
Semenjak kemerdekaan 17 Agustus 1945, UUD 1945 memberikan penggambaran bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. Dalam mekanisme kepemimpinannya Presiden hams bertanggung jawab kepada MPR dimana MPR adalah sebuah badan yang dipilih dari Rakyat. Sehingga secara hirarki seharusnya rakyat adalah pemegang kepemimpinan negara melalui mekanisme perwakilan yang dipilih dalam pemilu. Indonesia sempat mengalami masa demokrasi singkat pada tahun 1956 ketika untuk pertama kalinya diselenggarakan pemilu bebas di indonesia, sampai kemudian Presiden Soekarno menyatakan demokrasi terpimpin sebagai pilihan sistem pemerintahan. Setelah mengalami masa Demokrasi Pancasila.
Selama 25 Tahun berdiri Republik Indonesia ternyata bahwa masalah pokok yang kita hadapi adalah bagaimana, dalam masyarakat yang beranekaragam pola budayanya, mempertinggi tingkat kehidupan ekonomi disamping membina suatu kehidupan sosial dan politik yang demokratis.
Dipandang dari sudut perkembangan demokrasi sejarah Indonesia dapat dibagi dalam tiga masa yaitu :
1. Masa republik Indonesia I, yaitu masa demokrasi yang menonjolkan
peranan parlemen serta partai-partai dan yang karena itu dapat
dinamakan demokrasi parlementer.
2. Masa republik Indonesia II, yaitu masa Demokrasi Terpimpin yang
dalam banyak aspek telah menimpang dari demokrasi konstitusional
yang secara fomil merupakan landasannya, dan menunjukan beberapa aspek demokrasi rakyat.
3. Masa Republik Indonesia III, yaitu masa demokrasi Pancasila yang
merupakan demokrasi yang menonjolkan sistem Presidensil.32 B. Unjuk Rasa Sebelum Reformasi
Perkembangan demokrasi di Indonesia diawali pada tahun 1945. Kemerdekaan Indonesia membawa sistem demokrasi di Indonesia, dimana presiden sebagai kepala Negara tidak secara mutlak memiliki kekuasaan. Akan tetapi presiden bertanggung jawab kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai wakil rakyat di dalam pemerintahan.33
Demokrasi di Indonesia mengalami transisi yang sangat berbeda antara era sebelum reformasi dengan era sesudah reformasi.Demokrasi. Sebelum reformasi dapat dilihat pada masa orde baru.
Demokrasi pada masa orde baru belum mutlak terjadi di Indonesia, dimana pada masa orde baru demokrasi yang seharusnya menjadi hak rakyat masih dibatasi oleh besarnya kekuasaan dari pemerintah. Pada masa orde baru, angkatan-angkatan bersenjata di Indonesia masih menjadi penghalang besar bagi rakyat dalam mewujudkan demokrasi yang salah satu perwujudannya dapat dilakukan dalam hal hak untuk kebebasan menyampaikan pendapat.
Di masa orde baru rakyat belum terbuka secara luas untuk menyampaikan pendapat. Kekuasaan angkatan-angkatan bersenjata yang menjadi alat
pemerintahan dijadikan alat oleh pemerintahan sebagai penghalang rakyat mewujudkan demokrasi di Indonesia. Karena kokohnya kekuasaan menghalangi rakyat bebas berpendapat, membuat rakyat menjadi takut dalam menyampaikan pendapat.
Di dalam sistem demokrasi rakyat mempunyai hak mengawasi pemerintahan agar berjalan sesuai konstitusional dari Negara tersebut. Namun di Indonesia ketakutan yang telah melanda rakyat membuat rakyat tidak dapat menyampaikan pendapat yang membawa Negara ini kearah yang lebih baik.
Diakhir masa orde baru rakyat keluar dan memberanikan diri secara bersama-sama melakukan unjuk rasa terhadap apa yang telah dilakukan pemerintah selama masa orde baru. Setiap elemen masyarakat secara bersama-sama keluar kejalan untuk melakukan unjuk rasa dan berani melawan angkatan-angkatan bersenjata Indonesia untuk satu tujuan melakukan reformasi.
Diakhir masa orde baru banyak unjuk rasa-unjuk rasa yang dilakukan oleh masyarakat untuk menentang pemerintahan orde baru. Salah satu unjuk rasa tersebut dapat kita lihat dari unjuk rasa trisakti. Unjuk rasa tersebut banyak dikenal dengan nama tragedi trisakti. Tragedi trisakti ini meletus pada tanggal 12 Mei 1998. Unjuk rasa ini dilakukan oleh mahasiwa, akan tetapi lagi-lagi angkatan bersenjata menjadi lawan dari rakyat dalam unjuk rasa ini. Dalam unjuk rasa ini 4
mahasiswa tewa akibat peluru tajam.34 Tragedi ini menjadi pemicu bagi rangkaian kerusuhan atau unjuk rasa yang lebih besar. C. Unjuk Rasa Setelah Reformasi
Sejak pemerintahan Soeharto berakhir di tahun 1998, turut berubah pula paradigma hubungan sipil-militer di negeri ini. Negeri kita sebelumnya amat didominasi oleh militer, dan memang hal ini tidak bisa dilepaskan dari sejarah bangsa Indonesia itu sendiri. Setelah reformasi bergulir, saluran demokrasi dan prasyarat Indonesia menjadi negara demokratis terbuka lebar. Kebebasan berpendapat secara lisan atau tulisan, baik melalui media cetak maupun media elektronik mengalami kemajuan yang sangat pesat. Namun, terkadang ada yang menyalah artikan kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut. Dengan mengartikan semua hal boleh diungkap walaupun melanggar etika, moralitas, dan hukum.
Sebagai negara demokrasi, tentunya Indonesia menganut prinsip bahwa rakyat adalah penentu utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Seluruh bangsa Indonesia dijamin dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (2). Oleh karena itu, berbagai hak-hak yang melekat dalam diri warga negara dijamin sepenuhnya oleh negara atau Undang-undang.
Undang-undang Dasar 1945 memberikan jaminan konstitusional terhadap kemerdekaan mengemukakan pendapat. Dalam Pasal 28 UUD 1945, dinyatakan secara tegas bahwa "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang." Kemudian dalam Pasal 28E Ayat (3) menyatakan "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat." Kedua pasal tersebut membuktikan bahwa UUD 1945 memberikan jaminan bahwa mengemukakan pendapat adalah hak asasi yang dijamin oleh Undang-undang.
Dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1998 yang mengatur tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, dinyatakan bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan dan tulisan secara bebas serta bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian, Pasal 5 menyatakan "Warga negara yang menyampaikan pendapatnya di muka umum berhak mengeluarkan pikiran secara bebas dan memperoleh perlindungan hukum."35
Perkembangan demokrasi ini membawa kepada keadaan maraknya aksi unjuk rasa atau demonstrasi seperti nya sudah bukan hal yang baru dan aneh lagi bagi kamu. Hampir setiap hari orang bisa melihat aksi unjuk rasa di televisi. Berbagai aksi demonstrasi digelar di mana-mana. Mereka turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasinya masing-masing. Mulai dari aksi buruh, aksi guru, sampai aksi yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa. Bahkan tak kalah menariknya, terkadang unjuk rasa dilakukan oleh ibu-ibu dan mengajak serta anak-anak.
Akan tetapi demonstrasi yang semakin marak terjadi itu sering berakhir anarki. Masyarakat sering melakukan hal-hal yang membuat terjadi bentrok antara aparat dengan warga sipil. Masyarakat sering tidak mematuhi asas-asas


Artikel Terkait

Previous
Next Post »