SKRIPSI PENGARUH KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT, CAPITAL ADEQUACY RATIO, UKURAN PERUSAHAAN, LEVERAGE, DAN REPUTASI AUDITOR TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI

Wednesday, January 06, 2016
(0011-AKUNTANSI) SKRIPSI PENGARUH KARAKTERISTIK KOMITE AUDIT, CAPITAL ADEQUACY RATIO, UKURAN PERUSAHAAN, LEVERAGE, DAN REPUTASI AUDITOR TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR DI BEI

BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Agensi (Agency Theory)
Konsep teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara prinsipal dan agen. Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen. Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai prinsipal, dan CEO (Chief Executive Officer ) sebagai agen mereka. Pemegang saham mempekerjakan CEO untuk bertindak sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan adanya konflik kepentingan dalam hubungan keagenan. Adanya perbedaan posisi, fungsi, situasi, tujuan, kepentingan dan latar belakang antara prinsipal dan agen yang saling bertolak belakang dapat menimbulkan conflict of interest atau pertentangan tarik menarik kepentingan dan pengaruh antara yang satu dengan lainnya. Prinsipal dan agen diasumsikan termotivasi oleh kepentingan sendiri. Perbedaan kepentingan dapat menimbulkan asimetri informasi (kesenjangan informasi). Teori agensi mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan mereka sendiri. Prinsipal hanya tertarik pada hasil keuangan yang bertambah atau investasi dalam perusahaan. Sedangkan agen diasumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.
Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan biaya agensi dalam tiga jenis:
1. Biaya monitoring (monitoring cost), pengeluaran biaya yang dirancang untuk mengawasi aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh agen.
2. Biaya bonding (bonding cost), untuk menjamin bahwa agen tidak akan bertindak yang dapat merugikan prinsipal, atau untuk meyakinkan bahwa prinsipal akan memberikan kompensasi jika agen benar-benar melakukan tindakan yang tepat.
3. Kerugian residual (residual cost), merupakan nilai uang yang ekuivalen dengan pengurangan kemakmuran yang dialami oleh prinsipal sebagai akibat dari perbedaan kepentingan.
Dalam sektor perbankan, aplikasi teori agensi menjadi unik karena sektor ini berbeda dengan industri yang lain. Salah satunya adalah adanya regulasi yang sangat ketat, yang mengakibatkan penerapan teori agensi dalam akuntansi perbankan dapat berbeda dengan akuntansi untuk perusahaan non perbankan. Dengan adanya regulasi tersebut maka ada pihak lain yang terlibat dalam hubungan keagenan, yaitu regulator dalam hal ini pemerintah melalui Bank Indonesia (BI) yang berperan sebagai prinsipal dan bank-bank yang terdapat di Indonesia sebagai agen nya. BI bertugas untuk mengawasi kegiatan dan kinerja perbankan di Indonesia.

2.1.2 Manajemen Laba
Menurut Sulistyanto (2008), manajemen laba merupakan upaya manajer perusahaan untuk mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Manajemen laba {earnings management) dilakukan dengan mempermainkan komponen-komponen akrual dalam laporan keuangan, sebab akrual merupakan komponen yang mudah untuk dipermainkan sesuai dengan keinginan orang yang melakukan pencatatan transaksi dan menyusun laporan keuangan. Alasannya, komponen akrual merupakan komponen yang tidak memerlukan bukti kas secara fisik sehingga upaya mempermainkan besar kecilnya komponen akrual tidak harus disertai dengan kas yang diterima atau dikeluarkan perusahaan.
Manajemen laba dilakukan oleh manajer dengan merekayasa laba perusahaannya menjadi lebih tinggi, rendah ataupun selalu sama selama beberapa periode. Secara umum ada beberapa motivasi yang mendorong manajer untuk berperilaku oportunis. Menurut Scott (2006) motivasi tersebut adalah: 1. Motivasi bonus
Bonus plan hypothesis menegaskan bahwa ceteris paribus, manajer perusahaan cenderung untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser earnings yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. Manajer melakukan manajemen laba untuk kepentingan bonusnya.
2. Motivasi kontraktual lainnya
Hipotesis debt/equity yaitu ceteris paribus, suatu perusahaan yang rasio debt/equity besar cenderung manajer perusahaan memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser earnings yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. Manajemen melakukan manajemen laba untuk memenuhi perjanjian utangnya agar meloloskan perusahaan dari kesulitan keuangan.
3. Motivasi politik
Perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat mengurangi laba periodiknya dibanding perusahaan yang kecil. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah.
4. Motivasi pajak
Manajer termotivasi melakukan manajemen laba karena income taxation. Karena semakin tinggi labanya maka semakin besar pajak yang dikenakannya. Sehingga manajer melakukan manajemen laba untuk mengurangi pajak tersebut.
5. Pergantian CEO
Motivasi manajemen laba ada di sekitar pergantian CEO. Hipotesis rencana bonus menjelaskan bahwa CEO yang akan diganti melakukan pendekatan strategi untuk memaksimalisasi laba agar menaikkan bonusnya.
6. Motivasi pasar modal
Motivasi ini muncul karena informasi akuntansi digunakan secara luas

Artikel Terkait

Previous
Next Post »